Selasa, 04 November 2014

Kapitalisme-Liberalisme Pembunuh Rakyat, Sekularisme-Demokrasi Penipu Rakyat (4)

Catatan Bidang Sosial dan Budaya
Aborsi, HIV/AIDS dan Seks Bebas
Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah dokter Hartono Hadisaputro SpOG menyatakan di Indonesia diperkirakan terdapat 2,5 juta kasus aborsi setiap tahunnya. Itu artinya diperkirakan ada 6.944 s/d 7.000 wanita melakukan praktik aborsi dalam setiap harinya.
Praktek aborsi semakin meningkat beriringan dengan prilaku seks bebas yang juga semakin menjadi – jadi, dimana prilaku seks bebas dipicu oleh budaya hedonisme-liberal. Semakin menjadi aneh ketika baru baru ini pada tanggal Tanggal 1-7 Desember Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan Kementerian Kesehatan disebutkan dalam Pekan Kondom Nasional (PKN) akan membagikan kondom secara gratis pada acara tersebut yang justru memfasilitasi prilaku seks bebas sebagai biang dari praktek aborsi dan tersebarnya virus HIV/AIDS.
Kriminalitas, Tawuran, dan Kekerasan di kalangan remaja Geliat dunia remaja yang berjumlah 63,4 juta atau sekitar 26,7 persen dari total penduduk Indonesia kian banyak menyita perhatian media. Sayangnya, kabar dari dunia remaja yang mengisi headlinemedia massa justeru didominasi oleh berita miring dan negatif. Kasus kenakalan remaja—yang mengarah pada kriminalitas remaja—dengan berbagai bentuknya tak henti-hentinya menjadi trending topik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sudah separah itukah kondisi remaja saat ini? Beberapa waktu terakhir, terjadi beberapa pembunuhan yang dilakukan kalangan remaja di Kabupaten Sleman, DIY.
Terakhir, pembunuhan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilakukan tiga remaja di bawah umur di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Mereka adalah siswa SMP dan SMA. Sebelumnya, pada April lalu terungkap kasus pemerkosaan dan pembakaran siswi SMK YPPK Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, yang dilakukan tujuh orang. Empat di antaranya masih tergolong di bawah umur. Fakta kekerasan dan tindak asusila bahkan terjadi di perguruan tinggi, seperti yang ramai diberitakan di media media nasional telah terjadi tindakan kekerasan dan asusila dalam kegiatan OSPEK yang dilakukan oleh mahasiswa senior jurusan planologi ITN kepada para juniornya dan parahnya pihak rektorat ITN memang mengetahui pelaksanaan kegiatan tersebut namun terkesan angkuh tak mau dianggap bersalah sekalipun kegiatan OSPEK yang berujung pada meninggalnya mahasiswa junior bernama fikri.
Sepanjang tahun 2013 tercatat Sebanyak 19 pelajar tewas sia-sia dalam tawuran antar pelajar di Indonesia. Belasan pelajar itu menjadi korban dari 229 kasus tawuran yang terjadi sepanjang Januari hingga Oktober 2013. Jumlah ini hanya yang diketahui dan belum ditambah dengan jumlah pelajar yang terluka dan dirawat di rumah sakit akibat kekerasan antar sesama pelajar. Demikian data yang dihimpun Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus tawuran yang terjadi sepanjang 2013 meningkat secara drastis dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 128 kasus tawuran. Hal ini menurutnya merupakan indikasi yang membuktikan gagalnya sistem perlindungan terhadap anak di Indonesia. “Banyak pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh negara kita, sehingga anak-anak terus menerus menjadi korban maupun pelaku,” kata Arist dalam konferensi pers di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (Suara Pembaruan.com – 20/11).
