Kamis, 30 Oktober 2014

Menjadi Pendidik Ideal (Islami dan Profesional)


Menjadi seorang pendidik memiliki keutamaan yang banyak sekali. Diantaranya adalah bahwa mendidik adalah jalan dakwah para nabi dan rasul. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah ta’ala (yang artinya), “Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikuti mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Yusuf: 108).
Keutamaan lain yang bisa diperoleh seorang pendidik adalah pahala yang tidak terputus, selama ilmu yang ia ajarkan terus diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Hal ini sebagaimana disabdakan Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka pahala amalnya akan terputus, kecuali tiga hal: Shadaqah Jariyyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk menjadi seorang pendidik yang Profesional dan Islami, hendaklah seorang guru memahami dan mengamalkan hal-hal berikut ini:
(1) Meniatkan Ikhlas karena Allah semata. Mengajarkan ilmu kepada orang lain merupakan salah satu jenis ibadah, yang mana ibadah tidaklah diterima kecuali dengan niat yang ikhlas dan mutaba’ah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan dari apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
(2) Membekali Diri dengan Ilmu. Karena ilmu tidaklah didapat kecuali dengan belajar, maka membekali diri dengan ilmu sebelum mengajarkan merupakan seuatu kewajiban. Dan seorang guru tidak akan mampu mengajarkan ilmu yang ia tidak miliki/kuasai. Dalam sebuah pepatah Arab dikatakan, “Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberi apa-apa.” (Dinukil oleh Syaikh Albani dalam Kitab At-Tawassul Anwaa’uhu wa Ahkaamuhuhal.74)
(3) Menjadi Teladan yang Baik bagi Anak Didiknya. Wajib bagi seorang pendidik untuk membaguskan akhlaknya dan menjadikan dirinya sebagai teladan bagi anak didiknya, serta menjauhi akhlak yang buruk. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik akhlaqnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Anak didik tidak akan menilai seorang guru hanya sekedar dari ucapan semata, namun ia juga akan melihat kesesuaiannya dalam akhlak dan perbuatannya. Berperilaku tidak sesuai dengan apa yang diucapkannya juga termasuk hal yang dimurkai oleh Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, mengapa engkau mengatakan apa yang tidak engkau kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa engkau mengucapkan apa-apa yang tidak engkau kerjakan.” (QS. Ash-Shaaf: 2-3)
(4) Amanah terhadap Pekerjaannya. Selain mampu menjadi teladan bagi anak didiknya, seorang pendidik hendaklah amanah dengan tugas yang diembankan kepadanya. Disiplin terhadap waktu, amanah terhadap pekerjaan, rapi dan bersih dalam berpakaian. Demikianlah selayaknya seorang pendidik.
(5) Berdo’a kepada Allah. Sebesar apapun keinginan dan usaha seorang hamba untuk menjadikan dirinya dan orang lain paham terhadap apa yang ia sampaikan, tetaplah ia berdoa kepada Allah sebagai pemberi hidayah kepada seseorang. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah lah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya.” (QS. Al-Qashas: 56)
(6) Bersikap Sabar menghadapi Perilaku Anak Didiknya. Dalam mengajar, seorang guru dihadapkan pada perilaku dan karakter siswa yang berbagai macam. Terkadang seorang guru dihadapkan pada siswa yang sangat sulit diatur. Namun demikian, seorang guru harus tetap sabar dalam mengarahkan anak didiknya, dan berusaha mencari solusi setiap permasalahan.
Demikianlah diantara kiat yang dapat menjadikan seorang guru menjadi Pendidik yang Profesional dan Islami. Adapun faktor-faktor lain, seperti memanfaatkan teknologi dalam sistem pembelajaran adalah boleh, Allahu a’lam, selama tidak bertentangan atau melanggar batas syari’at. Sekian, ini hanyalah sedikit catatan ringan dari seorang guru berdasarkan pengalamannya dalam mengajar. Silahkan diambil jika ada manfaatkan, dan silahkan ditinggalkan jika ada yang kurang tepat di dalamnya. Akhirnya, hanya kepada Allah-lah kita memohon taufiqNya.

Merindukan Generasi Aisyah

Pola pendidikan saat ini tidak menjanjikan lahirnya generasi berilmu dan berkepribadian mumpuni sejak usia dini.
Betapa keras hidup yang dijalani Siti Aisyah Pulungan (8). Lebih dari setahun, ia tinggal nomaden di becak bersama ayahnya. Pindah dari satu tempat ke tempat lainnya di Medan Sumatera Utara, Aisyah hanya mengandalkan belas kasih orang untuk bertahan hidup.
Sejak usia setahun, Aisyah berpisah dengan ibunya. Ayahnya, Muhammad Nawawi Pulungan (56) yang tiga tahun belakangan sakit komplikasi paru, akhirnya tak mampu mencari nafkah sebagai sopir mobil boks. Uang habis untuk biaya pengobatan. Satu-satunya barang berharga hanya becak yang dibeli dengan cara mengangsur (www.detik.com).
Kini, setelah kisahnya diekspose media, berhamburan perhatian tertuju padanya. Aisyah pun bisa kembali ke sekolah. Ayahnya juga dirawat di rumah sakit dengan bebas biaya. Donatur berbondong-bondong membantu mengentaskan nasibnya. Entahlah, bagaimana kisah Aisyah jika tak dihebohkan media. Mungkin dia akan tetap menggelandang, sebagaimana Aisyah-Aisyah lain di belahan negeri ini yang tak kalah nelangsanya. Demikianlah yang terjadi pada masyarakat dan penguasa saat ini. Ibarat pemadam kebakaran, baru bertindak jika sudah rame karena muncul asap.
Kontras
Aisyah tentu tak menyangka hidupnya demikian sengsara. Orang tuanya juga pasti tak bercita-cita menyengsarakan anaknya. Sebaliknya, pasti mendamba anak gadisnya itu kelak menjadi seorang Aisyah, sebagaimana nama indah yang disandangnya, yang diambil dari istri Rasulullah SWT.
Ya, betapa agung dan harum nama beliau hingga generasi masa kini begitu bangga menyandang namanya. Sayangnya, kehidupan Aisyah masa kini, sangat kontras dengan kehidupan Aisyah di masa Rasulullah SAW. Adalah gadis kecil bernama Aisyah binti Abu Bakar yang sejak belia sudah menunjukkan kecerdasannya.
Lahir dalam lingkungan spiritual yang kental dari ayah dan kerabatnya, Aisyah sudah cukup matang menerima kehadiran suami meski usianya belum belasan. Kematangan pribadinya tak lain berkat didikan sang ayah yang juga sahabat terdekat Rasulullah SAW. Maka sejak mendampingi Rasulullah SAW, Aisyah menjelma menjadi ahli hadits saat usianya masih belia.
Bayangkan saja, beliau dikenal sosok ahli fiqih yang taat pada Rabbnya. Pada saat Rasulullah SAW meninggal dunia, usia Aisyah baru menginjak 19 tahun. Padahal ia hanya sempat sembilan tahun hidup bersama manusia agung tersebut. Artinya, sejak usia 10-an tahun Aisyah sudah bergelut dengan ilmu. Tak heran bila kemudian sepanjang hidupnya Aisyah telah memenuhi seluruh penjuru dunia dengan ilmu. Dalam hal periwayatan hadits, beliau adalah tokoh yang sulit dicari bandingannya. Ia diakui lebih memahami hadits dibanding istri-istri Rasul lainnya.
Bahkan dalam masalah jumlah hadits yang diriwayatkannya, tidak ada yang menandingi selain Abu Hurairah dan Abdullah bin Umar. “Saya tidak pernah melihat pada umat Muhammad saw, bahkan wanita secara keseluruhan, ada seorang wanita yang lebih alim dari Aisyah ra” (Ad-Dhahabi dalam kitab as Sair jilid II, hal 240)
Aisyah pun kerap menjadi pengoreksi pemahaman para sahabat dan menjadi rujukan dalam memahami praktik Rasulullah SAW. Di dalam al–Mustadrak, az-Zuhri berkomentar: “seandainya ilmu semua manusia dan ilmu istri-istri nabi digabungkan, niscaya ilmu Aisyah lebih luas dari ilmu mereka. Menurut Adz-Dzahabi, musnah Aisyah mencapai 2.210 hadits. Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat Aisyah sebanyak 140 hadits. Bukhari meriwayatkan 54 hadits Aisyah dan Muslim meriwayatkan 69 hadits.
Bahkan tak hanya menguasai fiqih dan hadits, Aisyah juga menguasai ilmu kedokteran dan sastra. Sampai-sampai Hakim Abu Abdillah berkata: “Aisyah ra membawa seperempat syariah Islam.” Dan
Urwah Ibnu Zubair berkata: Saya tidak melihat seorang pun yang lebih pandai dalam masalah ilmu fiqih, kedokteran, dan sastra selain Aisyah ra.”
Demikianlah puja-puji atas sosok Aisyah ra yang menunjukkan sosok Muslimah mulia pada usia muda. Sangat berbeda dengan apa yang dialami anak-anak di masa sekarang. Tak sedikit yang di usia kecilnya terpaksa menanggung beban berat kehidupan. Bahkan menjadi tulang punggung keluarga, ikut membantu mencari nafkah dan tinggal di jalanan.
Sungguh, anak-anak tak berdosa itu tak bisa memilih nasibnya. Jika tanpa ada uluran orangtua atau penguasa, niscaya mereka tak akan mekar menjadi generasi terbaik alias khairu ummah. Boro-boro menata masa depan sejak kecil atau sibuk bergelut dengan ilmu di usia belia, sosok seperti Siti Aisyah Pulungan hanya bisa pasrah karena bertahan hidup saja susah.
Inilah buah penerapan sistem sekuler-kapitalis yang terbukti tidak membawa kesejahteraan dan keadilan secara merata. Dunia di bawah ketiak sekulerisme, liberalisme dan demokrasi memang terlihat mengalami kemajuan di segala bidang, namun di sisi lain menyisakan fakir miskin dan gelandangan di mana-mana. Anak-anak telantar, keluarga tercerai berai, kemiskinan, kriminalitas dan dekadensi moral merajalela di mana-mana. Mau sampai kapan?
Rindu Khilafah
Sosok seperti Aisyah sangat mungkin terlahir kembali di masa modern ini, jika anak sekecil Siti Aisyah Pulungan terentaskan nasibnya, tanpa beban berat yang harus dipikulnya. Seusia Aisyah, ia seharusnya menjadi gadis kecil yang sedang seru-serunya menikmati masa kanak-kanak.
Dalam konteks pendidikan Islam, seharusnya sedang getol-getolnya mempelajari ilmu. Sedang semangat-semangatnya mencontoh teladan mulia. Sayangnya, pola pendidikan saat ini tidak menjanjikan lahirnya generasi berilmu dan berkepribadian mumpuni sejak usia dini. Sebab kurikulum terlalu sarat pelajaran-pelajaran yang sebenarnya juga tidak berguna dalam amal kehidupan nyata anak-anak. Mereka terlalu banyak dicekoki ilmu-ilmu sekuler, yang justru menjadi racun dalam otak.
Karena itu, sudah semestinya umat ini mendambakan masa-masa keemasan layaknya di masa sahabiyah Aisyah atau masa-masa kekhilafahan sesudahnya. Masa di mana anak-anak perempuan menikmati keceriaan dunianya, sekaligus menimba ilmu dan memupuk kepribadiannya, tanpa dibebani tanggung jawab berat memikirkan sesuap nasi seperti gadis Medan itu.
Masa-masa seperti itu hanya dipenuhi jika penguasa dan masyarakat secara keseluruhan hidup dalam suasana Islam. Hidup dalam kepedulian satu sama lain. Hidup tanpa ada kekurangan. Hidup dalam nuansa keimanan.
Pemimpin mengayomi rakyatnya, mencukupi kebutuhan seluruh warga negaranya, termasuk sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Pemerintah tidak abai terhadap fakir miskin, anak yatim-piatu dan gelandangan. Pemerintah yang tidak bisa tidur manakala ada rakyatnya yang berada di bawah garis kemiskinan dan berupaya sekuat tenaga untuk mengentaskannya.
Pemerintah yang peduli anak-anak agar semuanya mampu mengenyam pendidikan dengan layak. Pemerintah yang legawa mengakui kegagalan sistem sekuler, liberal dan demokrasi dalam memanusiakan manusia. Pemerintah yang dengan ketakwaan dan ketakutannya pada Sang Pencipta menyadari, bahwa bumi ini milik Allah SWT, hanya aturan dari-Nya saja yang layak diterapkan. Sebab jika tidak segera kembali pada aturan-Nya, akan selalu ada episode Aisyah-Aisyah lain yang tak kalah memilukan. Sebab, ini ibarat fenomena gunung es, hanya yang terakspose media saja yang kelihatan. Lainnya masih banyak di luar sana. Maka sadarlah wahai penguasa!

