Jumat, 07 November 2014

Membabat Cabe-cabean

Istilah “cabe-cabean” akhir-akhir ini semakin marak terjadi di Jakarta. Awalnya “cabe-cabean” merujuk pada gadis belia dengan pakaian ketat dan minim, sering nongkrong dan kerap menjadi bahan taruhan di arena balap liar. Sekarang maknanya lebih mengarah kepada gadis belia yang sering menjajakan dirinya. Fenomena “cabe-cabean” ini merupakan bentuk perubahan perilaku seksual remaja. Perilaku tersebut dapat memicu seks pranikah serta mengundang problem sosial lainnya seperti hamil di luar nikah, tindakan aborsi, tindak kriminalitas, juga mengundang penyakit HIV dan AIDS.
Fenomena “cabe-cabean” seperti penyakit menular yang bisa cepat menular kepada remaja lainnya bila terus dibiarkan tanpa penanganan yang komprehensif dari berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara. Disinilah titik kritisnya, ketiga komponen tersebut harus bahu membahu menangani fenomena ini. Namun, ketika permisif sudah diterima sebagai bentuk kewajaran, maka norma-norma akan mengalami perubahan atau kehilangan fungsinya. Miris rasanya ketika kita mendengarnya. Sebagai seorang ibu, penulis sangat khawatir sekali. Apa jadinya Bangsa ini jika generasi penerusnya saja memiliki perilaku seperti itu? Apakah kita akan terus berpangku tangan?
Akar Masalah
Adapun penyebab fenomena “cabe-cabean” ini Penulis sepakat dengan Seksolog dan Spesialis Androlog, Prof. Wimpie Pangkahila yang menyatakan “bahwa sikap masyarakat yang permisif mungkin menjadi dasar dari perubahan perilaku seksual tersebut. Masyarakat pasti tahu ada perubahan perilaku seks di sekitarnya, namun tidak benar-benar ingin melenyapkannya” (kompas.com, 04/04/14).
Sikap permisif merupakan turunan dari ide liberalisme yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang termasuk remaja belia sekali pun bebas menjalin hubungan dengan siapa saja termasuk hubungan seks asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.
Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide liberalisme. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan pernikahan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Faktor usia pun dapat menghalangi pihak berwenang untuk mengamankan pelaku “cabe-cabean”. Kalau pun ditangkap, sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera pada pelaku.
Pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak “Pembabat” fenomena “cabe-cabean” ini sepertinya kurang serius berupaya menyelesaikan masalah ini. Hal tersebut terlihat dari sikap pemerintah seperti pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengaku tak bisa berbuat banyak melihat remaja Jakarta terjerumus dalam lingkaran hitam itu. Sebab, penangkapan kepada anak tersebut bakal melanggar aturan “ya nangkepnya gimana? Itu bisa mendahului KUHP-nya polisi” tandas Ahok (Liputan6.com, 04/04/14).
Islam Membabat “Cabe-cabean”
Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami istri. Adapun seks diluar nikah seperti fenomena “cabe-cabean” sudah jelas keharaman dan bahayanya. Islam telah mewajibkan keluarga, masyarakat, dan negara melindungi semua anggotanya termasuk gadis remaja belia. Dalam keluarga, selain wajib menjamin kebutuhan anak-anak mereka, seorang ayah dan ibu juga wajib menjadi teladan yang baik. Orang tua juga wajib mendidik anak-anak mereka agar memiliki kepribadian Islam sehingga mereka memiliki sifat taqwa yang mampu membentengi diri pribadi remaja tersebut dari perubahan perilaku seks seperti “cabe-cabean” ini.