Catatan Bidang Pertahanan dan Keamanan
Konflik Horizontal akibat Perampasan Hak Rakyat, Negara Pemicu Disintegrasi
Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) menyebutkan dalam tiga tahun terakhir terdapat 91.968 orang dari 315 komunitas adat di Indonesia menjadi korban dalam konflik sumberdaya alam dan pertanahan. “Konflik berlangsung di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi dengan jumlah konflik mencapai 232 kasus,” kata Direktur Huma, Andiko Sutan Mancayo, dalam peluncuran sekolah rakyat dan pendampingan hukum di kampus Universitas Bengkulu, Senin (28/10/2013), seperti dilansir kompas.com. Andiko melanjutkan, Huma juga melaporkan konflik sektor perkebunan merupakan konflik terbanyak, disusul kehutanan dan pertambangan. Konflik perkebunan terjadi 119 kasus dengan luasan 415 ribu hektare, sementara konflik kehutanan terjadi 72 kasus dengan hampir 1.3 juta hektare di 17 provinsi dan konflik pertambangan 17 kasus dengan luasan mencapai 30.000 hektare.
Sering terjadinya tindak kekerasan selama kasus berjalan dan negara justru menjadi pelanggar terbesar dengan keterlibatan mencapai 45 persen, instansi bisnis 36 persen dan individu berpengaruh sebanyak 10 persen. Terdapat tujuh provinsi terbanyak mengalami konflik yakni Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan artinya bahwa ketidakbecusan dan kesewenang-wenangan pemerintah yang berkomplot dengan pihak swasta teruatama pihak asing untuk merampas Sumber Daya Alam (SDA) dan lahan yang sejatinya milik rakyat menjadi pemicu terjadinya konflik horizontal dan pada tataran ekstrem rakyat yang terpinggirkan dari daerahnya akan memicu disintegrasi yang didesign dan didukung oleh pihak asing karena tentu negara negara kapital asing takkan mau melepas Sumber Daya Alam Indonesia.
Penyadapan Pemerintah AS dan Australia, Pemerintah Indonesia Mandul dan Tak Punya Kemaluan Setelah sebelumnya Sydney Morning Herald, sebuah harian di Australia, pada 29 Oktober 2013 lalu melansir berita berjudul “US spying on our neighbours through embassies”. Diberitakan, Amerika Serikat menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedubes AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara, ternyata presiden SBY telah lama pula menjadi target penyadapan Badan Intelijen Australia (DSD). Bukan hanya SBY, tapi juga Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres, Menko Perekonomian, Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, mantan Menkeu RI yang kini menjabat Direktur Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati, dan mantan Menpora Andi Mallarangeng turut disadap. Penyadapan itu dilakukan terhadap ponsel Nokia E-90-1 yang digunakan Presiden SBY dan Ani Yudhoyono, serta BlackBerry Bold 9000 yang dipakai Wakil Presiden Boediono. Berbagai pembicaraan para pejabat Indonesia termasuk Presiden SBY termasuk yang selama ini disadap Sebagaimana diungkap harian Inggris The Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald (18/11).
Penyadapan seperti itu jelas sebuah pengkhianatan dan tindakan yang tidak dapat diterima. Apalagi Australia sebelumnya juga telah terlibat dalam invasi terhadap Afghanistan dan Irak yang dilakukan oleh AS dan sekutunya. Sementara atas tindakan itu, pemerintah Australia melalui PM Tony Abbot menolak untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Namun sayangnya pemerintah Indonesia tak mampu bersikap tegas menempatkan AS dan Australia sebagai musuh. Dakwah KAMPUS

Kapitalisme-Liberalisme Pembunuh Rakyat, Sekularisme-Demokrasi Penipu Rakyat (3)

Catatan Bidang Sosial dan Budaya
Aborsi, HIV/AIDS dan Seks Bebas
Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jawa Tengah dokter Hartono Hadisaputro SpOG menyatakan di Indonesia diperkirakan terdapat 2,5 juta kasus aborsi setiap tahunnya. Itu artinya diperkirakan ada 6.944 s/d 7.000 wanita melakukan praktik aborsi dalam setiap harinya.
Praktek aborsi semakin meningkat beriringan dengan prilaku seks bebas yang juga semakin menjadi – jadi, dimana prilaku seks bebas dipicu oleh budaya hedonisme-liberal. Semakin menjadi aneh ketika baru baru ini pada tanggal Tanggal 1-7 Desember Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) bersama DKT Indonesia dan Kementerian Kesehatan disebutkan dalam Pekan Kondom Nasional (PKN) akan membagikan kondom secara gratis pada acara tersebut yang justru memfasilitasi prilaku seks bebas sebagai biang dari praktek aborsi dan tersebarnya virus HIV/AIDS.
