Sabtu, 15 November 2014

Peran Strategis Pemuda di Era Kapitalisme Global

Sampai kapanpun pemuda selalu istimewa dimata dunia. Ia sosok yang segar dan bersemangat. Ia aset sebuah bangsa yang sangat berharga. Beruntung Indonesia memiliki cukup banyak pemuda. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa satu dari empat orang penduduk Indonesia merupakan kaum muda berusia 10-24 tahun. (Kompas.com, 8 Agustus 2012).
Potensi pemuda menurut Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon dalam forum 45th session of the Commission on Population and Development UN pada April 2012 lalu adalah bahwa pemuda lebih dari sekedar kekuatan demografi. Pemuda memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan. Besarnya persentase usia muda sesungguhnya akan menjadi kekuatan sumber daya manusia (SDM) yang sanggup mengantarkan suatu negara menjadi kuat dan memimpin dunia.
Pemberdayaan Pemuda Dan Kapitalisme Global
Di lain pihak, kondisi dunia sedang krisis akibat kebangkrutan kapitalisme global yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Resesi global yang mengindikasikan lumpuhnya sektor non riil ekonomi Kapitalistik, memaksa Barat untuk menguatkan ekonomi riilnya melalui perdagangan bebas. Untuk itu Barat butuh pasar bagi produk-produk mereka, dan Asia (China, India dan Indonesia) adalah pasar yang menggiurkan karena pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
Disinilah korelasinya. Pemetaan pemberdayaaan pemuda diaruskan secara global yaitu Youth Participation in Ending Crisis, dalam berbagai forum arahan PBB. Artinya, potensi pemuda dilirik dalam rangka membantu memulihkan kondisi ekonomi negara-negara Barat terutama Amerika.
Alhasil, pemerintah melakukan pengembangan wirausaha, melalui ekonomi kreatif. Hal ini diwujudkan dengan legalisasi hukum yaitu Undang-Undang (UU) kepemudaan. Dalam berbagai kesempatan pemerintah menegaskan bahwa pemuda adalah aktor yang harus berperan aktif dalam percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah terus mendorong dan memfasilitasi akademisi agar menjadikan kampus sebagai pusat keunggulan kewirausahaan dengan beragam jenis pelatihan kewirausahaan. Yang demikian sejalan dengan agenda besar pembangunan ekonomi yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Sekilas situasi tersebut tampak baik. Pengembangan sektor wirausaha dapat menambah jumlah tenaga kerja. Yang kemudian akan mengurangi angka pengangguran. Untuk tahun 2013, diperkirakan terdapat penambahan tak kurang dari 100 ribu tenaga kerja baru dari sektor ekonomi kreatif ini. Dengan begitu daya beli masyarakat juga akan meningkat. Hal tersebut diduga kuat menyasar produk-produk impor dari Barat dan akan mampu memulihkan keadaan ekonomi dunia.
Namun jika diamati lebih teliti, hal ini sebenarnya berbahaya. Peran aktif pemuda yang ditopang dengan sistem pendidikan pro pasar, melalui perluasan memperoleh peluang kerja sesuai keahlian yang dimiliki pemuda pada UU kepemudaan Pasal 8 ayat 1 (c)),hanya akan melahirkan pemuda yang berpandangan bahwa pemberdayaan potensi pemuda datang melalui pekerjaan. Pemuda tidak akan menyadari perannya dalam pasar tenaga kerja sebagai mesin produksi ekonomi riil hanya di skala mikro – menengah, namun barat tetap memonopoli akses Sumber Daya Alam (SDA). Pemuda tidak bisa melihat keterkaitan antara penguasaan SDA oleh swasta asing maupun lokal dengan buruknya kondisi ekonomi mereka.
Dengan kata lain proyek tersebut dapat melahirkan pemuda-pemuda ‘cuek’ dan ‘enjoy’ terhadap kerusakan yang terjadi di lingkungan sekitarnya selama tidak bersinggungan dengan kepentingan dan kebutuhan dirinya. Transparency International Indonesia (TII) mengadakan survei “”Youth Integrity Survey”” untuk mengetahui tingkat kepedulian anak muda terhadap praktik korupsi. 60% pemuda Ibu Kota ‘cuek’ pada korupsi, 40% anak muda beralasan kasus itu bukan urusannya.
Hasil penelitian lima tahun terakhir menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia cenderung menurun. Penurunan ini disinyalir karena salah kelola dalam penyelenggaraan pendidikan nasional oleh pemerintah. Salah kelola tersebut dikarenakan pemerintah cenderung membuat regulasi maupun kebijakan-kebijakan pendidikan yang berorientasi pada proyek. Demikian kajian yang dilakukan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) seperti dikemukakan Sekjen FSGI Retno Listyarti pada refleksi akhir tahun tentang kebijakan pendidikan nasional di kantor ICW, Jakarta, Jumat (28/12)
Dengan mengkambing hitamkan kepentingan nasional, penguasa negeri ini telah mengamputasi peran strategis pemuda sebatas pemenuhan pasar tenaga kerja yang menguntungkan para kapital. Kebijakan pemberdayaan pemuda hanya menempatkan pemuda yang merupakan generasi masa depan negeri ini terjebak dalam arus pasar tenaga kerja dan mesin penyelamat krisis global.
Apa Yang Harus Dilakukan
Permasalahan negeri kita sungguh komplit. Angka kemiskinan terus meningkat. Ini bukan disebabkan kemalasan bekerja namun kemiskinan akibat penerapan ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalis menyebabkan penguasaan terhadap 90% sumber daya alam kita oleh perusahaan swasta asing. Juga menjadi penyebab harga-harga kebutuhan pokok mahal. Sistem kapitalis menjadi penyebab pendidikan yang notabene hak rakyat berbiaya mahal. Belum lagi masalah korupsi yang kian menggurita, masalah kriminalitas yang semakin hari semakin mengerikan serta permasalahan lainnya.
Oleh karena itu pemuda tidak boleh diam. Mereka harus bangkit dan berjuang. Pemuda harus berperan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa. Mereka harus meningkatkan kepedulian untuk mengkaji secara kritis setiap permasalahan yang ada serta mencari solusi konkrit untuk menyelesaikannya.
Penduduk Indonesia yang mayoritas adalah muslim pasti memahami bahwa hidup adalah amanah dari Allah SWT. Termasuk pemerintah, kebijakan pemberdayaan pemuda sesungguhnya akan dipertanggunjawabkan kepada ALLAH SWT. Maka dalam mencari solusi bangsa hendaknya tidak menyalahi aturan-aturan Allah SWT. Mari optimalkan potensi pemuda mewujudkan Indonesia dan dunia lebih baik. Wallahu a’lam bishawab.
Oleh: Eva Arlini, SE
(Manajer Bimbingan Belajar dan Aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)
Email: Arlini.Rizki@gmail.com HP: 085760650435

