Istilah “cabe-cabean” akhir-akhir ini semakin marak terjadi di Jakarta. Awalnya “cabe-cabean” merujuk pada gadis belia dengan pakaian ketat dan minim, sering nongkrong dan kerap menjadi bahan taruhan di arena balap liar. Sekarang maknanya lebih mengarah kepada gadis belia yang sering menjajakan dirinya. Fenomena “cabe-cabean” ini merupakan bentuk perubahan perilaku seksual remaja. Perilaku tersebut dapat memicu seks pranikah serta mengundang problem sosial lainnya seperti hamil di luar nikah, tindakan aborsi, tindak kriminalitas, juga mengundang penyakit HIV dan AIDS.
Fenomena “cabe-cabean” seperti penyakit menular yang bisa cepat menular kepada remaja lainnya bila terus dibiarkan tanpa penanganan yang komprehensif dari berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara. Disinilah titik kritisnya, ketiga komponen tersebut harus bahu membahu menangani fenomena ini. Namun, ketika permisif sudah diterima sebagai bentuk kewajaran, maka norma-norma akan mengalami perubahan atau kehilangan fungsinya. Miris rasanya ketika kita mendengarnya. Sebagai seorang ibu, penulis sangat khawatir sekali. Apa jadinya Bangsa ini jika generasi penerusnya saja memiliki perilaku seperti itu? Apakah kita akan terus berpangku tangan?
Akar Masalah
Adapun penyebab fenomena “cabe-cabean” ini Penulis sepakat dengan Seksolog dan Spesialis Androlog, Prof. Wimpie Pangkahila yang menyatakan “bahwa sikap masyarakat yang permisif mungkin menjadi dasar dari perubahan perilaku seksual tersebut. Masyarakat pasti tahu ada perubahan perilaku seks di sekitarnya, namun tidak benar-benar ingin melenyapkannya” (kompas.com, 04/04/14).
Sikap permisif merupakan turunan dari ide liberalisme yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang termasuk remaja belia sekali pun bebas menjalin hubungan dengan siapa saja termasuk hubungan seks asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.
Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide liberalisme. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan pernikahan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Faktor usia pun dapat menghalangi pihak berwenang untuk mengamankan pelaku “cabe-cabean”. Kalau pun ditangkap, sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera pada pelaku.
Pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak “Pembabat” fenomena “cabe-cabean” ini sepertinya kurang serius berupaya menyelesaikan masalah ini. Hal tersebut terlihat dari sikap pemerintah seperti pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengaku tak bisa berbuat banyak melihat remaja Jakarta terjerumus dalam lingkaran hitam itu. Sebab, penangkapan kepada anak tersebut bakal melanggar aturan “ya nangkepnya gimana? Itu bisa mendahului KUHP-nya polisi” tandas Ahok (Liputan6.com, 04/04/14).
Islam Membabat “Cabe-cabean”
Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami istri. Adapun seks diluar nikah seperti fenomena “cabe-cabean” sudah jelas keharaman dan bahayanya. Islam telah mewajibkan keluarga, masyarakat, dan negara melindungi semua anggotanya termasuk gadis remaja belia. Dalam keluarga, selain wajib menjamin kebutuhan anak-anak mereka, seorang ayah dan ibu juga wajib menjadi teladan yang baik. Orang tua juga wajib mendidik anak-anak mereka agar memiliki kepribadian Islam sehingga mereka memiliki sifat taqwa yang mampu membentengi diri pribadi remaja tersebut dari perubahan perilaku seks seperti “cabe-cabean” ini.
Allah SWT. telah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (TQS. At-Tahrim [66]:6)
Masyarakat juga wajib mengawasi dan mencegah terjadinya kemaksiatan. Masyarakat jangan cuek membiarkan pelaku “cabe-cabean”. Seperti telah dipaparkan di atas, perilaku ini bisa cepat menular seperti halnya penyakit, boleh jadi hari ini anak orang lain yang melakukan cabe-cabean, besok lusa siapa yang bisa menjamin anak kita tidak tertular? Naudzubillah!. Satu kemaksiatan terjadi sama dengan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan Allah SWT, apalagi perbuatan seks bebas atau zina telah jelas diancam azab Allah SWT. “Jika telah Nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Hakim)
Menyelamatkan remaja tidak akan berjalan bila negara tidak mengambil peran. Negara berperan besar menjaga moral masyarakat. Negara juga harus menegakkan hukum agar nilai-nilai akhlak masyarakat terjaga misalnya dengan memberi sanksi pidana pada remaja yang telah baligh apabila terbukti melakukan “cabe-cabean”, menutup situs porno yang memang berperan melahirkan perilaku “cabe-cabean” ini, memberi regulasi yang jelas kepada lembaga Penerangan agar tidak lembek dalam menyaring semua konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Namun apa daya bila sekulerisme dan liberalisme masih terus menggurita, fenomena “cabe-cabean”, “terong-terongan” atau perubahan perilaku seksual remaja lainnya akan terus terjadi.” Wallahu a’lam bishowab”.