Allah SWT. telah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (TQS. At-Tahrim [66]:6)
Masyarakat juga wajib mengawasi dan mencegah terjadinya kemaksiatan. Masyarakat jangan cuek membiarkan pelaku “cabe-cabean”. Seperti telah dipaparkan di atas, perilaku ini bisa cepat menular seperti halnya penyakit, boleh jadi hari ini anak orang lain yang melakukan cabe-cabean, besok lusa siapa yang bisa menjamin anak kita tidak tertular? Naudzubillah!. Satu kemaksiatan terjadi sama dengan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan Allah SWT, apalagi perbuatan seks bebas atau zina telah jelas diancam azab Allah SWT. “Jika telah Nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Hakim)
Menyelamatkan remaja tidak akan berjalan bila negara tidak mengambil peran. Negara berperan besar menjaga moral masyarakat. Negara juga harus menegakkan hukum agar nilai-nilai akhlak masyarakat terjaga misalnya dengan memberi sanksi pidana pada remaja yang telah baligh apabila terbukti melakukan “cabe-cabean”, menutup situs porno yang memang berperan melahirkan perilaku “cabe-cabean” ini, memberi regulasi yang jelas kepada lembaga Penerangan agar tidak lembek dalam menyaring semua konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Namun apa daya bila sekulerisme dan liberalisme masih terus menggurita, fenomena “cabe-cabean”, “terong-terongan” atau perubahan perilaku seksual remaja lainnya akan terus terjadi.” Wallahu a’lam bishowab”.

3 + 4 = 7

Berapa 3+4? Tentu 7! Dan tentu semua orang yang pernah sekolah mampu menjawabnya, ini kemampuan yang sangat mendasar yang dipelajari dalam logika Matematika.
Kebenaran itu adalah suatu hal yang dapat dibuktikan, sesuatu hal yang memiliki dasar. Bila dasarnya cukup kuat dan tidak dapat dibantah, maka dengan sendirinya kebenaran itu tidak dapat dibantah.
Namun, walau kita hidup di abad  segala sesuatu yang serba teknologi ini, terkadang kita masih saja tidak bisa menjangkau suatu logika sederhana, yaitu menerima kebenaran. Seringkali kita malah menolak kebenaran, padahal telah jelas bukti dan dasarnya bagi kita.
Kebenaran tidak bisa ditolak, tapi kebenaran bisa dibuat relatif, salah satunya adalah dengan menyerang orang yang menyampaikan kebenaran padanya. Bahasa ilmiahnya ad hominem.
Misalnya,
Profesor          : “Dari teori ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 3+4 = 7”
Murid               : “Berarti 3+4 pasti samadengan 7?”
Profesor          : “Begitulah menurut hukum Matematika”
Murid      : “Anda salah Prof, di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali ketidakpastian itu sendiri, Anda saja bercerai, anak Anda saja menderita narkoba, lalu bagaimana Anda bisa memastikan 3+4 = 7?”
Orang bijak selalu mencari kebenaran baginya dalam sebuah nasihat, sementara orang yang pandir selalu menyalahkan orang yang menasihatinya. Padahal kebenaran tidak akan berubah sepandai apapun dia mengelak dan seburuk apapun celaannya pada penasihat. Nasihat yang benar tetap berharga siapapun yang menyampaikannya. Sebagaimana permata tetap berharga walau datang dari seorang penjahat.
Kebenaran juga bisa dikaburkan dengan mengalihkan pembahasan dari pembahasan yang sebenarnya
Profesor           : “Dari teori ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 3+4 = 7”
Murid                : “Berarti 3+4 pasti samadengan 7?”
Profesor           : “Begitulah menurut hukum Matematika”
Murid            : “Anda salah Prof, 3+4 tidak selalu samadengan 7, bila 3+4 lalu dikurangi 2 jadinya malah 5, malahan 7 juga bisa didapat dari 9 dikurangi 2.
Orang pandir selalu mencari alasan untuk mendebat, karena yang mereka inginkan bukanlah kebenaran tapi mendebat kebenaran. Mereka sulit menjalani kebenaran, lalu megalihkan kebenaran itu menjadi sesuatu yang relatif yang tampaknya masuk akal. Padahal apa yang disampaikan tidak ada hubungan sama sekali dengan pembahasan.
Pernah mendengar ungkapan semisal diatas?
Ustadz            : “Alhamdulillah, dari QS 24:31 dan QS 33:59 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah mewajibkan hijab bagi setiap Muslimah dan telah memberikan ketentuan bagaimana hijab yang syar’i dalam kedua ayat ini”
Liberalis        : “Berarti dalam Islam Muslimah berhijab itu wajib?”