Nggak Nyar’i Nggak Happy



Ada dua orang Abege yang kontras kesehariannya. Abege A dia banyak galau. Kerjaannya bikin masalah. Hidupnya amburadul nggak teratur. Bangun tidur selalu selalu kesiangan. boro-boro Salat Dhuha, Salat Shubuh aja kehabisan waktunya. Karena bangun kesiangan, berangkat sekolah pun kesiangan karena belum nyiapin buku-buku pelajaran.  Malamnya malah keluyuran, pacaran, ato main PS. Di Sekolah juga, dia nggak punya prestasi. Prestasinya hanya bikin onar. Kemana-mana selalu punya musuh. Itulah kesibukannya. Intinya abege yang satu ini kelakukannya alay bin lebay. Kerjaannya cuma bikin masalah bukan menyelesaikan masalah.

Sementara Abege B kebalikan dari Abege A. Abege B selalu belajar mendisiplinkan diri. Dia hidup teratur tanpa disuruh-suruh. Dia hidup teratur karena kesadaran dirinya. Dia merasa perlu itu. Dia merasa harus hidup teratur. Dia punya misi dan rencana hidup. Misinya yang besar itu, tentu dipengaruhi oleh keteraturan dia dalam melakukan hal-hal yang kecil. Dia berusaha salat tepat waktu. Berusaha menjalankannya dengan berjamaah di masjid. Dia juga menambahnya dengan rawatib dan salat sunnah lain seperti Dhuha dan Tahajjud. Dia tahu prioritas amal, kapan saatnya bermain, kapan saatnya belajar, waktu buat silaturrahmi, dan waktu-waktu lainnya.

Nah, Sob. Silakan nilai sendiri abege mana yang nantinya bakal hidup happy? Kalo kit lihat apa yang mereka kerjakan, tentu yang bakal happy, baik di dunia maupun di kehidupan berikutnya (akhirat) ya jelas Abege B.