Kriminalitas, Tawuran, dan Kekerasan di kalangan remaja Geliat dunia remaja yang berjumlah 63,4 juta atau sekitar 26,7 persen dari total penduduk Indonesia kian banyak menyita perhatian media. Sayangnya, kabar dari dunia remaja yang mengisi headlinemedia massa justeru didominasi oleh berita miring dan negatif. Kasus kenakalan remaja—yang mengarah pada kriminalitas remaja—dengan berbagai bentuknya tak henti-hentinya menjadi trending topik, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Sudah separah itukah kondisi remaja saat ini? Beberapa waktu terakhir, terjadi beberapa pembunuhan yang dilakukan kalangan remaja di Kabupaten Sleman, DIY.
Terakhir, pembunuhan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dilakukan tiga remaja di bawah umur di Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman. Mereka adalah siswa SMP dan SMA. Sebelumnya, pada April lalu terungkap kasus pemerkosaan dan pembakaran siswi SMK YPPK Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, yang dilakukan tujuh orang. Empat di antaranya masih tergolong di bawah umur. Fakta kekerasan dan tindak asusila bahkan terjadi di perguruan tinggi, seperti yang ramai diberitakan di media media nasional telah terjadi tindakan kekerasan dan asusila dalam kegiatan OSPEK yang dilakukan oleh mahasiswa senior jurusan planologi ITN kepada para juniornya dan parahnya pihak rektorat ITN memang mengetahui pelaksanaan kegiatan tersebut namun terkesan angkuh tak mau dianggap bersalah sekalipun kegiatan OSPEK yang berujung pada meninggalnya mahasiswa junior bernama fikri.
Sepanjang tahun 2013 tercatat Sebanyak 19 pelajar tewas sia-sia dalam tawuran antar pelajar di Indonesia. Belasan pelajar itu menjadi korban dari 229 kasus tawuran yang terjadi sepanjang Januari hingga Oktober 2013. Jumlah ini hanya yang diketahui dan belum ditambah dengan jumlah pelajar yang terluka dan dirawat di rumah sakit akibat kekerasan antar sesama pelajar. Demikian data yang dihimpun Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyatakan, kasus tawuran yang terjadi sepanjang 2013 meningkat secara drastis dari tahun sebelumnya yang hanya sekitar 128 kasus tawuran. Hal ini menurutnya merupakan indikasi yang membuktikan gagalnya sistem perlindungan terhadap anak di Indonesia. “Banyak pembiaran-pembiaran yang dilakukan oleh negara kita, sehingga anak-anak terus menerus menjadi korban maupun pelaku,” kata Arist dalam konferensi pers di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (Suara Pembaruan.com – 20/11).
Catatan Bidang Pertahanan dan Keamanan
Konflik Horizontal akibat Perampasan Hak Rakyat, Negara Pemicu Disintegrasi
Perkumpulan untuk Pembaruan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma) menyebutkan dalam tiga tahun terakhir terdapat 91.968 orang dari 315 komunitas adat di Indonesia menjadi korban dalam konflik sumberdaya alam dan pertanahan. “Konflik berlangsung di 98 kota/kabupaten di 22 provinsi dengan jumlah konflik mencapai 232 kasus,” kata Direktur Huma, Andiko Sutan Mancayo, dalam peluncuran sekolah rakyat dan pendampingan hukum di kampus Universitas Bengkulu, Senin (28/10/2013), seperti dilansir kompas.com. Andiko melanjutkan, Huma juga melaporkan konflik sektor perkebunan merupakan konflik terbanyak, disusul kehutanan dan pertambangan. Konflik perkebunan terjadi 119 kasus dengan luasan 415 ribu hektare, sementara konflik kehutanan terjadi 72 kasus dengan hampir 1.3 juta hektare di 17 provinsi dan konflik pertambangan 17 kasus dengan luasan mencapai 30.000 hektare.
