Penutupan Lokalisasi prostitusi terbesar
se-Asia Tenggara di Gang Dolly Surabaya mendapat sorotan luas.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendapat banyak perlawanan dari warga
di sekitar Dolly dan Jarak, Pada hari dilakukan penutupan lokalisasi
perzinahan tersebut, 18 Juni 2014, jalan-jalan diblokade oleh penduduk
setempat dan orang-orang yang menolak penutupan lokalisasi, sehingga
pihak Pemkot tidak bisa mendapatkan akses masuk Gang Dolly. Perlawanan
tersebut dilakukan oleh para PSK, mucikari dan orang-orang yang tidak
senang atas penutupan lokalisasi pelacuran tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) meminta kepada Pemkot Surabaya untuk menunda penutupan
lokalisasi tersebut sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Argumentasi Komnas HAM adalah sepanjang Pemerintah Kota Surabaya belum
memberikan jaminan solusi masa depan pekerjaan bagi PSK, warga, dan
mucikari pasca-penutupan lokalisasi, mereka menyarankan penutupan
Dolly-Jarak ditunda tanpa batas waktu. Jika dipaksakan tanpa solusi
konkret, pemerintah justru melanggar HAM karena ada unsur pemaksaan
kehendak lewat instrumen kebijakan.
Meski ada pihak yang menolak dan melawan
penutupan tersebut, ada juga yang kemudian mendukung. Ada yang
mendukung upaya Pemkot untuk menutup tempat perzinahan itu berdasarkan
kesadaran bahwa pelacuran, apapun alasannya tidak boleh dibiarkan, haram
hukumnya membiarkan perzinahan merajalela.
Pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur
juga menyatakan mendukung penuh Pemerintah Kota Surabaya untuk menutup
Dolly dan Jarak. Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan penutupan
lokalisasi Dolly harus jalan terus. Alasannya, jika dibiarkan ada
pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh pemerintah
kepada warganya.
Bagi pihak yang menolak penutupan Dolly,
HAM dijadikan alasan, demikian juga apa yang disampaikan oleh Gubernur
Jawa Timur, Soekarwo, dukungannya terhadap penutupan Dolly, menjadikan
HAM sebagai alasannya. Sepertinya HAM bisa dipelintir sesuai
kepentingan. Lantas bagaimana pandangan yang benar terhadap persoalan
ini?
HAM : Standar yang Absurd
Menjadikan HAM sebagai alasan, baik bagi
para pendukung ataupun bagi pihak yang menolak penutupan lokalisasi
perzinahan Dolly dan Jarak, menunjukkan bahwa HAM memiliki standar
ganda, bisa dipelintir ke mana saja sesuai arah kepentingan.
Pemikiran HAM muncul di Eropa pada abad
tujuh belas masehi sebagai akibat dari pergolakan yang berkobar antara
gereja-gereja dan para agamawan dari satu sisi dan antara para
cendekiawan dan filosof dari sisi yang lain.
Setelah berlangsungnya pergolakan
diantara dua kubu, para cendekiawan mendapat kemenangan atas para
pendukung gereja-gereja, yang kemudian melahirkan pemikiran pemisahan
agama dari kehidupan (Sekulerisme). Atas dasar sekulerisme kemudian
memunculkan apa yang disebut dengan ideologi kapitalisme.
Ideologi kapitalisme-sekulerisme inilah
yang menonjolkan pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM). Istilah HAM adalah
istilah kapitalisme yang lahir dari akidah pemisahan agama dari
kehidupan (sekulerisme). Akidah sekulerisme adalah pemikiran yang
bertentangan dengan akidah Islam.
Bukti nyata dan terindera saat ini
adalah, kita menyaksikan dan melihat bahwa perzinahan yang telah
jelas-jelas Allah haramkan dalam kitab suci, berupaya dilegalkan dan
dipertahankan atas nama HAM. Padahal jelas sekali perzinahan adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. Perzinahan adalah
aktivitas yang sangat jauh dari nilai kehormatan dan kemuliaan manusia.
Maka, ide HAM sama sekali tidak ada hubungannya dengan ide-ide Islam
karena ide HAM dibangun atas dasar pemikiran yang bertentangan dengan
Islam, yaitu akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme).
Kapitalisme Biang Kerok Kehinaan Perempuan
Berdasar hasil pendataan, jumlah PSK di
Dolly dan Jarak mencapai 1.187 orang. Angka itu melebihi data PSK di
tempat maksiyat tersebut pada 2012 yang hanya 1.022 jiwa.
Banyaknya para perempuan yang ‘menjual
diri’ beralasan, mereka melakukan kemaksyiatan dengan menjadi PSK adalah
demi menghidupi keluarga. Alasan ekonomi mengemuka dalam kasus ini. Dan
alasan ini juga yang mendapat dukungan beberapa pihak, termasuk dari
para pejuang HAM.
Kapitalisme memandang kemuliaan
perempuan terletak pada kontribusi mereka dalam persoalan ekonomi.
Kontribusi perempuan di bidang ekonomi menjadi salah satu tolak ukur
kemuliaan perempuan. Intinya, perempuan ideal adalah mereka yang bisa
memberikan kemanfaatan fisik (materi) kepada semua pihak. Itulah
pandangan kapitalis terhadap perempuan.