Dua sikap di atas menunjukkan pada kita, sebetulnya hidup nyar’i (hidup berdasarkan Syariat Islam) itu membuat manusia jadi lebih bermakna, terarah, dan happy ending (husnul khatimah). Sebaliknya, jika nggak mau hidup nyar’i kita nggak happy alias sad ending (suul khatimah). Tentunya kasus abege A, bukanlah final. Manusia kan berproses, jika dalam perjalanan, si Abege A ada upaya dia untuk berubah dan dia memilih untuk berubah, tentu dia pun berpeluang happy ending. Hanya saja, perlu ditekankan apakah dia mau memilih untuk berubah atau nggak. Allah memang memberikan pilihan pada manusia apakah mau taat atau tetap bermaksiat. 



“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaanya.” [TQS. Asy-Syam (91): 8]
Contoh di atas baru hidup nyar’i secara individu. Hidup nyar’i individu aja udah enak banget kelihatannya. Nah, permasalahannya tidak selesai sampai di individu. Ketika individu sudah milih hidup nyar’i, nggak ujug-ujug atau otomatis masyarakat dan kehidupan bernegara jadi nyar’i. Jika melihat kenyataan di masyarakat dan negara kita saat ini, hidup yang benar-benar nyar’i (Islam kaffah/totalitas) belum terlihat sama sekali.

Kini kita masih melihat fakta masyarakat kita yang sakit yang rasanya semakin hari semakin tambah rusak. Perzinaan dianggap lumrah, hamil di luar nikah dianggap trendi. Pacaran dianggap keren. Masyarakat kita sudah kehilangan kontrol sosial. Kita hidup serba permisif. Dengan dalih kebebasan dan hak asasi, semua jenis maksiat bebas dilakukan.

Pun dalam kehidupan bernegara. Negara kita makin amburadul. SDA-nya nyaris begitu mudahnya diperebutkan layaknya seperti hidangan yang sudah tersaji di meja makan. Para perampok itu sudah mengkapling-kapling kekayaan kita. Sementara pemerintah nggak bisa berbuat apa, malah mirisnya merekalah yang jadi corong untuk memuluskan perampokan SDA kita.

Itu hanya satu dua kasus saja. Masih begitu bejubel kasus masyarakat dan negara yang semuanya berujung pada cara hidup kita yang nggak nyar’i. Sehingga kita pun benar-benar berada di ambang kehancuran. Kita hancur dan menjadi umat yang terhina karena perbuatan kita sendiri, yaitu maksiat karena nggak mau hidup nyari’i. Kerusakan yang kita alami sudah multidimensi, baik itu fisik maupun nonfisik, dan dalam pelbagai lini kehidupan.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [TQS. Ar-Ruum (30): 41]
Karena itu, sudah sepantasnya kita merenung, mau sampai kapan kita hidup nggak nyar’i? Mau sampai kapan kita hidup nggak happy-happy? Yuk, segeralah kita Kembali, KEMBALI DENGAN SEPENUH HATI.