Siapa Akan Menolong Perempuan dan Anak-Anak Palestina Dari Pembantaian Tentara Israel?

Perempuan dan anak-anak Palestina menjadi sasaran pembantaian Israel. Dalam serangan brutal di Jalur Gaza, yang telah dimulai Selasa 8 Juli lalu, delapan wanita dan 11 orang anak tewas, termasuk seorang bayi berusia 18 bulan dan seorang wanita 80 tahun. Sedangkan dalam sebuah serangan udara pada Rabu, dua orang anak dan ibu mereka termasuk di antara lima orang tewas ketika pasukan Israel menyasar rumah mereka (Kompas.com, 10/07/2014). Total 29 warga Palestina, 17 di antaranya perempuan dan anak, terbunuh pada operasi militer Israel Rabu lalu (Merdeka.com, 10/07/2014).
Tragedi ini mengulang kembali tragedi yang sama di tahun 2012. Saat itu, sekitar 105 orang menjadi korban. Serangan kali ini memakan korban lebih banyak. Data terakhir 12 Juli 2014, korban tewas telah mencapai 127 orang (Metro TV, 12/07/2014). Tidak ada tanda-tanda Israel akan menghentikan serangan.
Kondisi Gaza kian memprihatinkan. Korban luka terus mengalir ke rumah sakit. Namun obat-obatan habis. Para ibu berurai air mata, menunggui buah hatinya yang bersimbah darah, merintih kesakitan, tanpa ada harapan kapan mendapatkan pengobatan yang layak.
PBB dan negeri-negeri Islam menyerukan gencatan senjata dan mengecam aksi Israel ini. Komisi Hak Asasi Manusia PBB bahkan mengatakan Israel dapat dinyatakan telah melanggar hukum perang karena membombardir pemukiman sipil sehingga banyak jatuh korban sipil termasuk anak-anak. Namun seperti angin lalu, kecaman dan ancaman tersebut tidak berpengaruh apapun. Bahkan perdana menteri Israel, Netanyahu, dengan arogan menegaskan tidak akan menghentikan serangan dan mengancam segera melakukan serangan darat.
Negara-negara muslim kehilangan taring di depan Israel. Upaya yang mereka bisa lakukan hanya sekedar mengirim bantuan dana, makanan dan obat-obatan. Itupun tertahan tidak bisa masuk ke Palestina karena embargo yang dilakukan Israel. Satu-satunya pintu perbatasan masuk ke Palestina adalah Rafah, yang sampai saat ini masih ditutup oleh Mesir. Maka warga Gaza seperti dimasukkan dalam kerangkeng singa, siap untuk dibantai. Siapakah yang akan menolong mereka?
Mengapa Israel Menjadikan Perempuan dan Anak sebagai Target Serangan?
Adalah bohong besar kalau Israel mengatakan bahwa perempuan dan anak-anak adalah “korban sampingan” karena Hamas menempatkan persenjataan mereka di rumah-rumah dan menjadikan penduduk sipil sebagai tameng hidup. Mereka dengan sengaja membunuh para ibu dan anak-anak Palestina, atau menangkap dan menjebloskan mereka ke dalam penjara dengan masa hukuman yang tak masuk akal. Semua adalah akibat rasa takut yang luar biasa terhadap perempuan dan anak-anak Palestina.
Perempuan Palestina dan anak-anak adalah bagian tak terpisahkan dari jihad. Dalam kondisi pelayanan kesehatan yang buruk, makanan yang minim dan kondisi hidup yang serba sulit, mereka tidak lelah mencetak mujahid-mujahid baru. Perempuan Palestina, bisa melahirkan 15 anak dalam hidupnya (Majalah Hidayatullah 10/02/2013). Anak-anak itu mereka didik dan mereka tanamkan kecintaan terhadap jihad dan mati syahid. Maka anak-anak Palestina tidak pernah merasa gentar berhadapan dengan tentara Israel sekalipun hanya bersenjatakan batu.
Merekalah mujahid-mujahid muda yang kelak akan mengalahkan dan menghancurkan Israel. Bagaimana Israel tidak merasa takut, sementara generasi muda mereka sendiri tumbuh dalam ketakutan terhadap kematian? Satu-satunya cara bagi mereka untuk bertahan adalah dengan memangkas pucuk-pucuk baru generasi mujahid. Namun makar mereka tidak akan berhasil. Mati satu tumbuh seribu. Generasi mujahid baru senantiasa lahir dari rahim suci ibu-ibu Palestina.
Kewajiban Muslim Dunia
Kaum muslimin di manapun berada terikat oleh suatu persaudaraan yang kuat, bahkan lebih kuat dari ikatan darah dan keturunan. Allah Ta’ala menegaskan hal tersebut dalam firman-Nya :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat : 10)
Rasulullah SAW menggambarkan umat Islam sebagai satu tubuh, sehingga kalau ada satu bagian tubuh umat yang sakit dirasakan sebagai rasa sakit yang sama. Derita Muslim Palestina adalah derita kita. Air mata perempuan dan anak-anak Palestina adalah air mata kita juga. Sakit mereka sakit kita. Jiwa mereka, adalah bagian juga dari jiwa kita. Maka haram bagi kita menyia-nyiakan jiwa mereka.
Rasulullah SAW bersabda :
“Hilangnya dunia dan seisinya masih lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim” (HR. at-Tirmidzy)
Adalah kewajiban seluruh kaum muslimin di dunia untuk melindungi saudara-saudaranya di Palestina. Rasulullah saw telah menegaskan hal ini dengan sabdanya :
الْمُؤْمِنُ مَرْآةُ أَخِيهِ وَالْمُؤْمِنُ أَخُو الْمُؤْمِنِ يَكُفُّ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَيَحُوطُهُ مِنْ وَرَائِهِ
”Seorang Mukmin adalah cermin bagi saudaranya yang beriman; dia melindunginya dari bahaya dan membelanya di belakang punggungnya.” (HR. Bukhari)
Serangan militer Israel tidak akan bisa dihentikan hanya dengan diplomasi, donasi dan doa (3-D). Sudah terbukti berulangkali Israel menciderai kesepakatan damai dan perjanjian dengan Palestina. Allah sendiri telah menunjukkan karakter khas mereka yang suka melanggar janji tersebut dalam Al Qur’an sebagaimana dalam QS. Al Maidah: 13 berikut :
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ ۙ وَنَسُوا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوا بِهِ ۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَىٰ خَائِنَةٍ مِّنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka…”
Sungguh serangan militer Israel hanya dapat dihentikan dengan serangan militer pula. Umat Islam di seluruh negeri-negeri muslim di dunia mampu untuk melakukannya. Mereka memiliki puluhan juta tentara dengan persenjataan yang lengkap. Negeri Islam juga memiliki ratusan juta penduduk yang siap membantu para tentara membebaskan Palestina. Mereka siap melaksanakan perintah Allah SWT untuk jihad fi sabilillah sebagaimana ayat berikut :
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَّنَا مِن لَّدُنكَ نَصِيرًا
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo’a: “Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi-Mu” (QS. An-Nisa : 75)
Namun sayangnya, sekian banyak umat Islam dunia telah terkotak-kotak oleh sekat bernama nasionalisme dan kebangsaan. Bagi mereka, Palestina adalah tanggung jawab bangsa Palestina. Tentara-tentara negeri Islam lumpuh untuk digerakkan guna membebaskannya. Selalu yang menjadi alasan harus di bawah payung PBB, baru bisa digerakkan. Padahal PBB, merupakan organisasi organ penjajah Barat yang tidak pernah membela umat Islam. Bahkan sekedar mengeluarkan resolusi mengutuk serangan Israel pun PBB tak mampu.
Sungguh memprihatinkan ketika negeri-negeri Islam ini justru melarang warganya untuk keluar membela Palestina. Bagaimana mungkin negeri-negeri seperti ini bisa diandalkan untuk menolong Palestina? Tak heran jika Israel semakin brutal terhadap Palestina, karena tak ada yang mereka takuti lagi dari sekitar 1.3 milyar kaum muslimin yang telah tercerai berai.
Hanya Khilafah yang Mampu Menjaga Kehormatan dan Melindungi Perempuan dan Anak
Yang kita butuhkan saat ini adalah satu institusi yang mampu membuat keputusan politik dengan mengirimkan tentara menyelamatkan Palestina. Tanpa dibatasi oleh kebangsaan, warna kulit, atau ras. Tanpa menunggu perintah PBB yang menjadi alat penjajah Barat. Bergerak karena disatukan oleh akidah Islam dan perintah Allah SWT untuk berjihad. Institusi tersebut adalah Khilafah Islamiyyah. Dengan Khilafah, Israel tidak akan memandang remeh umat Islam seperti sekarang.
Siapapun yang melakukan pembunuhan terhadap umat Islam—meskipun satu orang—akan berhadapan dengan negara Khilafah yang kuat. Inilah institusi yang mampu melindungi seluruh umat sekalipun hanya seorang perempuan.
Sejarah telah mencatat apa yang dilakukan oleh Khalifah al Mu’tashim ketika mendengar seruan minta tolong dari seorang Muslimah yang dinodai kehormatannya oleh tentara Romawi. Al-Qalqasyandi, dalam kitabnya, Ma’atsiru al-Inafah, menjelaskan salah satu sebab penaklukan kota Ammuriyah pada 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan, penguasa ‘Amuriyah, salah seorang Raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah -Radhiyallahu ‘anha. Wanita itu disiksa, lalu berteriak, “Wahai Mu’tashim!” Raja Romawi pun berkata kepadanya, “Tidak akan ada yang membebaskanmu, kecuali menaiki bebarapa balaq (kuda yang mempunyai warna hitam-putih).”
Jeritan itu pun sampai kepada Khalifah al-Mu’tashim. Lalu dia mengomando pasukannya untuk mengendarai kuda balaq. Dia pun keluar, memimpin di depan pasukannya, dengan 4.000 balaq, tiba di Amuriyah dan menaklukkannya. Dia membebaskan wanita mulia tersebut, dan berkata, “Jadilah saksi untukku di depan kakekmu (Nabi Muhammad SAW), bahwa aku telah datang untuk membebaskanmu dengan memimpin pasukanku, yang terdiri dari 4.000 balaq.” Dengan tentara itu, kota Amuriyah ditaklukkan, kehormatan seorang Muslimah dibela, ribuan tentara Romawi dibunuh dan ditawan.
Begitupun yang terjadi pada kasus di masa Khilafah Umayyah, ketika Muhammad bin Qasim dikirimi sejumlah besar pasukan oleh wali Al-Hajjaj Ibnu Yusuf Al-Thaqafi untuk membela beberapa Muslimah dan anak-anak Muslim yang diserang kalangan Sindh.
Saat ini, perempuan dan anak-anak di Palestina menjerit meminta tolong kepada kaum muslimin. Kita mendengar teriakan mereka, dengan jelas, melalui radio, televisi, koran maupun internet. Tapi kita tidak datang untuk mereka. Bagaimana nanti kita harus bertanggung jawab saat ditanya Allah tentang terbunuhnya ratusan jiwa muslim Palestina?
Tak ada jalan lain bagi kita sekarang kecuali menggencarkan perjuangan untuk menegakkan kembali institusi Khilafah Islamiyyah yang akan menggerakkan pasukan untuk menghadapi Israel dan menghancurkannya. Dengannya kehormatan perempuan muslim terjaga, dan kelangsungan generasi diwujudkan dalam meraih predikat umat terbaik di sepanjang masa.