Itulah perangkap yang diciptakan
kapitalis atas nama kemuliaan bagi perempuan. Perempuan bukannya lebih
maju dan terhormat. Mereka bahkan terhina. Mereka bukan saja jauh dari
tuntunan syariah. Bahkan mereka menjadikan Kapitalisme semakin kokoh.
Hanya Khilafah yang Memuliakan Perempuan
Islam sebuah agama yang diturunkan untuk
mengatur seluruh umat manusia di dunia. Islam memiliki seperangkat
aturan yang menyeluruh tentang kehidupan. Tak ada masalah yang tidak
bisa diselesaikan oleh Islam. Maka, berpalingnya manusia dari aturan
Islam sesungguhnya hanya akan melanggengkan kedzaliman, kesengsaraan dan
penderitaan. Penolakan mereka terhadap seruan penegakkan syariah Islam
hanya akan memperparah kondisi yang sudah kacau balau.
Penolakan penutupan prostitusi dengan
alasan apapun adalah alasan yang tidak masuk akal, terbantahkan jika
dikembalikan kepada aturan yang hakiki yang datangnya dari Pencipta,
Allah SWT.
Maka, ukuran kemuliaan perempuan harus
berasal dari Allah SWT. Dialah Yang menciptakan perempuan dan yang
memahami tujuan dari penciptaannya. Jika tujuan penciptaan manusia
adalah untuk menyembah Allah SWT maka derajat kemuliaan manusia
seharusnya ditentukan dari seberapa besar ia dapat menghambakan dirinya
di hadapan Sang Khalik. Dari sinilah konsep takwa seharusnya menjadi
tolak ukur kemuliaan seseorang. Sebab, takwa hakikatnya adalah
ketundukan seorang hamba di hadapan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara
kalian Sesungguhnya Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal“ (QS. al-Hujurat [49]: 13).
Islam telah memuliakan perempuan dengan tugas pokok menjadi ibu serta pengatur dan penjaga rumah tangga (Umm wa Rabb al-Bayt).
Harapan akan hadirnya solusi atas
berbagai persoalan perempuan tidaklah cukup digantungkan pada
janji-janji para pemimpin baru. Solusi tuntasnya adalah mencampakkan
ideologi kapitalisme-sekulerisme. Menyelamatkan perempuan dari kehinaan
adalah dengan penegakkan Negara Khilafah Islamiyyah.
Hukum-hukum Islam yang menyangkut
pergaulan antarlawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar
kehormatannya terlindungi. Islam mewajibkan perempuan untuk menutup
aurat, mengenakan jilbab dan kerudung ketika keluar rumah, menundukkan
pandangan, tidak ber-tabarruj (berdandan berlebihan), tidak berkhalwat,
tidak pacaran, bersafar lebih dari sehari-semalam harus disertai mahram,
dan lain-lain. Semua hukum-hukum tersebut dalam rangka memuliakan
perempuan.
Ketika perempuan mendapatkan tugas utama
sebagai ibu serta pengatur dan penjaga rumah tangga, maka perempuan
tidak dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Tugas
tersebut dibebankan kepada lelaki—suaminya, ayahnya ataupun saudaranya.
Namun perempuan tetap boleh bekerja dan
memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat, seperti menjadi
dokter, guru, perawat, hakim, polisi perempuan adalah beberapa profesi
yang dapat ditekuni perempuan dan sangat penting bagi keberlangsungan
masyarakat.
Islam juga telah memberikan hak kepada
perempuan untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi. Perempuan berhak ikut
serta dalam perdagangan, pertanian, industri dan melangsungkan
akad-akad, bermuamalah serta berhak untuk memiliki dan mengembangkan
segala jenis kepemilikan.
Islam mewajibkan laki-laki maupun
perempuan untuk menuntut ilmu. Negara Khilafah berkewajiban menjalankan
sistem pendidikan agar seluruh warga negara (termasuk perempuan)
mendapatkan pendidikan.
Islam memerintahkan perempuan untuk
beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa
(QS. Ali Imran [3]: 104, at-Taubah [9]: 71). Perempuan dalam Islam
memiliki hak untuk memilih khalifah, memilih dan dipilih menjadi anggota
majelis umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Hanya
saja, urusan yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan tidak boleh
dijabat oleh perempuan.
Hukum-hukum Islam tentang nasab (juga
hukum-hukum pernikahan), telah memuliakan perempuan, agar mereka
memperoleh keturunan yang sah, dan mendapatkan kehidupan rumah tangga
yang menenteramkan. Melalui pernikahan syar’i, perempuan mendapatkan
hak-haknya sebagaimana laki-laki (suami) mendapatkan hak-haknya dari
istrinya.
Islam memuliakan perempuan dengan
jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan perempuan untuk
berjihad. Islam juga memuliakan perempuan dengan membolehkan perempuan
berkiprah di berbagai lapangan kehidupan, semua itu tentu dilaksanakan
dengan tetap berada dalam rel Syara.
Demikianlah jaminan Islam yang diberikan
khusus bagi perempuan. Semua itu tidak lain agar perempuan menjadi
makhluk mulia, terhormat di hadapan Allah SWT dan manusia lain. Namun
semua itu akan terwujud ketika Islam diterapkan dalam sebuah negara
yaitu Negara Khilafah Islam. Wallahu ‘alam.