Sejarah Valentine’s Day

Ada apa ya dengan Februari? Februari adalah bulan kedua dari kalender Masehi, ya… semua pasti udah pada tahu. Namun ada satu tanggal di bulan ini yang seakan-akan menjadi ‘hari raya’ yang dinantikan oleh remaja (pada khususnya). Dimana tanggal 14, warna pink dan sebatang coklat adalah kata kuncinya… benar sekali, itulah Valentine’s Day (V-Day).
Tapi tahukah kamu, bagaimana sejarah V-Day ini? Mengapa pula harus dirayakan pada tanggal 14 Februari? Let’s Cekidot…
Banyak versi yang menjelaskan tentang sejarah V-Day, salah satunya menjelaskan bahwa peristiwa ini dimulai ketika Bangsa Romawi kuno memperingati Perayaan Lupercalia pada tanggal 15 Februari. Perayaan ini berlangsung selama beberapa hari, dua hari pertama dipersembahkan untuk Dewi Cinta Juno Februata. Para pemuda mengundi nama-nama gadis dalam kotak, lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak. Nama yang terpilih harus menjadi pasangannya untuk bersenang-senang selama setahun.
Sedangkan pada tanggal 15-nya digunakan untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini pula para wanita berebut meminta dilecut tubuhnya dengan kulit binatang dengan anggapan hal itu membuat mereka menjadi subur.
Ketika agama kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan pemuka agama mengadopsi perayaan itu dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Pada tahun 496 Masehi, Paus Gelasius I menjadikan perayaan tersebut menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan meninggal pada 14 Februari (The World Encyclopedia, 1998).
Namun sebenarnya, kisah perjuangan St. Valentine sebagai tokoh yang diabadikan itu sendiri ada beberapa versi. Karena ada tiga nama Valentine yang meninggal pada tanggal 14 Februari.
Versi pertama menceritakan bahwa Kaisar Claudius II memerintahkan penangkapan terhadap St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa dan menolak menyembah dewa-dewa Romawi. Lalu orang-orang yang mendambakan do’a St. Valentine menulis surat dan menaruhnya di terali besinya.
Menurut versi kedua, kaisar Claudius II menganggap bahwa tentara muda yang masih bujangan lebih kuat dan tabah di medan peperangan dibanding tentara yang sudah menikah. Sehingga Ia melarang para pemuda untuk menikah, namun St. Valentine melanggar larangan tesebut dengan menikahkan banyak pasangan muda secara diam-diam. Hal ini mengakibatkan Ia ditangkap dan dihukum gantung pada tahun 269 M (the World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menyatakan bahwa Santo Valentinus adalah seorang martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan). Pada sore hari menjelang gugurnya, ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang dititipkannya pada sipir penjara dan tertulis ‘dari valentinusmu’.
Kesimpulan
Keseluruhan kisah di atas mempunyai satu benang merah, bahwa Valentine Day berasal dari budaya paganisme yang sangat kental sekali dengan aktivitas ritual penyembahan berhala. Kemudian terjadi kompromi dengan agama Kristen Katolik sehingga akhirnya perayaan ini diadopsi sebagai perayaan gereja.