Kemuliaan Wanita dalam Sebuah Negara

Pastilah kita sudah tidak asing lagi dengan pribahasa “majunya suatu negara adalah karena wanitanya dan hancurnya suatu negara juga karena wanitanya”. Pribahasa di atas bukanlah sebuah kata tanpa makna, tapi lebih pada mengukuhkan kedudukan seorang wanita yang tidak bisa dianggap sepele. Karena wanita mempunyai peranan penting di segala bentuk kehidupan.
Namun apa yang terjadi bila negara kita tidak lagi mengindahkan kemuliaan seorang wanita. Keindahan bentuk tubuh wanita atau bahkan kehormatannya seringkali dieksploitasi demi sepeser rupiah. Dolly adalah salah satu contoh di mana kemuliaan seorang wanita hanyalah sampah yang menjijikkan. Terlebih baru-baru ini penutupan lokalisasi prostitusi terbesar di Asia Tenggara ini ditentang oleh berbagai lapisan masyarakat. Parahnya lagi penutupan Dolly dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM).
Dimana kesadaran kita sebagai manusia yang beradab. Bila negara menganggap permasalahan ini sebagai permasalahan klasik yang tidak perlu ditangani secara serius. Allah bahkan telah memberi peringatan kepada kita dengan banyaknya peristiwa alam yang bertubi-tubi terjadi di negeri ini.
Sungguh kemuliaan seorang wanita akan benar-benar terwujud dalam naungan Khilafah. Sebuah sistem yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh baik dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat. Kembalilah kepada hukum Allah! Hukum yang berasal dari yang memiliki kehidupan ini. Maka dengan demikian kemuliaan seorang wanita akan segera terwujud.