Ustadz            : “Begitulah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits”
Liberalis        : “Anda salah Tadz, itu kan penafsiran Anda? Belum tentu yang lain memiliki penafsiran seperti itu, itu kan hanya budaya orang-orang Arab saja. Kalau begitu anda terlalu men-judge orang lain, apa bedanya Anda dengan Hitler kalau begitu? Lagipula orangtua Anda juga masih Non-Muslim, seharusnya Anda dakwah dulu sama mereka, bukan sama orang-orang Muslim. Bahasa Arab saja baru belajar, sudah sok mendakwahi orang!”
Atau yang begini,
Ustadz            : “Alhamdulillah, dari QS 24:31 dan QS 33:59 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah mewajibkan hijab bagi setiap Muslimah, hijab itu adalah ketaatan, dan setiap ketaatan adalah baik”
Liberalis        : “Berarti Muslimah berhijab itu pasti baik?”
Ustadz            : “Begitulah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits”
Liberalis       : “Anda salah Tadz, belum tentu orang yang berhijab itu lebih baik daripada yang tidak berhijab. Saya kemarin melihat ada orang yang berhijab tapi justru lisannya kasar dan kotor, sebaliknya ada orang yang tidak berhijab tapi sopan dan sedekahnya banyak. Anda terlalu men-judge! Kebaikan bukan ditentukan oleh pakaian, tapi lebih dari hati, nggak perlu berlebihan dalam segala sesuatu, Allah tidak suka yang berlebih-lebihan”
Lihat alasan-alasan semisal ini, lalu renungkanlah firman Allah Swt.
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS Al-An’am [6]: 112)
Syaitan itu sifat yang bisa mewujud pada jin ataupun manusia. Bisikan-bisikan syaitan memang indah, terkadang berdalil pula atas nama Allah, namun semua keindahan itu adalah tipuan palsu nan menyesatkan, karena pada ujung dari bisikan-bisikan itu, mereka ingin mengajak manusia untuk mengerjakan perbuatan yang keji dan munkar.
Tidakkah kita belajar dari Adam dan Hawa tatkala ditipu syaitan? Syaitan berkata ingin menasihati keduanya, seolah-olah menginginkan kebaikan pada keduanya, seolah-olah dia adalah hamba Allah yang memberi bisikan kebaikan, padahal tidak sama sekali.
Padahal Allah telah menurunkan para Nabi dan Rasul-Nya untuk menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun syaitan mengelabui seolah-olah perbuatan buruk itu seperti terlihat baik, sehingga manusia bukan lagi mengikuti petunjuk dari Allah, namun malah menjadikan bisikan syaitan sebagai penentu.
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (QS An-Nahl [16]: 63)
Bila syaitan sudah tidak mampu lagi menipu manusia dengan penyesatan dan penipuan seperti dua cara yang mereka lakukan diatas, maka mereka akan mencoba cara yang ketiga, yaitu menakut-nakuti dengan sesuatu yang belum pasti. Terutama dengan harta dan anak.
“Lihat saja para ustadz dan para ustadzah, semua dari mereka miskin-miskin. Itu yang terjadi kalau kamu terlalu dalam mempelajari ilmu agama, fanatik dengan hijabmu. Hijab tidak bisa memberimu makan, taat tidak bisa membuatmu kenyang!”
Padahal yang kita cari di kehidupan ini ada ridha Allah Swt, dan ridha Allah bisa didapatkan baik oleh orang yang kaya ataupun yang miskin selama mereka menaati Allah Swt. Rasulullah saw malah memilih hidup menjadi seorang yang miskin walaupun beliau sangat mungkin menjadi kaya-raya. Lebih daripada itu, kehidupan bukan hanya di dunia bagi yang meyakininya, dunia ini hanya persiapan untuk kehidupan yang panjang setelahnya. Jadi letak pembahasannya bukan kaya atau miskin namun taat atau tidak taat.
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah [2]: 268)
“Kalau kamu berhijab, lantas bagaimana dengan pekerjaanmu nanti? Kantormu tidak akan mentolerir simbol-simbol Islam, dan kamu harus ingat bahwa kamu punya anak dan keluarga yang harus diberi makan. Allah pasti mengerti kok, Allah pasti memaklumi!