Atas Nama Cinta

Cinta, satu kata yang tak kan habis dibicarakan sepanjang waktu, kata yang akan terus laku dijual dalam dunia cerita, dunia layar, dan dunia nyata. Cinta itu tidak bisa dilihat namun nyata bisa dirasakan. Cinta tidak dapat diciptakan atau dipaksakan dan tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat beralih bentuk.
Cinta dapat ditemukan pada semua hal. Atas nama cinta banyak orang memperoleh kebahagiaan, atas nama cinta pula banyak orang menuai luka nestapa. Karena cinta seseorang yang gagap tiba-tiba menjadi puitis, karena cinta pula seseorang ahli sastra seolah seperti anak kecil yang baru belajar bicara.
Cinta bisa membuat seorang pengecut menjadi pemberani, membuat yang paling berani menjadi jinak dihadapannya. Demi tak ada lautan yang tak bisa diseberangi, tak ada gunung yang tak bisa didaki. Karena cinta pembunuh akan jadi penyayang yang paling baik, cinta pula yang memberi harapan kepada yang putus asa. Atas nama cinta.
Sungguh mulia cinta, ia putih, suci bersih tanpa noda. Cinta adalah kasih sayang yang tulus, yang diberikan pencipta kita Allah swt., Dialah sumber segala kasih sayang dan cinta yang ada di permukaan bumi dan langit serta yang ada diantara keduanya. Allah-lah yang berkehendak menjadikan setiap akal dan hati kita cenderung pada perasaan saling menyayangi, saling membutuhkan. Bukan hanya butuh untuk dicintai, tapi juga butuh untuk mencintai. Cinta adalah fitrah manusia. Tanpa cinta takkan lengkap keberadaan kita sebagai manusia, takkan sempurna kita sebagai makhluk Allah.
Sejak awal penciptaan kita pun, cinta telah berperan disana. Manusia dimulai dari ketiadaan, ruang kosong tanpa waktu, lalu Allah berkehendak menjadikan kita dengan cinta-Nya. Ditiupkan-Nya ruh kepada kita, yang membuat kita menjadi ada. Yang membuat kita bisa merasakan lezatnya hidangan yang kita santap, sejuknya udara disaat hujan mereda, dan membuat semua indra kita bisa berfungsi. Tanpa kehendak Allah dan tanpa izin-Nya, mustahil semua yang ada pada diri kita bisa kita nikmati. Mustahil.
Lalu kita tumbuh dan berkembang di dalam cinta di rahim ibu kita yang tersayang, yang diawali dari pernikahan mulia ayah dan ibu kita. Mereka berdua setiap hari melihat perkembangan kita. Ayah kita begitu gembira menanti kedatangan kita, ditengah usahanya menafkahi ibu dan calon anaknya serta menabung untuk kelahiran buah hatinya ia tak jarang mengingat kita, selalu terusik kerjanya bila muncul pertanyaan ”apakah anakku baik-baik saja?”.
Setiap upah yang ia terima selaslu diprioritaskannya untuk kita nanti, sering ayah dan ibu kita menahan lapar dengan alasan ”ini untuk si kecil nanti..”.
Ibu, sungguh tak terhitung jasamu ya ibuku tersayang. Setiap hari kita memberatkan dan membatasi mereka dengan tubuh kita yang setiap hari semakin membesar. Setiap hari disibukkannya dengan membaca buku ”bagaimana mempersiapkan kedatangan seorang bayi?”. Ibu kita makan makanan yang bergizi walaupun saat itu mereka tidak menginginkan, bukan karena apa-apa, karena kita membutuhkan gizi dan makanan yang baik. Di masa-masa menjelang kelahiran, semua keluarga besar bergembira, ayah dan ibu kita berdiskusi memilih nama apa yang paling tepat untuk kita.
Sampai kelahiran kita pun dipenuhi dengan cinta yang tulus. Perasaan senang, kuatir dan takut bercampur menjadi satu pada diri mereka berdua. Senang karena kita akan segera lahir ke dunia, kuatir dengan proses persalinan yang mereka lakukan, dan takut jangan-jangan Allah memanggilnya ketika melahirkan kita, sehingga ibu kita tidak bisa menemani dan membimbing kita menjadi dewasa dan menjadi anak yang shalih. Setiap teriakan yang dia keluarkan menambah kecemasan ayah kita yang setia menunggu proses kelahiran kita, bagi ayah kita, itulah waktu terlama yang pernah ia rasakan, ia berpikir ”Ya Allah, saat ini, apapun tidak berarti kecuali kelahiran buah hatiku”.
Teriakan demi teriakan berlanjut, setiap teriakan manggambarkan pertaruhan nyawa yang sedang dilakukan oleh ibu kita. Demi buah hatinya, tak tersisip sedikitpun rasa gentar menjalani semua itu. Lalu lahirlah kita. Dengan teriakan yang nyaring dan menggema, diperlihatkan wajah kita yang masih belum bisa membuka mata dan masih bermandikan darah ibu kita. Ia tersenyum, merasa dirinya paling bahagia di seluruh semesta. Padahal tadi ia berteriak-teriak kesakitan, semua hilang seketika melihat wajah kita. Inilah cinta. Ayah pun menghambur masuk, mencium ibu dan segera mengumandangkan adzan ke telinga kita, tanda syukur yang mendalam, buyar sudah semua cemas-galaunya. Inilah cinta.