Rabu, 29 Oktober 2014

Hijaber Jangan Merana

Assalamu’alaykum!
Salam Kamis Seru!
Muslimah yang dirahmati Allah, kalau boleh saya membagi fase hijab di tanah air maka ada tiga tahapan. Anda boleh tidak setuju, boleh juga tidak. Fase pertama, adalah ketika para muslimah dihadang oleh peraturan sekuler yang zalim untuk berhijab. Sebelum tahun 90-an berkerudung masih menjadi hal yang asing di tengah kaum muslimin, termasuk para muslimah. Kerudung yang saya ingat ketika kecil adalah kerudung ibu hajah dan para ustadzah berupa ciput atau tutup kepala menyerupai blangkon. Ada juga yang menjuntaikan kain ke kepalanya sembari tetap terlihat sebagian besar kepala, telinga dan rambutnya juga lehernya. Di sini sekulerisme bertahta di atas keindahan tubuh wanita.
Fase kedua, adalah menguatnya kesadaran untuk berhijab secara sempurna. Ini diawali pada kisaran awal tahun 90-an. Pada masa ini muslimah mulai berjuang untuk menegakkan kehormatannya dengan berhijab. Di kota saya tinggal, Bogor, beberapa muslimah berjuang sepenuh tenaga di sekolah mereka untuk tetap bisa melaksanakan perintah Allah SWT.  Mereka didiskriditkan; tak boleh masuk kelas, tak bisa mengikuti ujian, dan mendapat perlakuan sinis dari beberapa guru. Alhamdulillah akhirnya perjuangan itu membuahkan  keberhasilan. Sujud syukurpun dilakukan di berbagai tempat. Setelah berhasil di fase ini jilbab pun tumpah ruah di seantero Nusantara. Di sekolah, di kampus, di perkantoran, dimana-mana.
Tapi keleluasaan seringkali melenakan. Sedangkan keterlenaan adalah jalan menukik menuju keteledoran dan kesalahan. Itulah yang dirasakan di fase ketiga, yaitu sekarang. Hijab adalah tanda ketundukkan kepada Allah SWT. akan perintah menutup aurat bagi kaum muslimah. Ketundukkan itu ditunjukkan kaum muslimah di Madinah seperti kesaksian Aisyah ra. “Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada para istri shahabat Muhajirin. Ketika ayat tentang jilbab turun, mereka robek kain korden lalu mereka kenakan sebagai jilbab sehingga mereka seperti burung gagak”.
Ketaatan dan ketundukkan adalah strong why mengapa seorang muslimah harus berhijab. Untuk itu ia rela tutupi kemolekan tubuhnya dalam balutan kerudung dan jilbab. Tanpa lekukan, tiada transparan dan menghilangkan keinginan untuk mempertontonkan kecantikan ke hadapan lelaki bukan mahromnya.
Tapi keleluasaan sering menggiring orang pada keterlenaan yang berujung pada kesalahan. Termasuk dalam berhijab. Dengan menyesal saya harus mengatakan bahwa banyak muslimah yang berhijab tapi tak mau kehilangan pesona kecantikannya. Bahkan hijab disalahgunakan untuk memperkuat aura kecantikan.
Benar hijab memang tak akan menghilangkan aura kewanitaan seorang muslimah. Justru kian memperkuat status kewanitaan seseorang muslimah. Tapi tidak tepat bila hijab digunakan untuk menonjolkan kecantikan seorang perempuan. Hal itu terjadi manakala seorang hijaber bertabarruj lewat penampilannya lewat berbagai gaya dan asesoris pakaian mereka.
Belum lagi pakaian yang digunakan pun belum memenuhi syarat sah busana muslimah yakni kerudung dan jilbab. Tak transparan, tak menampilkan lekukan tubuh, dan jilbab itu berupa gamis atau baju panjang hingga ke mata kaki.
Dengan menyesal saya juga harus mengatakan tidak sedikit narasumber yang semena-mena menafsirkan model dan bentuk hijab. Boleh berpantalon, boleh menggunakan kaos, boleh dengan bahan yang membentuk lekukan tubuh, dsb. Para narasumber ini cenderung menggampang-gampangkan urusan ibadah. Padahal syariat telah menjelaskan dengan gamblang model dan bentuk busana muslimah.
Ditambah lagi bermunculan aneka lomba yang mengeksploitasi kecantikan para muslimah berhijab ini.  Mottonya: meski berhijab kamu tetap bisa kelihatan cantik di depan banyak lelaki. Makin kaburlah misi dari ajaran hijab yang sebenarnya bermaksud memuliakan wanita ini.
Pada fase ini secara pelan tapi mantap kapitalisme bisa merasuk ke dalam ajaran berhijab.
Hijab tak menghilangkan kesempatan wanita tonjolkan kecantikan
Hijab tak membuat wanita tak bisa keluarkan daya pikat
Hijab tak membuat wanita tak bisa bersolek
Hijab tak membuat wanita tak bisa menggoda lelaki mana saja
Astaghfirullah al-adzim. Semoga ini segera disadari para muslimah.

Dua Berhala Wanita : Harta dan Tahta


Selama ini memang ada anggapan perempuan adalah sosok materialistis. Istilah gaulnya cewek matre. Mana ada perempuan yang tak tergiur dengan harta. Cari suamipun yang kaya raya. Tak peduli duda, sudah bersuami atau tua renta, yang penting nafkah terjamin.
Apalagi, biaya hidup perempuan saat ini sangat tinggi. Fashion harus up to date dan bermerek. Tas dan sepatu wajib branded original. Perawatan tubuh mulai ujung rambut sampai ujung kaki butuh ratusan ribu rupiah rutin. Kosmetik pemutih hingga produk pelangsing jadi anggaran belanja wajib.
Kaum lelaki pun seperti sudah mahfum dengan paradigma ini. Mereka paham betul dengan ungkapan: ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang. Ya, kaum adam tahu benar memanfaatkan kelemahan perempuan. Umpan berupa materi hampir pasti akan selalu mulus ¨memelet¨ kaum hawa.
Bagi laki-laki, buruk rupa atau usia renta bukan kendala. Asal harta berlimpah, wanita–yang paling cantik dan seksi sekalipun—mudah digaet. Itu pula yang mendorong laki-laki bekerja keras–kalau perlu culas—demi menumpuk harta. Tak peduli jalan haram, yang penting hasrat tersalurkan. Sungguh bukan perilaku terpuji, apalagi islami.
Tanpa bermaksud merendahkan para perempuan yang terseret dalam pusaran kasus di atas, terbukti harta memang telah menggelapkan mata. Norma-norma kebaikan pun dilanggar. Terlebih syariah Islam, tak lagi dihiraukan.
Itu semua terjadi karena para perempuan kebanyakan sudah dicuci otaknya oleh pemahaman sekuler-kapitalis yang memberhalakan harta. Bagi mereka, kebahagiaan adalah diperolehnya sebanyak mungkin materi. Suami kaya, rumah bagus, mobil mewah hingga perhiasan mentereng adalah tujuannya.
Bahkan, jika suami tak mampu memberikannya, dia sendirilah yang akan maju untuk memperebutkan harta dan tahta. Bertameng ¨keadilan dan kesetaraan gender¨, saat ini semakin banyak perempuan disibukkan mencari pundi-pundi materi dengan bekerja atau menjadi pejabat. Bahkan, rela sekadar mengeksploitasi tubuhnya untuk kepuasan kaum Adam dengan imbalan menggiurkan.
Pembela Kebenaran
Dalam filosofi masyarakat Jawa, posisi istri terhadap suami diistilahkan: ¨surgo nunut, neraka katut” (surga ikut, neraka terbawa). Artinya, masa depan istri itu tergantung suami. Bila suami berperilaku baik hingga masuk surga, istri pun akan serta. Sebaliknya, bila suami masuk neraka, istri akan terbawa juga.
Memang, istri atau suami akan mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing. Namun, idealnya antara suami dan istri saling membentengi diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa sehingga sama-sama bisa menuju surga. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (TQS Tahrim 66:6)
Semestinya, para istri menjadi pengerem para suami agar berada pada rel kejujuran dalam melaksanakan tugas pernafkahannya. Jangan serta merta bangga ketika suami berhasil meningkatkan uang belanja, tapi layak untuk curiga. Apalagi jika suami ¨hanya¨ berstatus pegawai dengan gaji rutin yang bisa dihitung.
Banyak kasus, pegawai atau pejabat korupsi karena dirongrong istri yang tak pernah puas dengan jatah uang bulanan. Apalagi para istri yang selalu memandang ¨rumput tetangga lebih hijau dari rumput rumahnya.¨
Demikian pula para perempuan lajang, jangan mudah terpana dengan kemewahan yang disodorkan kaum Adam. Jangan menjual harga diri dengan begitu mudah, sekadar diiming-imingi hadiah yang mencurigan, sekalipun tanpa pamrih. Hari gini, tidak ada makan siang gratis. Tak ada laki-laki yang begitu royal menggelontorkan harta bendanya jika tanpa maksud tersembunyi. Toh cepat atau lambat, akhirnya terbongkar juga kebusukannya.
Muslimah Zuhud
Tak ada larangan bagi wanita untuk menikmati dunia. Harta adalah salah satu kesenangannya. Mengoleksi baju, tas, sepatu atau rumah mewah tidak diharamkan, selama diperoleh dengan jalan yang diridhoi Allah SWT. Namun ingatlah, harta bukanlah segalanya. Harta tak akan menyelamatkan diri di akhirat jika tidak dimanfaatkan untuk kebajikan.
Dalam hal ini, mari kita meneladani para shahabiyah atau generasi muslimah islam terdahulu. Tak sedikit dari mereka yang berlimpah harta, namun tetap menempatkan ketakwaan di atas segalanya. Bahkan, lebih memilih zuhud dibanding bergelimang harta.
Salah satunya adalah kisah istri Said bin Amir, Gubernur Provinsi Himash di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Suatu ketika, Khalifah Umar meminta delegasi dari Provinsi Himash untuk menuliskan daftar fakir miskin yang berhak diberi bantuan dari kas negara. Umar heran karena terdapat nama Said bin Amir. “Siapa Said bin Amir ini?” tanya Umar. “Gubernur kami,” jawab mereka. “Apakah gubernur kalian fakir?” selidik Umar. Mereka membenarkan, “Demi Allah, kami jadi saksi.” Umar menangis, kemudian memasukkan seribu dinar ke dalam sebuah kantong dan meminta mereka menyerahkannya kepada sang gubernur.
Menerima sekantong uang berisi seribu dinar, Said langsung membaca: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, seolah satu musibah besar menimpanya. Istri gubernur bertanya: “Apa yang terjadi? Apakah Amirul Mukminin wafat?” “Lebih besar dari itu,” jawab Said. “Telah datang dunia kepadaku untuk merusak akhiratku.”
“Bebaskan dirimu dari malapetaka itu,” saran istrinya, tanpa mengetahui bahwa malapetaka itu adalah uang seribu dinar. Said bertanya: “Apakah kamu mau membantuku?” Istrinya mengangguk. Ia meminta istrinya untuk segera membagikan seribu dinar itu untuk fakir miskin, tanpa sisa untuk keluarganya. Sungguh perilaku istri yang layak dipuji. Wallahuálam.