Padahal dalam keimanan kita sudah jelas bahwa Allah-lah yang memberikan rezeki kepada setiap manusia, hewan, bahkan semua yang ada di dunia ini, bukan manusia. Namun syaitan menakut-nakuti manusia dengan kesusahan-kesusahan di dunia yang belum pasti terjadi, dan membuat maksiat di dunia menjadi aman, dan kesengsaraan akhirat terasa ringan. Syaitan juga merinci janji-janji yang bukan datang dari Allah, mengatakan perkataan yang tidak ada dalilnya, mengadakan kebohongan kepada Allah, seolah-olah Allah mentolerir kemaksiatan hamba-Nya.
Dan hasutlah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (QS Al-Israa [17]: 64)
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS Ali Imraan [3]:  175)
Padahal pada setiap insan beriman yang meyakini Allah dan janji-Nya untuk menolong kaum Muslim. Maka Allah mewajibkan diri-Nya menolong orang-orang yang beriman.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS Ar-Ruum [30]: 47)
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS Fathir [35]: 5)
Hal seperti ini ramai kita temukan dalam alasan-alasan seseorang yang enggan menetapi kebenaran. Tapi yakinlah bahwa alasan semisal ini hanya ada di dunia, dan tidak akan terpakai di hadapan Allah Swt.
Bagi saya, kebenaran Islam itu sama seperti 3+4 = 7. Memiliki bukti dan dasar yang sangat kuat yang tidak bisa tergoyahkan. Karenanya apapun yang tertulis di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits pastilah suatu kebenaran yang tak hilang kebenarannya walau banyak yang mendebat.
Khususnya bagi Muslimah yang sedang berusaha menetapi jalan Allah Swt dengan ketaatan-ketaatan mereka, halangan dan alasan pasti silih berganti dan bisikan syaitan pasti membanjiri dada. Namun berfikirlah jernih, alasan tidak bisa menghilangkan kebenaran yang ada.
Berhijab dan berdakwah itu wajib, Allah yang menjaminnya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jangan sampai karena manusia kita meninggalkannya, apalagi kita sekarang memahami bahwa syaitan tidak ada kuasa sama sekali, melainkan Allah yang Maha Kuasa.
Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS An-Nahl [16]: 98-100)
audzubillahi binasysyaithani rajiim
3+4=7.

Cinta Kita Memang Beda


Sobat, sebagai manusia dijamin nggak akan bisa mengelak untuk mencintai dan dicintai. Apalagi kalo urusan jatuh cinta, bawaannya pengin deket mulu ama pujaan hatinya. Sehari nggak liat wajahnya badan rasanya meriang, kepala nyut-nyutan, kaki kesemutan. Haha.. lebay amirr.
Menurut R. Graves dalam The Finding of Love, cinta adalah sesuatu yang dapat mengubah segalanya sehingga terlihat indah. Jalaluddin Rumi juga pernah bersyair: Karena cinta, duri menjadi mawar. Karena cinta, cuka menjelma anggur segar…. Itu sebabnya, kalo Virus Merah Jambu udah menginfeksi hati kita, perasaannya kok inget terus sama si dia, pengennya ketemu, penginnya deketan terus, kangen pengin ngobrol, sehari nggak ketemu rasanya 24 jam, seminggu nggak ketemu rasanya 7 hari, sebulan nggak ketemu rasanya 30 hari. Yeeâ emang bener.
But, sebagian dari kita mungkin kagak ngeh, atau kabur memaknai cinta, sehingga gelap mata. Karena buta itulah, cinta kadangkala bisa kejedog. Right or wrong she is mygirlfriend, artinya salah bener pokoke dia pacarku. Kira-kira begitu biasanya, ortu atawa keluarga apalagi agama, bukanlah halangan, kalo perlu backstreet atau bahkan kawin lari. Gaswat!