Sering terjadinya tindak kekerasan selama kasus berjalan dan negara justru menjadi pelanggar terbesar dengan keterlibatan mencapai 45 persen, instansi bisnis 36 persen dan individu berpengaruh sebanyak 10 persen. Terdapat tujuh provinsi terbanyak mengalami konflik yakni Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan artinya bahwa ketidakbecusan dan kesewenang-wenangan pemerintah yang berkomplot dengan pihak swasta teruatama pihak asing untuk merampas Sumber Daya Alam (SDA) dan lahan yang sejatinya milik rakyat menjadi pemicu terjadinya konflik horizontal dan pada tataran ekstrem rakyat yang terpinggirkan dari daerahnya akan memicu disintegrasi yang didesign dan didukung oleh pihak asing karena tentu negara negara kapital asing takkan mau melepas Sumber Daya Alam Indonesia.
Penyadapan Pemerintah AS dan Australia, Pemerintah Indonesia Mandul dan Tak Punya Kemaluan Setelah sebelumnya Sydney Morning Herald, sebuah harian di Australia, pada 29 Oktober 2013 lalu melansir berita berjudul “US spying on our neighbours through embassies”. Diberitakan, Amerika Serikat menyadap telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedubes AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara, ternyata presiden SBY telah lama pula menjadi target penyadapan Badan Intelijen Australia (DSD). Bukan hanya SBY, tapi juga Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wapres, Menko Perekonomian, Dubes RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal, mantan Menkeu RI yang kini menjabat Direktur Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati, dan mantan Menpora Andi Mallarangeng turut disadap. Penyadapan itu dilakukan terhadap ponsel Nokia E-90-1 yang digunakan Presiden SBY dan Ani Yudhoyono, serta BlackBerry Bold 9000 yang dipakai Wakil Presiden Boediono. Berbagai pembicaraan para pejabat Indonesia termasuk Presiden SBY termasuk yang selama ini disadap Sebagaimana diungkap harian Inggris The Guardian dan harian Australia The Sydney Morning Herald (18/11).
Penyadapan seperti itu jelas sebuah pengkhianatan dan tindakan yang tidak dapat diterima. Apalagi Australia sebelumnya juga telah terlibat dalam invasi terhadap Afghanistan dan Irak yang dilakukan oleh AS dan sekutunya. Sementara atas tindakan itu, pemerintah Australia melalui PM Tony Abbot menolak untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf. Namun sayangnya pemerintah Indonesia tak mampu bersikap tegas menempatkan AS dan Australia sebagai musuh. Dakwah KAMPUS

Kapitalisme-Liberalisme Pembunuh Rakyat, Sekularisme-Demokrasi Penipu Rakyat (2)

Catatan Bidang Hukum
Penegakan Hukum yang Tumpul dan Tak Pernah Tuntas
Tahukah anda, kapan mega skandal Bank Century dan BLBI akan tuntas diadili? Yakinkah anda, para pembunuh wartawan Udin, Marsinah, dan Munir akan terbongkar secara tuntas? Pertanyaan serupa tentu dapat diperpanjang lagi dengan sederet kasus hukum lainnya yang masih menggantung. Fenomena itu bahkan ibarat puncak gunung es dari tumpulnya penanganan hukum di Indonesia. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) pertama 2013 kepada Presiden SBY. Di dalam laporannya, BPK menemukan penyimpangan Rp 56,98 triliun sepanjang semester pertama 2013. “Seperti yang pernah kita lansir sebelumnya, temuan kita ada 13.969 kasus dengan nilai Rp 56,98 triliun,” ujar Ketua BPK Hadi Purnomo dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11/2013). Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.589 kasus merupakan temuan yang berdampak finansial yaitu ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp 10,74 triliun. Ironisnya secara keseluruhan instansi yang berwenang telah menindaklanjuti 282 temuan atau 66,35% yaitu pelimpahan kepada jajaran/penyidik lainnya sebanyak 40 temuan, penyelidikan sebanyak 86 temuan, penyidikan sebanyak 32 temuan, proses penuntutan dan persidangan sebanyak 22 temuan, telah diputus peradilan sebanyak 88 temuan, dan penghentian penyidikan dengan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) sebanyak 14 temuan. Adapun sebanyak 143 temuan atau 33,65% belum ditindaklanjuti atau belum diketahui informasi tindak lanjutnya dari instansi yang berwenang.