Ekspresi Kasih Sayang


“Suami mah pelit memuji. Nggak ada romantis-romantisnya,” kata Ummu Hafiz dalam sebuah percakapan. Hm, mungkin banyak ibu-ibu yang mengalami hal serupa. Dalam hati membatin, ini suami sebenarnya cinta tidak ya, kok tak pernah mengungkapkan rasa sayangnya.
Sementara, selama ini sudah telanjur teropini bahwa para wanita itu menghendaki pasangan yang romantis, penuh kejutan dan perhatian. Tapi, boro-boro mengatakan “aku mencintaimu” kepada pasangan, tanggal pernikahan saja lupa.
Nah, berdasar sharing dengan beberapa ibu-ibu, disimpulkan bahwa kebanyakan para suami –khususnya suami pengemban dakwah—merasa malu, jaim atau aneh jika harus menunjukkan ekspresi kasih sayangnya secara terbuka pada sang istri. Makanya, kaum istri juga tidak perlu terlalu berangan-angan memiliki suami yang romantis bak dongeng-dongeng Princess.
Sebaliknya, para istri juga seharusnya introspeksi, jangan-jangan selama ini juga tidak pernah menunjukkan rasa sayangnya pada pasangan? Jangan-jangan para suami sebenarnya juga membayangkan mendapatkan istri yang romantis-romantisan?
Ah, sudahlah. Yang jelas, suami atau istri memang harus saling berkasih sayang. Entah diekspresikan secara lugas atau tidak, tergantung kebutuhan, situasi dan kondisi. Tergantung juga pelakunya, karena setiap pribadi unik dengan karakternya masing-masing. Perilaku suka memuji atau romantis itu tidak bisa dipaksakan pada setiap orang. Bahkan akan menjadi tidak pas, bahkan terkesan norak jika ekspresi kasih sayang itu disampaikan dengan cara dibuat-buat dan dalam situasi yang tidak tepat.
Bukannya mendapat respons positif pasangan, kadang malah dicurigai macam-macam. Dinilai negatif, seperti ungkapan ini: “tumben nih suami kok jadi romantis, jangan-jangan nikah lagi.”
Yang pasti, tanpa diucapkan dengan kata-kata, banyak sinyalemen yang menunjukkan bahwa pasangan sejatinya sangat menyayangi Anda. Misalnya, di depan Anda ia tidak pernah memuji, tapi di luar sana ia menceritakan kelebihan-kelebihan Anda dalam hal kepribadian, mengurus rumah tangga dan mendidik anak.
Termasuk di depan mertua Anda, pasangan memuji tanpa sepengetahuan Anda. Bungkamnya pasangan karena menutupi kekurangan-kekurangan Anda di hadapan mertua, kerabat, teman atau kenalan adalah bukti ia menyayangi Anda. Ia tidak ingin aib Anda terkuak.
Selain itu, pemberian izin dan dukungannya pada kegiatan positif Anda, juga bukti kasih sayangnya. Kerelaannya mengorbankan waktu kebersamaan dengan Anda, mengantar-jemput dengan tulus-ikhlas, membantu pengasuhan anak-anak dan pekerjaan rumah tangga, cukup menjadi dorongan moral yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Begitulah, definisi kasih sayang memang tidak eksak. Tak dapat terungkap dengan kata, tapi bisa dibuktikan dengan perbuatan. Maka peliharalan dengan bumbu komunikasi yang hangat dan bersahabat. insya Allah kasih sayang akan semakin melekat.

Selasa, 28 Oktober 2014

Sekulerisme Lahirkan Perempuan Jahat


Mabes Polri menangkap Deden Martakusumah, pengelola situs pornografi online di Bandung. Dari 14 ribu video syur dagangannya, ada yang diperankan anak-anak dan pelajar (Tempo.co.id, 24/2/14). Lalu dari luar negeri diberitakan, Satinah, TKI asal Semarang terancam hukuman mati karena dituduh membunuh. Pemerintah dan donatur sampai harus menyiapkan diyat Rp12 milyar dari permintaan Rp 21 milyar (detik.com, 28/2/14).
Sungguh, kisah-kisah tragis di atas bukan kali ini saja terjadi. Terus berulang. Saking “biasanya”, masyarakat pada akhirnya kehilangan sensitivitas terhadap kondisi seperti itu. Ibu buang bayi dianggap biasa, sehingga tak lagi menghebohkan dunia. Anak (perempuan) beradegan mesum juga banyak, tak lagi menjadi isu nasional. Kasus TKI apalagi, tak lagi menjadi perhatian publik. Seolah semua itu hanya angin lalu, hilang bersama waktu tanpa ada perbaikan di masa selanjutnya. Bulan depan atau tahun depan, akan ada lagi episode-episode seperti di atas, bahkan dalam kasus yang lebih mengenaskan. Sampai kapan kondisi ini akan terus dibiarkan? Apakah tidak ada mekanisme untuk memperbaiki keadaan?
Perempuan
Perempuan mana yang tidak trenyuh membaca berita-berita di atas. Namun, di sisi lain, kejadian tersebut juga atas peran serta perempuan sebagai pelaku aktif tindak kejahatan.
Lalu mengapa perempuan saat ini menjadi begitu kejam, beringas dan bahkan cenderung amoral?
Fakta nelangsa di atas semakin menegaskan realita, betapa anak-anak dan perempuan menjadi korban kebiadaban sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan di dunia ini. Ya, sistem inilah yang bertanggung jawab atas pergeseran karakter perempuan dari sosok yang berakhlak mulia, lemah lembut dan penuh kasih sayang menjadi sosok bak monster. Sistem ini telah melahirkan perempuan berotak jahat dan ratu tega. Bahkan terhadap darah dagingnya sendiri.
Mengapa? Karena sistem ini telah mengubur dalam-dalam nilai-nilai ketuhanan sehingga membuat manusia tidak lagi takut pada Sang Pencipta. Secara individu, banyak perempuan yang tidak terbina dengan nilai-nilai agama dengan sempurna karena otaknya telah dijajah nilai-nilai sekuler yang bertentangan dengan agama itu sendiri. Mereka semakin jauh dari halal-haram, pahala dan dosa.
Perempuan lebih menuhankan materi dan kesenangan duniawi, dibanding sibuk menghambakan diri pada ilahi. Perempuan alpa mengkaji hal-hal syar’i, tapi sibuk mencari eksistensi diri. Akibatnya, hampir tidak ada rasa malu lagi meski berbuat keji.
Sementara secara sistem, negara tidak memiliki mekanisme penjagaan akidah umatnya. Bahkan membiarkan warga negaranya dijajah pemikiran merusak dari sistem kapitalisme seperti: keseteraan dan keadilan gender, gaya hidup hedonis, permisif, free sex, dll. Akibat dijajah pemikiran sekuler, perempuan pun lebih tunduk pada ego pribadinya, sehingga berbuat maksiat pun tidak takut dilaknat.
Negara juga tidak memiliki perangkat hukum yang membuat jera pelaku tindak kejahatan, termasuk penjahat perempuan. Mereka hanya di penjara, dibina dengan bekal ketrampilan seadanya, lalu dibebaskan begitu saja.
Sejarah Kelam
Bila kita menengok sejarah Khilafah Islamiyah yang agung dalam naungan negara Islam, hampir tidak terkabarkan kisah perempuan-perempuan kejam yang tega berbuat di luar batas-batas kemanusiaan. Salah satu kisah mahsyur ada di zaman Rasulullah SAW, tentang seorang perempuan bermaksiat hingga melakukan dosa besar yakni berzina, namun segera bertobat dan meminta hukuman rajam. Hukuman itu pun dijatuhkan setelah Al-Ghomidiyah melahirkan anak, menyusui dan menyapihnya.
Taubat yang menghapuskan dosa zina dan surga balasannya.
Sungguh, sosok Muslimah yang benar-benar takut laknat Allah SWT hingga rela berpisah dengan anak kandungnya demi menebus dosa.
Ini berbeda dengan sejarah kelam penerapan sistem di luar Islam, yakni sistem sekuler, baik kerajaan, republik maupun sejenisnya. Tercatat dalam sejarah, jejak perempuan-perempuan jahat yang bertanggung jawab atas berbagai tindakan keji.
Dalam rilis 10 perempuan paling kejam di dunia misalnya, tersebutlah perempuan-perempuan haus darah. Seperti Queen Mary I, anak tunggal dari Raja Henry VIII and Catherine of Aragon. Ia dijuluki “Bloody Mary” alias Mary Berdarah karena bertanggung jawab atas hukuman gantung orang-orang Protestan. Sebanyak 800 protestan meninggalkan Inggris karena takut digantung.
Ada pula sosok Myra Hindley dan Ian Brady, bertanggung jawab pada “pembunuhan Moors” di kawasan Manchester, Britain pada pertengahan 1960-an. Keduanya bertanggung jawab atas penculikan, pelecehan seksual, penyiksaan dan pembunuhan terhadap tiga anak-anak di bawah usia 12 tahun dan 2 remaja 16 dan 17 tahun.
Lalu Beverly Allitt, lahir 1968, adalah salah satu pembunuh paling terkenal di Inggris. Bekerja sebagai juru rawat pediatrik, ia bertanggung jawab atas tewasnya 4 anak-anak dan luka serius 5 lainnya. Caranya, dengan menyuntikkan insulin atau kalium untuk menghentikan detak jantung dan menyesakkan nafas para korban.
Ada lagi Gunness Belle, hidup 1859-1931. Salah satu pembunuh wanita paling produktif keturunan Norwegia. Ia membunuh suami dan semua anak-anaknya pada masa yang berlainan, teman lelaki dan dua orang anak perempuan, Myrtle dan Lucy. Masih banyak contoh lainnya yang menjadi cermin betapa buruknya perilaku perempuan yang tidak tersentuh akidah Islam.
Memang, peluang untuk berbuat jahat selalu ada di setiap masa, baik pelakunya Muslim maupun non Muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, terciptanya individu yang bertakwa, terjaganya akidah oleh negara dan terwujudnya sistem kehidupan yang menjunjung tinggi akhlak, moral dan kebajikan, semestinya mampu mengeram tindak kejahatan.
Islam memiliki mekanisme untuk mencegah lahirnya perempuan-perempuan (juga laki-laki) untuk menjadi sosok kejam seperti itu. Karena itu, sudah seharusnya sistem sekuler yang hanya melahirkan kejahatan ini diganti dengan sistem Islam.
Khususnya sosok perempuan, mengembalikan khittah mereka pada karakter alaminya yang mulia, yang memiliki naluri kemanusiaan halus dan menjunjung moral. Perempuan yang senantiasa takut pada Sang Pencipta sehingga berusaha lurus dalam segala amalnya.