Dikiranya mengekpresikan cinta, nggak tahunya malah mengumbar syahwat. Persis kayak idiomnya orang Barat, kalo mereka bilang I love U biasanya emang kebelet pipis¦ ehh maksudnya kebelet making love (ML) alias bobo bareng. Dan itu udah berlaku jamak, nggak cuman di Barat. Bisa dipastikan dan bukan vonis, kalo remaja mengekpresikan cinta, sebenarnya sedang mereka umbar adalah nafsu.
Mau tahu buktinya? Berawal dari pacaran yang notabene mengumbar nafsu, beginilah jadinya. Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 2010 menunjukkan, 51 persen remaja di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek telah berhubungan seks pranikah. “Artinya dari 100 remaja, 51 sudah tidak perawan,” kata Kepala BKKBN Sugiri Syarief usai memberikan sambutan pada acara grand final Kontes Rap memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Ahad (liputan6.com, 28/11/2012).
Setelah berani melakukan seks bebas, maka resiko dari seks bebas adalah hilangnya virginitas. BKKBN memiliki data di tahun 2010, 54 persen remaja di Surabaya, Jawa Timur sudah kehilangan kegadisan. Pun demikian juga di kota-kota lain, seperti di Medan 2 persen remaja putrinya kehilangan kegadisan dan di Bandung angkanya mencapai 47 persen.
Apakah berhenti di situ? Tidak, setelah hilangnya keperawanan, maka akibat berikutnya, ada 2 kemungkinan, bisa terjadi aborsi bagi yang tidak menginginkan jabang bayi, atau si wanita menjual diri alias jadi wanita tuna susila, jika akhirnya si pacar nggak mau bertanggungjawab. Bagaimana data kedua keburukan tersebut?
Data BKKBN mengenai estimasi aborsi di Indonesia per tahun mencapai 2,4 juta jiwa, sebanyak 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja. “Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 – 1,5 juta di antaranya adalah remaja. Remaja sudah bisa aktif secara seksual, namun sulit memperoleh alat kontrasepsi. Akibatnya terjadi kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Sudibyo Alimoesa, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN saat dihubungi detikHealth, Rabu (30/5/2012)
Sementara data pekerja seks komersil di Indonesia, data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2008-2009, menyebutkan dari 40 ribu sampai 70 ribu pekerja seks komersial (PSK) di Indonesia, sekitar 30 persen dilakoni anak-anak di bawah umur yakni berusia di bawah 18 tahun.
Dilarang jatuh cinta?
Wah kalo gitu dilarang dong mengekspresikan cinta?Siapa bilang begitu, nggak akan pernah ada yang bisa ngelarang. Bukan dilarang, tapi diatur. Jangan keburu menyimpulkan bahwa pacaran adalah jalan pintas untuk mengekspresikan cinta. Kalo pun harus diekspresikan dengan aktivitas saling mencintai, tentunya hanya wajib di jalan yang benar sesuai syariat. Tul nggak?
Makanya ketika cinta diobrolin maknanya jadi sempit. Kalo remaja ngobrolin cinta paling-paling nggak beda kayak sinetron atawa film itu khan. Jadi cinta cuman diartikan sempit sebagai cinta lawan jenis. Padahal Allah swt. menciptakan rasa ini dalam diri manusia nggak cuma dalam rangka memadu kasih dua insan yang lagi mabuk asmara. Tapi bisa juga berupa cinta ortu kepada anaknya, kakak kepada adiknya, suami kepada isterinya, dan seterusnya.
Kalo bukan karena cinta, nggak akan mungkin seorang bapak bekerja banting tulang, peras keringat untuk menghidupi keluarganya. Dia rela jadi tukang becak, jadi pemulung tanpa malu asalkan dapat fulus supaya bisa menyambung hidup keluarganya. Demikian pula ibu kita dengan cintanya telah rela bersusah payah mengandung kita selama 9 bulan, abis gitu harus menyusui sampe dua tahun, harus mengganti popok kalo pas kita ngompol, menyuapi ketika makan, dan seterusnya sampe kita gedhe. Coba kalo ortu kita nggak cinta sama kita, mungkin begitu lahir kita dibungkus tas kresek dimasukan tong sampah atau dibuang di selokan, biar diambil sama pemulung, karena dikiranya kita ini sampah alias pembawa sial.