Transaksi Gelap Aparat dan Institusi Penegak Hukum “Di sisi lain kita tahu bahwa pengadilan adalah tempat ketidakadilan, dan bahkan sampai hari ini yang namanya lembaga pemasyarkatan kita bisa memproduksi narkoba di Lapas,” kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, di KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Sabtu (17/8/2013) Makelar kasus (markus) dengan Mafia Peradilan adalah dua hal yang saling bersinergi atau saling membutuhkan, bahkan dalam praktiknya kadang tidak bisa dipisahkan. Mafia Peradilan spektrumnya jauh lebih luas dari Makelar Kasus.
Di negeri ini Law Enforcement diibaratkan bagai menegakkan benang basah kata lain, dari kata “sulit dan susah untuk diharapkan”. Salah satu indikator yang mempersulit penegakan hukum di Indonesia adalah maraknya “budaya korupsi” yang terjadi hampir disemua birokrasi dan stratifikasi sosial, sehingga telah menjadikan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, baik markus maupun mafia peradilan hanya sebatas retorika yang berisikan sloganitas dari pidato-pidato kosong belaka. Bahkan secara faktual tidak dapat dipungkiri semakin banyak undang-undang yang lahir maka hal itu berbanding lurus semakin banyak pula komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit pula bagian dari masyarakat kita sendiri yang terpaksa harus membelinya. Di sini semakin tanpak bahwa keadilan dan kepastian hukum tidak bisa diberikan begitu saja secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya. Kenyataan ini memperjelas kepada kita hukum di negeri ini “tidak akan pernah” memihak kepada mereka yang lemah dan miskin.
Komisi Yudisial sampai dengan September 2013 sudah menerima 1664 laporan dengan lima daerah terbanyak adalah DKI Jakarta (363), Jawa Timur (179), Sumatera Utara (152), Jawa Barat (123) dan Jawa Tengah (93). Dari jumlah tersebut telah ditindaklanjuti dengan memeriksa 183 hakim. Berdasarkan hasil pemeriksaan kemudian telah dikeluarkan 96 rekomendasi sanksi kepada Mahkamah Agung. Inilah segelintir fakta penanganan kasus hukum di Indonesia dari sisi dugaan penyimpangan keuangan negara dan problem mafia peradilan, belum lagi dengan persoalan hukum yang sarat akan praktek transaksional dimana hukum tajam kebawah tumpul keatas, maka menjadi sebuah pertanyaan besar bagaimana fenomena gunung es ini bisa terselesaikan.? Sementara persoalannya bukan hanya pada penanganan kasus tapi juga pada lembaga yang menangani kasus penegakan hukum itu sendiri. Jadi Ini adalah persoalan sistemik mulai dari Sistem Sanksi dan UU bermasalah yang lahir dari rahim Ideologi Kapitalisme-Sekuler.!
KUHP dari Penjajah menuju Penjajahan Gaya Baru KUHP yang diberlakukan di Hindia Belanda agak berbeda dengan KUHP yang berlaku di negeri Belanda karena sifat dan corak dari politik penjajahan yang terjadi pada saat itu, namun sebagian besar karakteristik dari “code penal” Belanda juga diwarisi oleh KUHP. Code Penal Belanda pada dasarnya memiliki karakteristik yang simpel, praktis, memiliki kepercayaan tinggi kepada Hakim dan Pengadilan, ketaatan terhadap prinsip – prinsip egalitarianisme, ketiadaan pengaruh agama tertentu, dan pengakuan akan adanya “kesadaran hukum” yang otonom. Code Penal Belanda malah menyerahkan perkembangan doktrin hukum pidana kepada Pengadilan dan tentunya pendapat dari Mahkamah Agung. Karakteristik Code Penal Belanda ini juga diwarisi dalam KUHP yang diterapkan oleh Hinda Belanda plus ideologi kolonial karena watak dan corak penjajahan pada saat itu.