Bidadari Sorga

Betapa Allah Maha Pengasih dengan segala nikmat dan keindahan yang Dia ciptakan. Allah muliakan sosok yang saat ini justru banyak dihinakan dan direndahkan. Dialah sosok wanita. Betapa Allah memuliakan wanita, karena Allah jua yang menjadikan dia sebaik-baik pemberian di dunia. Syaratnya hanya satu, ia jadi sosok wanita sholihah.
“Tidak ada pemberian yang lebih baik kepada seseorang setelah pemberian Iman kecuali wanita yang sholehah.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda:  
“Harta yg paling baik ialah lisan yg berdzikir, hati yg bersyukur, dan seorang istri yg beriman yang membantu memperkuat keimanan suaminya.” (HR. at-Tirmidzi)
Bersyukurlah bagi para suami yang memiliki istri yang sholihah, yang tidak hanya menyenangkan saat dipandang tapi juga mengantarkan suami dan keluarga pada kemuliaan. Bersyukurlah pula para wanita yngg sudah menjadi pendamping suami terbaik. Semoga Anda menjadi bagian dari yang Allah muliakan.
Hadiah bagi Anda para wanita shalihah tidak lain adalah keindahan Sorga yang didambakan. Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila wanita itu telah melakukan Solat 5 waktu, PUASA pada bulannya, TAAT pada suaminya, menjaga kemaluannya, akan dikatakan kepadanya; masuklah kamu ke dalam SYURGA dari pintu yang kamu sukai.” (HR. Ibn Majah)
Bagi para istri jadilah bidadari sorga untuk suami Anda. Jadikanlah keberadaan Anda tak hanya sebagai pendamping hidup, tapi penawar di kala duka, pelipur di kala lara. Penenang hati saat gundah, penenang jiwa di kala susah. Penguat di kala lemah, pendukung di kala berjalan. Sehingga kemuliaan kan Allah berikan kepada Anda.
Bagi para suami, jadilah suami yang shalih. Binalah istri Anda menjadi istri yang sholihal. Bersyukurlah bila istri Anda begitu sholihah sehingga Anda juga bisa belajar padanya. Muliakanlah dan bahagiakanlah ia. Lindungilah hak-haknya dan penuhilah cinta dan rindunya.
Bagi yang belum mendapat pasangan, bersabarlah, kan ada waktu ketika itu tiba. Pantaskan diri agar mendapat bidadari sorga di dunia. Pantaskan diri agar bisa menjadi bidadari sorga di dunia. Insya Allah, jalan kemudahan itu akan ada. Pada saatnya nanti, kita bisa berujar, inilah “Bidadari Sorgaku” atau akulah “Bidadari Sorgamu.” Semoga.
Semoga saja keindahan bersama bersama istri tercinta dan keluarga menjadikan jalan kebaikan dan pengantar menuju surgaNya. Istriku, engkau adalah “Bidadari Sorgaku…” semoga.
Salam Perubahan

Jilb**bs : Istilah Menyimpang dan Menodai Islam

Belakangan ini lagi rame dibahas di berbagai sosmed (Social Media) tentang istilah JILB**BS. Bahkan di facebook, ada fanpage jilb**bs dengan belasan ribu orang yang ngasih tanda ‘like’. Ada yang pro, tapi banyak juga yang kontra. Jilb**bs berasal dari perpaduan antara kata jilbab dan b**bs (baca: dada wanita). Istilah ini diterapkan bagi perempuan-perempuan berkerudung tapi masih pake baju yang ketat plus majang aurat. Gak tanggung-tanggung, dandanan orang yang dicap jilb**bs itu hampir mempertontonkan semua aurat perempuan. Bagian-bagian tubuh yang seharusnya disamarkan, ini malah dijadiin tontonan gratisan. Bukan cuma menyalahi aturan berhijab, tapi juga mengaburkan arti jilbab yang sebenarnya.
Walaupun istilah jilb**bs atau jilbabe dipake dengan nada ‘menyindir’, tapi hal itu adalah salah jika memadukan istilah syar’i dengan istilah asing yang berkonotasi negatif. Kata b**bs atau babe, punya artian yang negatif di masyarakat. Sedangkan jilbab itu sendiri bersal dari Bahasa Arab yang jamaknya jalaabiib yang berarti pakaian yang lapang dan luas. Di Al-Qur’an sendiri udah jelas Allah SWT berfiman dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 yang artinya :
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak- anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Jadi jelas kan, kalo jilbab itu sejenis baju kurung yang menjulur ke seluruh tubuh. Selain memenuhi syarat pakan yang syar’i, jilbab juga bisa melindungi aurat perempuan. Ayat ini perintah Allah loh, maka hukumnya wajib bagi setiap muslim menyempurnakan pakaiannya sesuai sama yang diperintahkan dan dicontohkan. Jilbab sendiri, baru pakaiannya aja. Penutup kepala yaitu khimar, yang perintahnya tertera dalam QS. An-Nur ayat 31, atau yang bisa kita sebut kerudung juga punya syarat tertentu.
Khimar atau kerudung adalah apa yang dapat menutupi kepala, leher dan dada tanpa menutupi muka (Al-Baghdadiy, 1991)
Dari sini kita bisa ngerti apa itu jilbab dan tahu alasan kenapa kita gak boleh mencampur-baurkan istilah jilbab dengan istilah-istilah asing yang berkonotasi negatif. Menyebutkan jilbab kemudian digandengkan dengan kata kotor, untuk membelokkan maksudnya kepada maksud lain yang buruk justru merendahkan syara itu sendiri. Bahkan bisa jadi merupakan pelecehan terhadap syariah Islam.
Walau bisa jadi istilah jilb**bs dipakai untuk mengingatkan/mendakwahi sesama muslim yang belum mengerti dan menerima betul perintah Allah tentang menutup aurat, tapi bukan berarti memplesetkan istilah Syara’ dong. Alih-alih mengharapkan pahala bisa jadi malah dapet dosa. Berdakwah itu bukan cuma bermodal semangat dan motivasi yang tinggi, tapi juga paham ilmunya secara luas dan mendalam.
Menampikan istilah jilb**bs bukan berarti mengadu domba kaum muslim dan menyudutkan mereka yang ‘masih belajar’ berhijab. Tapi justru ngasih pencerahan plus pemahaman yang benar tentang gimana hijab yang syar’i itu. Memilih Islam sebagai agama, berarti harus siang dong sama konsekuensi yang ada, termasuk menerima dan menjalankan aturan Allah SWT, tanpa tapi, tanpa nanti.