Cinta bisa bemakna cinta kepada saudara seakidah. Bahkan dalam hadis Mutafaq alaih dari Anas dari Nabi saw. ia bersabda: Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Tuh khan, aktivitas mencintai disetarakan dengan keimanan lho.
Kecintaan kita juga kudu kita tanamkan kepada Allah dan RasulNya. Ini malah justru yang lebih penting. Menurut al-Zujaj: Cintanya manusia kepada Allah dan RasulNya adalah menaati keduanya dan ridho terhadap segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw”. Sehingga seorang hamba akan bersegera memenuhi seruan-Nya. Meski harus ditukar dengan cintanya pada anak-istri, keluarga, atau harta benda (lihat QS at-Taubah [9]: 24)
Bikin Prioritas Cinta
Dalam hal cinta dan kasih sayang, sebagai seorang muslim kita harus bisa membuat prioritas. Sehingga nggak salah penempatannya. Disangkanya cinta sama pacar itu masuk kategori cinta islamy, padahal jauuhhh banget alias nggak boleh ada dalam Islam. Demikian pula saking sayangnya kita pada harta benda milik kita, sampe kita nggak rela kehilangannya.
Padahal dalam Al-Qurân, telah disampaikan :“Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kerabat-kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerusakannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu senangi lebih kau cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).
Dalam beberapa nash-nash cinta itu disetarakan dengan keimanan. Misalnya, bagi seorang mukmin tidak dianggap beriman sebelum dia mencintai saudaranya laksana dia mencinta dirinya sendiri “Perumpamaan kasih sayang dan kelembutan seorang mukmin adalah laksana kesatuan tubuh; jika salah satu anggota tubuh terasa sakit, maka akan merasakan pula tubuh yang lainnya: tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Seorang Mukmin memiliki ikatan keimanan sehingga mereka menjadi laksana saudara (Al-Hujarat: 13), dan cinta yang meluap sering kali menjadikan seorang Mukmin lebih mendahulukan saudaranya daripada dirinya sendiri, sekalipun mereka berada dalam kesusahan (Al-Hasyr: 9).
Sobat, dari semua cinta yang kita miliki, pastikan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya menempati daftar utama dalam kehidupan kita. Yang lainnya; cinta harta, kendaraan, jabatan, status sosial, tempat tinggal, perusahaan, barang dagangan, bahkan cinta kita kepada keluarga, dan suami atau istri (bagi yang udah punya he..he..) harus rela untuk dikesampingkanâ. Allah Swt. berfirman: Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)
Sobat, jika kita harus memilih cinta, pilihlah yang utama, yakni cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Boleh kok kita mencintai yang lainnya, asal jangan melupakan Allah dan Rasul-Nya. Yuk, mulai sekarang kita belajar untuk mencintai Allah, Rasul-Nya, dan Islam dengan sepenuh hati kita. Insya Allah kita bisa kok. Yakin deh.
Sebagai penutup sekaligus renungan pelaku pacaran, dalam sebagian riwayat hadits Samurah bin Jundab yang disebutkan di dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Saw. bersabda: Semalam aku bermimpi didatangi dua orang. Lalu keduanya membawaku keluar, maka aku pun pergi bersama mereka, hingga tiba di sebuah bangunan yang menyerupai tungku api, bagian atas sempit dan bagian bawahnya luas. Di bawahnya dinyalakan api. Di dalam tungku itu ada orang-orang (yang terdiri dari) laki-laki dan wanita yang telanjang. Jika api dinyalakan, maka mereka naik ke atas hingga hampir mereka keluar. Jika api dipadamkan, mereka kembali masuk ke dalam tungku. Aku bertanya: Siapakah mereka itu? Keduanya menjawab: Mereka adalah orang-orang yang berzina.” Ih, naudzubillahi min dzalik.