Upaya Dekolonisasi KUHP dilakukan oleh pemerintah dengan diundangkannya UU No 1 Tahun 1946 tersebut. Pasal 8 Peraturan Hukum Pidana telah menghapus corak dan watak kolonial dari KUHP dan pada Pasal 9 sampai dengan Pasal 16 peraturan yang sama telah menambahkan ciri Indonesia yang dianggap sebagai negara merdeka. Persoalannya adalah bahwa produk hukum yang berasal dari KUHP -dengan spirit kebebasan/liberalisme- berulang ulang kali terjadi perubahan namun tetap saja tak mampu menyelesaikan persoalan bangsa, yang terjadi adalah sebaliknya, ketegasan hukum yang berkiblat pada tradisi barat dengan nilai nilai liberalismenya menjadi persoalan baru, dimana masyarakat semakin berada pada jurang degradasi moral dengan fakta semakin meningkatnya angka kriminalitas disamping moralitas para penegak dan institusi hukum yang korup. Dakwah KAMPUS

Kapitalisme-Liberalisme Pembunuh Rakyat, Sekularisme-Demokrasi Penipu Rakyat (1)

Tahun 2013 akan segera berlalu dan fajar tahun 2014 akan segera menyongsong, banyak peristiwa yang telah terjadi mulai masalah pendidikan, hukum, ekonomi, sosial-budaya, hankam dan politik dalam negeri. Untuk itu Gerakan Mahasiswa Pembebasan sebagai salah satu elemen gerakan mahasiswa intelektual yang mengusung ideologi Islam untuk pembebasan negeri ini dari keterpurukan, setidaknya kami merangkum beberapa catatan penting terkait kondisi faktual Indonesia di tahun 2013 .
Catatan Bidang Pendidikan
Mahalnya Pendidikan :
untuk pendidikan dana kuliah anak tertua di sebuah perguruan tinggi terbaik negeri di Indonesia, dengan fakultas pilihan Ekonomi, Hukum, Sastra & Fisip, saat ini kira-kira akan memakan biaya kurang lebih mencapai sekitar Rp. 110 juta untuk empat tahun masa kuliah, sudah termasuk uang kuliah, uang pangkal dan uang gedung serta sumbangan lainnya. Dengan rata-rata kenaikan biaya pendidikan sebesar 15%-30% per tahun (beda kampus beda kenaikan biayanya), maka biaya yang dibutuhkan anak tertua ketika masuk kuliah 12 tahun lagi (umur sang anak saat ini 5 tahun, 17-5 sama dengan 12 tahun lagi) adalah sebesar Rp. 980 juta. Dengan berinvestasi secara agresif dari sekarang dibutuhkan investasi bulanan sebesar Rp. 1,1 juta / bulan.
Kurangnya fasilitas dan akses pendidikan : hingga awal 2011 banyak berita mengenai bangunan SD dan SMP yang rusak berat, bahkan beberapa di antaranya ambruk. Untuk itu, Pemerintah melaksanakan program penuntasan rehabilitasi sekolah rusak berat mulai tahun 2011. Tak kurang dari 180.000 ruang kelas yang rusak berat telah direhabilitasi hingga 2012 lalu. Program ini terus dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya. hingga tahun 2012 angka partisipasi kasar (APK) SMA sederajat rata-rata nasional baru mencapai 70%, angka yang rendah dibandingkan APK SMP sederajat yang telah mencapi rata-rata nasional 97%. Jika ingin mencapai 97% juga dan tanpa terobosan maka baru terealisasi pada tahun 2040. Akan tetapi, dengan kebijakan Pendidikan Menengah Universal (PMU) yang dirintis pada tahun 2012 dan dijalankan penuh mulai tahun 2013 target 97% itu niscaya tercapai pada tahun 2020. Dalam PMU ini antara lain terdapat program pembangunan ruang kelas baru (RKB) sekolah SMA dan SMK serta pemberian dana BOS Sekolah Menengah (BOS SM).
Indonesia mengalami krisis pendidikan dengan hasil pendidikan yang konsisten berada di peringkat bawah dalam beberapa riset internasional. Karena itu, pemerintah diminta untuk mengkaji secara serius dalam menemukan masalah mendasar yang terjadi antara kebijakan dengan praksis pendidikan di lapangan, termasuk di dalam ruang kelas.