Senin, 27 Oktober 2014

Pro Kontra PP Aborsi

Presiden SBY menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Pada tanggal 21 Juli lalu. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan.
Pelegalan aborsi tersebut mengacu pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36/2009, khususnya pasal 75 ayat (1) yang ditegaskan, bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis, dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
“Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab,” bunyi pasal 35 ayat (1) PP ini.
Praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab itu, menurut PP ini, meliputi: a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; b. dilakukan difasilitasi kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e. tidak diskriminatif; dan f. tidak mengutamakan imbalan materi.
Peraturan Pemerintah ini mendapat pertentangan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti mengatakan PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap PP tersebut. Menurutnya, PP ini akan sangat mungkin dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Perempuan yang melakukan seks bebas akan sangat mungkin mengaku diperkosa sehingga menuntut dilakukannya upaya aborsi.
Anggota Komisi IX DPR, Indra mengatakan, DPR akan memanggil kementerian kesehatan terkait aturan ini. Anggota komisi IX DPR tersebut mengkhawatirkan kalau aborsi atas nama perkosaan diperbolehkan nanti bisa menjadi pintu lain untuk melakukan aborsi legal.
Ya, PP ini memberikan peluang kepada orang yang tidak bertangguang jawab untuk melakukan tindak aborsi, dengan dalih aborsi telah dilegalkan.
Sementara Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menyatakan, aborsi tetap merupakan praktik terlarang berdasarkan undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menurut dia tetap membatasi bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan.
Menkes menyatakan bahwa masalah aborsi ini telah dibahas selama 5 tahun. Baik Undang-Undang maupun PP mengatakan, aborsi dilarang, kecuali untuk dua keadaan, (yakni) gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan. Dia menegaskan, PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Nafsiah mengatakan, kondisi perlunya aborsi untuk kasus darurat medis mensyaratkan pembuktian dari tim ahli. Adapun dalam kasus pemerkosaan, kata dia, usia janin pun tak boleh lebih dari 40 hari, terhitung sejak hari pertama dari haid terakhir.
Kementerian Kesehatan, kata Nafsiah, akan menyiapkan peraturan menteri kesehatan untuk menyediakan tim ahli yang dipersyaratkan untuk persetujuan aborsi dalam kasus darurat medis. Targetnya, menurut dia, peraturan tersebut akan rampung sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir.
Menurut Nafsiah, Kementerian Kesehatan juga akan menggelar pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk bisa memberikan konseling secara tepat.
Sementara itu, Nafsiah mengaku belum tahu bahwa ada penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas penerbitan PP Nomor 61 Tahun 2014.
Anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati mengakui memang ada kekhawatiran PP nomor 61 tahun 2014 tentang aborsi disalahgunakan bagi kehamilan di luar nikah.
Okky pun menekankan, PP Aborsi hendaknya dibaca secara menyeluruh dan dilihat payung hukum UU Kesehatan, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga. Dikatakannya pula, ketika mendengar kata “aborsi” maka yang terlintas adalah kehamilan di luar nikah. Padahal, lanjut dia, PP itu justru melindungi kualitas hidup perempuan karena di antaranya akibat korban perkosaan. Mengingat, saat-saat ini banyak perempuan korban pelecehan seksual.
Aborsi, Fenomena Gunung Es
Aborsi merupakan fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sedikit namun jumlah kasus yang sebenarnya sangat banyak. Data BKKBN menyebutkan bahwa kasus aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa setiap tahunnya. Artinya 2,4 juta jumlah nyawa bayi tak berdosa dibunuh setiap tahun di Indonesia.
Data di atas sangat mungkin akan membengkak ketika aborsi menjadi legal dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 61 tahun 2014 ini, meski dengan dalih darurat medis dan korban perkosaan, Karena sangat mungkin terjadi penyelewengan sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah.
Kasus aborsi semakin mencolok di kota-kota besar. Yang paling mencengangkan adalah lebih dari separuh pelaku aborsi adalah anak di bawah umur. Anak-anak ini baru berumur kurang dari 18 tahun. Praktik aborsi yang paling dominan, sekitar dilakukan 37 persen pelakunya adalah dengan cara kuret atau pembersihan rahim, 25 persen melalui oral dengan meminum pil tertentu dan pijatan, 13 persen dengan cara suntik, dan 8 persen dengan cara memasukkan benda asing ke dalam rahim. Selain itu juga ada cara jamu dan akupuntur.
Melonjaknya angka abrosi, terutama yang melibatkan anak-anak di bawah umur tak bisa dilepaskan dari maraknya tayangan yang berbau pornografi. Dengan tayangan ini, anak-anak teransang untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah. Akibat dari perbuatan ini si anak perempuan akhirnya hamil di luar nikah. Jika sudah demikian, untuk menutupi aib tersebut, aborsi kemudian dianggap solusi.
Data Komnas PA menyebut maraknya tayangan pornografi ini, diperkirakan ada sekitar 83,7 persen anak kelas IV dan V sudah kecanduan nonton film biru. Survey lain menyebut 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan, 21,2 persen remaja putri di tingkat SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60 persen diantaranya berusaha aborsi.
Aborsi merupakan problem yang lahir dari penerapan sistem kehidupan kapitalistik. Aborsi tumbuh subur dalam Sistem yang membiarkan seks bebas merajalela, bahkan difasilitasi.
Dalam Negara kapitalistik, sarana-sarana yang menghasilkan keuntungan ekonomi, apapun itu, akan dibiarkan dan dilindungi, meski sarana-sarana tersebut merusak generasi masa depan. Sarana yang merangsang, seperti tayangan-tayangan seks, buku-buku dan majalah-majalah seks, sinetron-sinetron percintaan, film-film impor yang sarat dengan seks dibiarkan menyerang dan membunuh karakter generasi pemimpin bangsa ini. Terlebih lagi, negara memfasilitasi alternatif pemenuhan seks yang bisa diakses oleh masyarakat. Sebut saja lokalisasi perzinahan dilegalkan di beberapa daerah, pemberian ijin pembangunan dan beroperasinya tempat-tempat maksiyat seperti diskotik, klub malam, pub, bar, cafe, hotel-hotel yang menyediakan fasilitas kemaksyiatan. Na’udzubillah.
Dalam kehidupan kapitalistik, pelaku seks bebas (perzinahan) tidak diberikan hukuman. Pelaku seks bebas yang kemudian hamil, dimana kehamilannya tidak dikehendaki, untuk menutupi aib maka aborsi menjadi pilihan. Pelaku seks bebas tersebut akan sangat bisa mengaku diperkosa agar tindakan aborsi bagi dirinya menjadi legal.
Ketika para pelaku seks bebas dan pelaku aborsi tidak dikenai sanksi, mereka akan semakin keranjingan seks bebas karena jika hamil toh mudah untuk melakukan aborsi.
Hal lain yang berkontribusi terhadap maraknya kasus aborsi dan seks bebas adalah adanya kebijakan tekanan kekuatan internasional seperti dalam konvensi kependudukan kesehatan reproduksi, Hak Asasi Manusia, dan sebagainya.
Inilah gaya kapitalis sesungguhnya, membiarkan aborsi menjadi bagian dari budaya bangsa ini. Jika aborsi tetap dibiarkan apalagi dilegalkan, apa jadinya bangsa ini ke depannya? Mau dibawa kemana negeri ini?
Tegakkan Khilafah
Menghilangkan fenomena seks bebas dan aborsi dari kehidupan saat ini adalah suatu hal yang mustahil jika sistem kapitalisme tetap dibiarkan tegak. Oleh karena itu, solusi yang harus dilakukan adalah mengganti sistem kapitalisme yang rusak dan merusak dengan sistem yang akan memanusiakan manusia. Sistem yang memanusiakan manusia adalah sistem yang berasal dari Pencipta manusia, Allah SWT, yaitu Sistem Islam yang telah terbukti keampuhannya dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan.
Penerapan Sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan mengeliminasi setiap pemikiran yang rusak dan merusak seperti halnya paradigma yang mendasari munculnya seks bebas dan aborsi yaitu liberalisme dan sekularisme.
Hanya saja, penerapan sistem Islam memerlukan upaya yang keras dari kaum muslim untuk menyadarkan umat tentang urgensi penerapan Sistem Islam dalam bingkai Negara, yaitu Negara Khilafah Islamiyah. Karena hanya Negara Khilafah Islamiyah saja yang akan mampu menggerus setiap pemikiran yang rusak dan merusak, memberikan sanksi bagi para pelaku seks bebas dan aborsi serta bagi pihak-pihak yang berkontribusi terhadap munculnya seks bebas dan aborsi. Negara Khilafah akan menghilangkan sarana yang akan merangsang, menerapkan UU yang akan melibas tuntas seks bebas dan aborsi, menerapkan sanksi yang tegas, dan membebaskan diri dari tekanan global.
Maka, tegaknya Khilafah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Terlebih lagi, menegakkan Khilafah merupakan kewajiban kaum muslim. Wallahu a‘lam.[]Oleh : Lilis Holisah (Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten)

Inilah 10 Manfaat Bagi Wanita yang Berhijab


Seorang wanita merupakan sebuah kewajiban untuk menutup aurat. Dengan menggunakan hijab (Jilbab dan Kerudung), aurat seorang wanita akan tertutup. Maka dari itu, mau atau pun tidak mau kita harus menggunakan hijab. Kalau pun awalnya kita merasa terpaksa, tapi hal itu akan terbiasa bila kita rutin menggunakannya.
Allah SWT memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya. Begitu pula dengan penggunaan hijab ini. Terdapat 10 keuntungan bagi seorang wanita yang mengenakan hijab, di antaranya:
  1. Rambut muslimah yang berhijab terlindung dari sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi. Sehingga ketika hijabnya dibuka, rambutnya tampak selalu bersinar. Rambut indahnya hanya diperlihatkan untuk orang-orang yang berhak melihatnya.
  2. Terjaga dari pandangan pria nakal. Muslimah yang berhijab tidak mengumbar tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Oleh karena itu, pria pun terbatas memandangnya.
  3. Pria segan menggoda apalagi melecehkan. Biasanya, pria segan mendekati apalagi menggoda wanita berhijab, kecuali kalau peluang itu diciptakan oleh wanita itu sendiri.
  4. Termotivasi untuk terus menuntut ilmu dan mengamalkannya. Muslimah yang berhijab merasa dirinya menjadi alat ukur kebaikan dan kesuksesan. Tuntutan ini sangat bagus karena memacu dirinya untuk senantiasa berlomba meraih prestasi, kebaikan, dan sekuat mungkin menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat mencemarkan nama baik Islam oleh perbuatan dosa dan tercela.
  5. Terjaga kehormatannya. Wanita berhijab akan selalu menjaga kehormatannya seiring dengan ilmu yang dimilikinya. Karena mereka mengetahui dan dapat membedakan perilaku yang harus dilakukan dengan perilaku yang harus dihindari. Wanita berhijab dan berilmu merasa selalu diawasi Allah dari segala kemaksiatan.
  6. Jika Anda tergesa-gesa harus keluar rumah dalam keperluan mendadak, darurat dan Anda tidak sempat sama sekali buat mendandani wajah maka menggunakan kerudung instan terbuat dari kaos itu solusi terbaik. Ini berlaku juga saat ada tamu dan kita perlu cepat-cepat untuk membukakan pintu.
  7. Jika Anda ingin memberikan asi pada bayi Anda di tempat umum (bagi yang menikah), Insya Allah dengan kerudung Anda dengan bebas bisa memberikannya di tempat umum karena aurat Anda tetap tertutup.
  8. Jika Anda memiliki kelemahan dari rambut, hijab sebagai pentup aib tersebut. Anda tetap percaya diri dan beraktivitas penuh semangat.
  9. Terhindar dari godaan untuk bersikap centil dan tidak sopan, biasanya jilbab bisa jadi alat kontrol kepribadian wanita yang menggunakannya.
  10. Sangat dihormati dan dihargai lawan jenis disekitar Anda, laki-laki merasa segan dan malu untuk mengganggu Anda.

