Sabtu, 25 Oktober 2014

Apa Pesan MUI untuk Presiden Baru?


Harapan dari seluruh rakyat Indonesia terbeban di pundak presiden Indonesia yang baru terpilih, Joko Widodo (Jokowi).

Demikian juga segudang permasalahan umat Islam di negeri yang menjadi populasi umat Islam terbesar di dunia ini. Berbagai macam persoalan telah menunggu untuk diselesaikan sang presiden baru.

“Yang penting, presiden baru bisa menjalankan pemerintahannya sesuai dengan janji-janjinya pada waktu kampanye. Awal-awal ini saja sudah ada yang menagih janji. Jadi harus satu kata dengan perbuatan,” pesan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan, Selasa (21/10).

Amidhan berpesan, sebagaimana dilansir Republika, rakyat Indonesia harus mengakhiri kubu-kubu yang dulu saling berlawanan saat kampanye. Sudah saatnya menyatukan langkah dan meninggalkan perbedaan untuk membangun negri. “Sebagai bagian dari rakyat Indonesia, kita support presiden baru kita. Pilpres itu sudah selesai. Jadi kubu-kubu dari tataran rakyat sudah tidak ada lagi. Yang menang rakyat semuanya. Di tataran politik, ranah dari partai politik baik yang ada di dalam pemerintahan atau diluar, kita tidak ada komentar,” paparnya.

“Menurut saya dari perkembangan demokrasi justru baik. ada pemerintah, dan ada partai penyeimbang. akhirnya pemerintah berjalan dengan baik karena terkontrol dengan baik,”

Inspirasi dari “Tukang Bikin Kunci”