“Hasil-hasil riset internasional yang penting seperti PISA dan TIMSS menunjukkan Indonesia konsisten di bawah dalam kemampuan siswa di bidang matematika, sains, dan membaca. Kenyataan ini seharusnya menumbuhkan sense of crisis kita soal pendidikan. Kita perlu meneropong apa yang terjadi di ruang kelas. Sebab, apa yang terjadi di lapangan adalah produk kebijakan pendidikan yang memang banyak bermasalah,” kata Elin Driana, praktisi pendidikan yang mendalami bidang riset dan evaluasi di Jakarta, Minggu (28/1/2013-Kompas.com).
Penyelewangan Dana Pendidikan :
Badan Pemeriksa Keuangan RI menemukan masalah dalam pengelolaan dana ujian nasional. Ditemukan potensi kerugian negara mencapai belasan miliar rupiah dalam penyelenggaraan UN tahun 2012 dan 2013 (Kompas, 20/9/2013). Meski potensi kerugian negara ini jauh lebih kecil dibandingkan anggaran UN yang mencapai ratusan miliar rupiah, hal ini telah menambah deretan panjang daftar korupsi dalam pengelolaan anggaran pendidikan. Temuan BPK dan korupsi pendidikan lainnya merupakan ironi di tengah upaya bangsa Indonesia melawan korupsi melalui pendidikan. Berdasarkan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama periode 2003-2013 ditemukan 296 kasus korupsi pendidikan yang disidik penegak hukum dan menyeret 479 orang sebagai tersangka.
Kerugian negara atas seluruh kasus ini Rp 619,0 miliar (Laporan Kajian Satu Dasawarsa Korupsi Pendidikan, ICW 2013). Selama satu dasawarsa ini terdapat tren peningkatan dalam korupsi pendidikan dan aspek kerugian negara. Pada 2003 terdapat delapan kasus dengan kerugian negara Rp 19,0 miliar. Angka kerugian negara meningkat 422 persen pada 2013 menjadi delapan kasus dengan kerugian negara Rp 99,2 miliar.
Problem Pemerataan dan Kelayakan Sang Pengajar
Dukungan pemerintah pada guru dinilai kurang terutama untuk meningkatkan profesionalitas guru. Pemerintah tidak mampu mendistribusikan guru secara merata ke seluruh daerah, khususnya daerah pedalaman dan terpencil. Dampaknya, banyak guru yang belum memenuhi kualitas.“Mereka mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki. Keadaan ini terjadi lebih dari separuh guru di Indonesia. Artinya, 50% guru SD, SMP dan SMA/SMK sebenarnya tidak memenuhi kelayakan mengajar,” tegas Koordinator Kopertis Wilayah V, Bambang Supriyadidalam pidato ilmiah pada wisuda 38 lulusan magister (S2) Universitas PGRI Yogyakarta (UPY), Rabu (11/12/2013). Rendahnya kualitas guru, lanjut Budi mengakibatkan siswa-siswi hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan. Mereka juga sulit menjawab soal berbentuk uraian yang memerlukan penawaran. Hal itu disebabkan karena selama ini para siswa terbiasa menghapal dan mengerjakan soal pilihan ganda. “Perubahan kurikulum yang terus dilakukan juga tak mengubah metode pembelajaran di sekolah. Guru hanya mengenal buku paket yang menjadi acuan dan tidak mencari referensi lain. Daya juang peserta didik untuk mencapai prestasi tinggi juga rendah, terbukti siswa suka mencontek,” kritiknya (Harianjogja.com, 12/12/2013).
Kapitalisme-Liberalisme Akar Persoalan Pendidikan
Pendidikan Indonesia menghadapi tantangan untuk mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpikir ditengah gempuran arus hedonis dan krisis keteladanan sang pengajar yang tak layak dan para pejabat korup akibat sistem kapitalisme yang telah mengubah wajah pendidikan, sekolah dan perguruan tinggi menjadi sebuah pabrik dimana para peserta didik dan mahasiswa hanya menjadi target pasar yang diarahkan untuk menjadi borjuis – borjuis kecil tak ubahnya robot siap cetak yang hanya sekadar ingin cepat lulus dan mendapat gaji besar, melanjutkan estafet sistem kapitalisme dan paradigma sekular-liberal yang menjadi acuan kurikulum Indonesia.Dakwah KAMPUS