Kritik Kesalahan Jilboobs, Inilah Seharusnya Muslimah Berpakaian


Di tengah booming busana Muslimah, muncui fenomena jilboobs yang kini sedang menjadi perbincangan. Istilah tersebut dipopulerkan sebuah akun media sosial. Kata-kata itu merupakan gabungan kata jilbab dan boobs yang diartikan (maaf) payudara. Jadi, jilboobs adalah julukan untuk perempuan yang menutup aurat tetapi berpakaian super ketat, terutama bagian dadanya yang menonjol.
Foto-foto candid para jilboobers itu sendiri, ada di blog sejak 2009 dan nangkring di Facebook sejak Januari 2014. Kini, di twitter juga ada beberapa akun sejenis.
Nah, foto-foto Muslimah berpakaian ketat ini dipajang sehingga menimbulkan komentar pro dan kontra. Tentu saja, melihat foto Muslimah berkerudung lalu dadanya nyeplak, perutnya nongol atau pantatnya ngintip, muncullah komentar- komentar bernada mesum. Miris. Para Muslimah menjadi bahan olok-olok, dinilai perempuan bermoral buruk. Duh, miris!
Korban Latah
Sejatinya kita menghargai upaya para Muslimah yang belakangan ini rame-rame menutup aurat. Walaupun banyak – sekali yang cara menutup auratnya belum benar, boleh jadi, itulah “proses” mereka untuk berusaha menjalankan syariat agama.
Sayangnya, niat itu tidak dibarengi ilmu. Mereka tampaknya hanya sayup- sayup mengerti bahwa menutup aurat itu wajib bagi Muslimah, tapi tidak mendalami dan mengkaji serius bagaimana tata cara menutup aurat yang benar kepada ahlinya. Mereka absen mengaji.
Justru mereka merujuk cara berhijab pada desainer, fashionista, atau artis, bukan pada ahli agama, ustazah atau daiyah. Buktinya, akun-akun media sosial para artis, desainer atau hijaber itu memiliki ribuan, puluhan ribu dan bahkan jutaan follower. Para orang top itu menjadi inspirasi dalam bergaya dan berbusana. Padahal sebagian orang terkenal itu masih mengenakan busana lamanya yang antilonggar. Akibatnya, mereka menutup aurat sekadar ikut- ikutan. Para Muslimah yang baru mengenal hijab pun, trial and error. Habis-habisan berusaha meniru gaya mereka.
Di sisi lain, pola pikir mereka masih disetir pemahaman sekuler-kapitalis. Mereka terjajah pemikiran bahwa “berbusana harus terlihat trendy, up to date dan menonjolkan kecantikan.” Khas pemikiran ideologi sekuler-liberal dalam mendefinisikan apa itu busana, penampilan dan kecantikan.
Para jilboobs itu, berusaha keras tidak ketinggalan mode busana apapun yang sedang trend, padahal juga ingin menutup aurat. Akhirnya dikombinasikanlah pakaian ala sekuler dengan kerudung penutup kepala. Sebab, dalam hati kecilnya, mereka tidak rela 100 persen meninggalkan pakaian sekulernya seperti jeans, legging, tank top, dress dan sejenisnya.
Jadilah seorang Muslimah memakai celana pensil dipadu t-shirt, lalu kepala dibungkus kerudung. Ada pula yang memakai tank top, manset tangan, rok mini dipadu legging, lalu dibungkus rambutnya dengan turban.Yang lain pakai dress kutung bahan nyeplak, tambah blazer ketat di tangan, dipadu jeans belel dan rambut dibungkus selendang lilit leher. Tentu saja cara seperti itu belum memenuhi kaidah busana syar’i. Sayangnya, mereka tidak menyadari kekeliruan tersebut. Bahkan, merasa tetap keren, moderen dan up to date.
Haram Antilonggar
Fenomena jilboobs mudah- mudahan menjadi otokritik bagi para Muslimah itu sendiri.Tanggapan berbagai pihak, semoga didengar para Muslimah yang dicap jilboobs tersebut. Kemudian, tentu saja, mereka rame-rame membetulkan cara berbusananya. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan penilaian tentang keharaman jilboobs.
Para Muslimah yang berpakaian tapi masih ketat harus menyadari bahwa cara seperti itu telah mengundang pelecehan terhadap busana Muslimah khususnya, perempuan Muslimah umumnya dan bahkan pelecehan terhadap Islam itu sendiri. Cara berpakaian ketat sama sekali bukan ajaran Islam, bahkan bertentangan dengan Islam. Cara berpakaian pressbody itu adalah ajaran sekuler, karena sekali lagi, pakaian bagi mereka adalah identitas untuk menonjolkan bagian tubuh.
Lihat saja bagaimana desainer-desainer kondang atau figur publik di pusat mode dunia Barat – yang kemudian ditiru industri fashion Indonesia-, selalu mendesain busana yang pas badan. Tidak boleh longgar satu milimeter pun. Makin pas badan, makin mahal dan makin keren.
Bahkan belakangan ini sedang trend busana transparan-kalau tidak boleh disebut telanjang—yang dikenakan para selebriti dan sosialita dunia Barat. Anggota tubuh paling privat pun bahkan dibiarkan ngintip di sela-sela busananya. Makin kelihatan, makin menarik perhatian.
Sebaliknya, dalam Islam, pakaian haruslah antiketat alias longgar, antitransparan alias tidak tipis, sederhana, tidak tabaruj dan tidak menarik perhatian. Sebab, pakaian adalah identitas ketakwaan, penutup bagian tubuh yang sejatinya memalukan.
Hijab Syar’i
Munculnya jilboobs menunjukkan pentingnya sebuah “keseragaman” dalam mendefinisikan apa itu pakaian Muslimah yang syar’i. Apa itu hijab, jilbab dan kerudung (khimar). Sebab, ternyata kriteria pakaian Muslimah yang terlalu umum seperti: tidak ketat dan tidak transparan, bisa diterjemahkan beragam rupa. Akibatnya, tampilan busana Muslimah muncul dengan 1001 macam gaya. Terkadang malah terkesan lebay, nyeleneh dan bahkan menjijikkan.
Nah, “keseragaman” itu sebenarnya sudah dirancang oleh Allah SWT, Dzat Yang Maha Tahu pakaian seperti apa untuk kebaikan manusia. Allah SWT memerintahkan Muslimah untuk mengenakan hijab yang sempurna yaitu: jilbab (QS: Al Ahzab 59), khimar (QS AnNur 23) dan tidak tabaruj (QS: Al Ahzab 33)
Desain basic busana Muslimah adalah: pertama, jilbab, yakni pakaian yang terulur ke seluruh tubuh, longgar tanpa potongan dan menutup hingga ke dasar kaki. Nah, kalau tubuh sudah ditutup jilbab longgar tanpa terputus dari pundak sampai tanah bak terowongan ini, niscaya bagian tubuh yang menonjol-menonjol tidak akan terekspos.
Kedua, khimar, yakni kerudung penutup kepala sampai juyub (bukaan baju di bagian dada); Kerudung ini bukan pembungkus kepala atau pembungkus rambut, tapi penutup kepala yang diulurkan sampai dada. Khimar juga bukan pengganti rambut yang bisa dimodal-model agar tampak menawan. Nanti jatuhnya tabaruj.
Ketiga, tidak tabaruj. Yakni, tidak menonjolkan kecantikan sehingga menarik perhatian. Dan perlu diperhatikan, sebelum mengenakan jilbab dan khimar, pakaian rumah (mihnah), tetap dikenakan. Jadi, jilbab adalah pakaian luar yang melapisi pakaian rumah. Nah, kalau basic-nya tetap syar’i, soal model, warna, motif dan desainnya tidak jadi masalah. Islam tidak kaku dan tidak melarang kreativitas Muslimah untuk menata busananya seindah dan senyaman mungkin. Yang penting, tidak diniatkan untuk menarik perhatian. Apalagi menginspirasi pelecehan.
Berhijab dengan jilbab dan khimar syar’i, mampu menutup bagian-bagian seksi perempuan dengan sempurna. Dan, kewajiban ini harus segera ditunaikan tanpa alasan, tanpa penundaan. Tidak pula karena alasan sedang berproses metamorfose, dari pakaian sekuler yang nyaris telanjang, jadi pakaian serba tertutup yang lebih sopan, meningkat lagi jadi jilboobs dulu, baru hijab syar’i. Tidak! Tak ada toleransi dalam menjalankan syariat Islam. Apakah kewajiban shalat yang kita terima juga kita lakukan dengan bertahap dan berproses? Tidak, bukan? Dengan begitu, semoga tidak ada lagi Muslimah yang berpakaian ala jilboobs.