Players VS Dreamers


Sob, kalo kamu tergolong bukan manusia MASKULIN alias manusia kutinggalan informasi (he he singkatan yang maksa ya) pasti ngeh dengan berita yang bisa dibilang heboh beberapa waktu yang lalu. Yup, berita tentang mobil EseMka alias mobil yang dibikin (lebih tepatnya dirakit) oleh anak-anak yang sekolah di SMK. Trus, nggak cuman itu, mereka juga bikin pesawat terbang, dan merakit laptop. Heeum¦, sebuah prestasi yang patut diacungi jempol dan layak dapat gelar, LIKE THIS !
Sebenarnya cukup banyak prestasi-prestasi anak negeri, mulai dari juara olimpiade, sampe perlombaan iptek dan robot tingkat nasional maupun internasional. Tapi kayaknya prestasi itu harus rela tertelan berita heboh, pemenang audisi, atau ajang pencarian bakat, yang masih menempati prime time di televisi-televisi kita. Sepertinya cara pandang tentang sebuah “prestasi” bagi masyarakat kita, masih seputar yang bersifat glamour, sensatif, dan pastinya heboh. Lihat saja, ketika ada ajang audisi, teman-teman kita pada bejibaku pengin mendaftar. Para orang tuanya juga bangga banget kalo anaknya lolos audisi. Ditambah keluarga besar, tetangga, handai taulan sampe orang yang nggak kenal sekalipun, ikutan heboh dengan mendukungnya via sms premium.
Coba bayangkan, tentu akan berbeda hasilnya, andaikata ketika mulai dari perhatian sampe duit yang dicurahkan di audisi itu diarahkan ke prestasi-prestasi yang sifatnya lebih ilmiah, macam mobil esemka tadi. Bisa jadi karena kurang dukungan, kurang diperhatikan, bahkan bisa jadi karena kurang duit, mobil esemka yang harusnya bisa jadi kebanggan prestasi anak negeri, tapi uji emisi aja nggak lolos, sehingga harus dikaji ulang, untuk diproduksi dalam jumlah banyak.
Soal pemberitaan di media pun antara berita prestasi anak SMK dengan berita audisi, bisa dibilang nggak berimbang. Ya, sekaligus ini menjadi bukti kalo media kita lebih berorientasi materi (baca:duit). Tentu saja, karena lebih banyak disukai masyarakat, ajang audisi itu lebih banyak mengundang sponsor untuk beriklan di teve. Disamping memang, kita tiap hari dicekoki (baca: dipaksa) oleh media untuk menelan berita dan hiburan macam audisi itu. Bahkan kalo boleh bin perlu, presiden sampe wakil rakyat pun bisa di audisi oleh media.
Padahal sadar atau nggak, pemaksaan yang dilakukan oleh media tersebut membawa generasi kita kepada jurang lost generation. Loh koq bias gitu? Iya, sengaja atau nggak berita dan hiburan tentang audisi tersebut membawa kita kepada budaya konsumtif, hedonistic, yang menghasilkan manusia-penikmat bukan pencipta, generasi dreamers bukan players. Coba perhatikan saja, siapa-siapa yang bisa berprestasi dibidang ilmiah, seperti juara olimpiade tingkat nasional maupun internasional? Bisa di hitung dengan jari kan, kalo mau dibandingkan dengan generasi kita yang lebih doyan jejingkrakan, teriak histeris, pemuja dan pendukung pujannya di audisi atau pencarian bakat?
Ini serius, jika para remajanya yang ada bukan prestasi, tapi malah bikin aib, mulai dari narkoba, pornografi, tawuran dan lain sebagainya. Maka kekhawatiran akan lost generation, bukan isapan jempol apalagi isapan kelingking hehehe
Salah Kiblat
Ngomong-ngomong soal prestasi, sekali lagi ini soal cara pandang tentang sebuah prestasi dan tentu saja tentang kiblat kita dalam menentukan sesuatu layak disebut prestasi atau nggak. Kita mungkin sepakat, bagi yang doyan bola, kepiawaian Lionel Messi mengkocek bola bisa disebut prestasi dibanding, bola nasional yang kalah 10 gol saat lawan Bahrain. Bagi yang gila balap motor, mungkin sepakat untuk memberikan acungan prestasi kepada Valentino Rosie. Bagi yang doyan film laga silat, mungkin sepakat untuk mengatakan Jet Lee, emang jagonya, dan seterusnya.