“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu… diberitahukan kepada seluruh hadirin dan pedagang di pasar Slipi, hari ini kita mengadakan kajian kitab Min Muqawwimat Nafsiyah Islamiyyah, pengisi kita seperti biasa Ustadz Felix Siauw atau Muhammad Al-Fatih, beliau sudah ada di tempat, bagi yang ingin mengikuti, segera naik ke Mushalla Al-Hanif di Lantai 4″
Masih teringat jelas dalam benak saya, setiap Ahad pukul 14.00 siang sampai ashar, selama dua tahun, saya membidani kajian di Pasar Slipi Jakarta Barat. Mulai dari kitab “Dirasat Fil Fikri Islam”, “Min Muqawwimat Nafsiyah Islamiyyah” sampai “Nidzamul Hukmi Fil Islam” pernah saya bagikan disana.
Dan setiap kalinya sebelum kajian, pengumuman sebagaimana diatas selalu saya dengar. Kebanyakan dari Pak Syafril. Di handphone saya, saya catat namanya dengan “Syafril Al-Hanif”. Selain memudahkan mengingat, juga sebagai doa baginya.
Pak Syafril ini termasuk seorang dari tawwabin yang sejati, yang betul-betul bertaubat kepada Allah. Saya kenal Pak Syafril ini sejak kepindahan di Jakarta pada 2007, saya bukan siapa-siapa pada waktu itu, namun beliau semenjak pertama kali datang ke majelis saya, sudah menyatakan dukungannya, dan mendukung dakwah.
Padahal Pak Syafril bukanlah siapa-siapa, bukan ketua DKM atau RT, atau memiliki harta, dia seorang “Tukang Bikin Kunci” yang mangkal di depan Pasar Slipi, dengan penghasilan seadanya dan masa lalu yang buruk. Beliau dulunya peminum berat, dan pemaksiat, setelahnya bertaubat dan mendedikasikan hidupnya untuk Islam.
Memang berat baginya mempelajari Islam, setiap halqah, saya selalu mencoba membuat Pak Syafril menghafal Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an dengan benar, dan membaca Al-Qur’an dengan baik. Namun mungkin minuman keras sudah merusak sebagian fungsi syarafnya. Namun yang saya kagumi, tidak pernah sekalipun Pak Syafril meninggalkan halqah dan Majlis Ilmu tanpa alasan syar’i. Beliau selalu bersemangat dalam meraup ilmu, mendakwahkan sebisanya, kebanyakan melalui pekerjaan-pekerjaan kasar seperti memasang spanduk, menyiapkan minuman, bersih-bersih mushalla, sampai adu fisik bila ada yang menentang dakwah. MasyaAllah.
Pak Syafril tak pernah masam mukanya saat bertemu saya dan sekeluarga, selalu berusaha menyenangkan kami walau dia sendiri berkekurangan. Selama bergaul dengan Pak Syafril, tak sekalipun pernah saya merasa mengeluh atau tersakiti olehnya.
Selepas 2010, saya meninggalkan Slipi untuk pindah ke tempat baru di Kalideres. Masih sering kami menemui Pak Syafril, dan Pak Syafril pun sering berkunjung ke tempat kami. Bahkan sampai akikah Ananda Shifr dan kelahiran Ananda Ghazi, Pak Syafril masih datang mengucap selamat dan turut berbahagia.
Pada tahun 2013, kami mendengar bahwa Pak Syafril terkena stroke, lupa ingatan, dan mulai bersikap tidak seperti biasanya. Tidak stabil emosi, pikun dan lain sebagainya. Innalillahi. Saya dan istri memang sudah lama tidak bertemu beliau, karenanya kami pun berkunjung kesana.
Sebelumnya kami sudah diperingatkan oleh rekan-rekannya, “Dia sudah hilang ingatan ustadz, nggak usah kesana deh, nanti takut ada apa-apa”
Tapi yah, ini hanya ziarah, apapun hasilnya urusan nanti, yang penting niatan dan caranya sudah tepat
Saya dan istri menapaki jalan ke rumah Pak Syafril, sambil mengenang masa-masa yang kami lewati di Slipi, banyak pahitnya namun nikmat, banyak kurangnya namun indah.
Sesampai di rumah Pak Syafril, saya mengetuk berkali-kali namun tidak mendapatkan jawaban. Tiga kali salam tidak dijawab, sayapun lalu beranjak pulang.
Selekas itu pula, sebelum wajah saya sempat berbalik, tirai kaca terbuka dan wajah familiar itu muncul, hanya jauh lebih tirus dari yang pernah saya ingat. Pak Syafril berteriak tertahan sambil memukul-mukul kaca yang menghalangi kami “Pak Ustadz, Pak Ustadz, astaghfirullah.. saya dikunci di dalam Pak Ustadz! Maaf ya Pak Ustadz!”
Wajahnya bercampur marah karena terkunci pintu, haru karena kunjungan kami, dan terkejut melihat kami. Saya pun tak tahu harus berkata apa, melihat kondisinya yang terbaru ini. Pak Syafril kini tulang berbungkus kulit, dengan tatapan berapi-api namun penuh kelelahan. Mungkin hidup sudah merenggut segalanya dari dia, kecuali imannya.
Selepas bertanya pada tetangga, tahulah kami sekarang Pak Syafril diurus oleh kakaknya, dan dia terpaksa ditinggalkan dirumah sebab kakaknya harus bekerja, dan agar Pak Syafril tidak hilang, tidak mengganggu tetangga, dia terpaksa dikunci
“Sabar ya Pak, saya mencoba tersenyum menenangkan, saya susul kakaknya untuk ambil kunci, nanti saya kesini lagi”. Beliau tersenyum.
Sambil mengambil kunci saya menitikkan airmata, kadang ujian dari Allah memang sulit untuk dijelaskan akal, namun indah adanya, baik adanya, karena Allah tidak pernah salah memberikan ujian. Allah lebih tahu.
Kunci didapat, saya pun masuk, lalu memeluk Pak Syafril. “Pak masih ingat saya pak?”
“ehh… Iya masih pak Ustadz, ehhh… aduh, malu saya pak Ustadz, ehhh.. maaf rumahnya ehh… berantakan”. Terbata-bata dia menjawab, airmata sudah di pelupuk matanya, pandangannya linglung, mungkin masih tidak percaya.
Alhamdulillah, beliau masih ingat, beliau masih menanyakan Alila, ingat sama Alila, ingat segala hal. Tingkah lakunya pun jauh daripada yang dikabarkan. Beliau masih penuh kelembutan dan kebaikan, sama seperti dulu. Walau jauh berbeda dari fisik, jauh lebih kurus.
“Pak, sabar yah.. jangan lupa sama Allah.. jangan lupa shalat 5 waktu, inget Allah terus aja pak.. sabar ya pak…” saya mencoba menasihati beliau dan diri sendiri.
“Iya pak Ustadz.. iyya.. iyya..” jawabnya sambil menunduk
Kami berbincang-bincang barang 15 menit, dan saya menyadari sebagian akalnya memang sudah diminta kembali oleh Allah. Saya berpesan dan menasihati, lalu berpamitan pergi. Diiringi kesedihan beliau yang sangat.
kemarin, hari Jum’at 17/10/14 di hari Jum’at, sayyidul ayyam, saya mendapakan kabar beliau meninggal, innalillahi wa inna ilaihi raajiuuun…
Allah Tahu Yang Terbaik. Maka kita beriman kepada-Nya. Pak Syafril kini sudah tiada, tapi mengajarkan banyak hal tentang kesabaran pada saya dan istri. Dan saya yang menjadi saksi bahwa beliau adalah Muslim yang mencoba taat menghamba pada Allah dengan segenap kekurangannya di masa lalu.
Kami ingat beliau sebagai orang yang meramaikan Majis Taklim, yang berada di barisan terdepan dalam kebaikan, dan juga berada paling depan dalam nahi munkar. Yang berkontribusi bagi perjuangan penerapan Syariah dan Khilafah dengan harta dan nyawanya.
semoga Allah memberikan kebaikan selalu pada Pak Syafril yang kini menghadap pada Rabb-Nya. Semoga Allah memberikan tempat terbaik dan balasan terbaik baginya.