Tapi bagiyang nggak suka bola, nggak doyan balap motor, dan nggak ngeh film laga, maka nggak akan ngaruh prestasi-prestasi mereka itu. Itulah kenapa juga, remaja kita merasa perlu untuk berdandan ala artis K-Pop, ngerasa wajib makan junk food, itu karena mereka menganggap itulah sebuah prestasi. Ya, adalah sebuah prestasi bagi remaja pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya sekarang ini ketika sudah bisa menyamai atau meniru Barat.
Coba Kalo Kiblatnya Islam
Kalo sahabat jeli, soal prestasi yang selama ini dimiliki Barat, ada 3 (dua) hal yang harusnya jadi perhatian kita. Pertama, prestasi Barat di satu sisi lebih karena mereka menanggalkan agama untuk mengatur kehidupan mereka, alias sekular. Kalo mau disepadankan prestasi sebagai sebuah kebahagiaan, maka sejatinya kebahagiaan semu. Gimana nggak semu, kalo yang mereka sebut prestasi adalah ketika mengumbar aurat alias pornografi dan pornoaksi di film, foto demi untuk mendapatkan uang. Gimana bisa dikatakan kebahagiaan yang kekal, kalo yang mereka sebut prestasi adalah ketika merampok kekayaan negeri-negeri muslim, seperti yang dilakukan Amrik dengan perusahaan PT. Freeport-nya di pegunungan Jayawijaya, Papua.
Kedua, prestasi nya Barat sekarang ini lebih karena dulunya mencontek Islam. Prof. G. Margoliouth dalam De Karacht van den Islam menuliskan, “Penyelidikan telah menunjukkan, bahwa yang diketahui oleh sarjana-sarjana Eropa tentang falsafah, astronomi, ilmu pasti, dan ilmu pengetahuan semacam itu, selama beberapa abad sebelum Renaissance, secara garis besar datang dari buku-buku Latin yang berasal dari bahasa Arab, dan Quran-lah yang, walaupun tidak secara langsung, memberikan dorongan pertama untuk studi-studi itu di antara orang-orang Arab dan kawan-kawan mereka”
Ketiga, prestasi yang dimiliki Barat saat ini, lebih karena hegemoni dan dominasi negara-negara macam Amrik dan Inggris. Artinya, mereka lah yang saat ini yang menjadi penguasa di dunia saat ini, sehingga wajar kalo mereka yang dijadikan kiblat, atau memaksakan diri untuk harus jadi kiblat bagi negara-negara lain.
Sehingga sebagai muslim, harusnya kita nggak silau dengan prestasi yang selama ini ditebar Barat lewat media apapun. Karena sejatinya, kita sebagai seorang muslim harusnya lebih bangga berkiblat pada Islam. Sekedar mengingatkan, coba kita simak kutipan berikut:
Patut diingat,bahwa Quran memegang peranan yang lebih besar terhadap kaum muslimin daripada Bibel dalam agama Kristen. Demikianlah, setelah melintasi masa selama 13 abad Quran tetap merupakan kitab suci bagi seluruh Turki, Iran, dan hampir seperempat penduduk India. Sungguh, sebuah kitab seperti ini patut dibaca secara meluas di Barat, terutama di masa kini❠(E. Denisen Ross, seperti dikutip dalam buku Kekaguman Dunia Terhadap Islam).
Itulah sob, pengakuan orang Barat terhadap Islam. Itu artinya, Islam itu pernah berprestasi dan pasti masih menyimpan prestasi, jika diterapkan lagi seperti pernah diterapkan selama 13 abad. Bahkan pada masa kejayaan yang 13 abad tersebut, Islam memang menjadi super power, menjadi kiblat bagi dunia saat itu. Bisa dibilang, ilmuwa-ilmuwan Barat yang sekarang lebih kita kenal dalam pelajaran sekolah kita adalah terilhami dari ilmuwan-ilmuwa Muslim saat itu.
Maka bangunlah the dreamers, saatnya untuk beraksi menjadi the players dengan menjadikan Islam satu-satunya kiblat dalam ukuran berprestasi.