Ketika kita tumbuh dan berkembangpun semuanya diliputi kehangatan cinta, tangis kita menjadi usikan dikala mereka berdua tidur, tapi dengan senang hati ibu bangun, mengganti popok yang basah, menenangkan kita yang rewel untuk tidur kembali, tak berapa saat kita pun membangunkan kembali tidur mereka yang baru sedikit pulas, kali ini karena lapar. Dengan penuh kesabaran, kembali ibu bangun dan menyusui kita sampai kita tenang dan tertidur kembali. Inilah namanya cinta.
Ketika kita beranjak dewasa, mereka mendengarkan semua keluhan dan makian kita, suara kita yang keras saat marah dengan mereka, mereka balas dengan nasihat yang tulus. Diajarinya kita semua hal tentang dunia dan hidup. Setiap hari tak lupa didoakannya kita setelah shalatnya, sampai detik inipun ia masih berdoa.. ”ya Allah, jadikanlah putra-putriku sedap dipandang mata dan berikanlah mereka hati yang lembut dan keshalihan”. Seringkali mereka menangis disaat kita membentak mereka, sakit. Tapi esoknya, kembali diperlihatnkannya wajah dan senyum cerianya, kembali memasak makanan dan menyiapkan pakaian kita. Tanpa keluhan. Inilah cinta
Tapi, mari kita putar balik memori kita. Tulusnya cinta kedua orangtua kita yang selalu memberi tanpa pamrih, sudahkah kita menghargainya dan mengingatnya? Pernahkah kita memberikan hadiah kepada ibu kita, memberikan sekuntum bunga kepada ibu kita, atau sekedar memeluk ibu kita dan mengucapkan ”terima kasih ya ibu..” atas pemberiannya yang tak kan bisa kita balas? Pernahkah kita mengucapkan ”terima kasih ayah, atas upayamu menghidupi dan mencukupi keluarga..” atau pernahkah kita meminta maaf saat kita melakukan kesalahan pada ayah kita? Atau sekedar berdoa bagi mereka berdua setelah shalat? Ingatkah kita pada mereka berdua disaat kita mendapatkan kesenangan?
Lebih jauh lagi, apakah kita termasuk orang yang mengingkari cinta yang diberikan Allah dan rasulnya Muhammad. Kita mengaku ummat Muhammad, menulisnya dalam kolom tokoh idola kita, tapi mungkin tak sedikitpun merindukannya. Padahal rasulullah, manusia mulia yang dijamin masuk surga rela dilempari dengan batu hingga kakinya berdarah, rela dihina, dimaki, dilempari kotoran, demi kita, demi ummatnya. Bahkan sampai wafatnya pun rasul selalu memikirkan ummatnya lebih daripada dia dan keluarganya.
”Ummati.. ummati.. ummati..” itulah kata-kata terakhirnya. Padahal jika tidak ada rasul dan agama yang dibawanya, mana mungkin kita mempunyai kedua orang tua yang baik. Tanpa izin Allah, sumber segala cinta, bagaimanakah orangtua kita bisa ada di dunia ini. Maka kepada Allah-lah kita harus berterimakasih paling banyak dan paling besar, bersyukurlah. Lalu bershalawatlah kepada nabi Muhammad saw. yang memperjuangkan agama Islam dengan darah dan bahaya serta kesusahan Berikutnya adalah kepada kedua orangtua, atas cinta kasih mereka.
Kita lebih cenderung pada tipuan dunia dibanding mengikuti ajaran Allah yang dibawa oleh Muhammad saw., pun kepada kedua orangtua kita juga seperti itu, kebaikan mereka kita anggap kewajaran yang sangat jarang kita hargai. Kita hanyut begitu saja saat nafsu muncul dalam diri kita. Kita lebih percaya pada kata-kata di televisi, media dan seruan orang lain dibanding orangtua kita.
Kita mungkin tidak mengetahui, ternyata ada orang-orang munafik, kafir dan musyrik yang sengaja ingin menjatuhkan agama Islam yang sempurna dengan berbagai cara dan upaya yang mereka lakukan. Mereka tau pemuda adalah tumpuan ummat, ketika rusak pemuda, maka rusaklah ummat itu pada akhirmya. Mereka lalu memperkenalkan kepada kita budaya-budaya hedonis mereka atas nama cinta, padahal tidak lain hanyalah nafsu yang mereka katakan cinta. Mereka begitu cantik membungkus budaya sampah mereka dengan jargon-jargon, dengan propaganda, iklan dan opini sehingga pemuda muslim tunduk dibuatnya, membebek mereka.
Padahal tujuan mereka sangat jelas. Menjauhkan pemuda dari Islam. Membuat pemuda Islam berfikir bahwa pengajian itu kolot, Islam itu ketinggalan zaman, aturan Allah itu kejam dan lain sebagainya. Satu-satunya yang mereka khawatirkan adalah apabila al-Qur’an dan as-Sunnah menyatu dalam akal dan perasaan setiap pribadi pemuda di dalam masyarakat dan menjelma menjadi peraturan hidup yang diterapkan secara formal dalam kehidupan. Mereka takut dengan itu. Saking cemasnya mereka berusaha agar jangan sampai bersatu antara Islam dan kaum muslim, terutama pemudanya. Karena kalau sampai itu terjadi, maka akan terlihatlah wajah asli mereka yang buruk.
Hanya ada dua jalan yang dijadikan Allah swt. satu menuju ke surga yang diridhai-Nya, satu menuju ke Neraka. Dan hanya ada satu jalan ke surga, yaitu mengambil Islam secara kaaffah. Islam adalah sistem hidup yang sempurna, ia menyediakan semua solusi permasalahan. Dan tidaklah diperkenankan untuk menyembah sesuatu selain Allah, ataupun mengambil ajaran selain Islam, karena itupun berati menyekutukan Allah swt. yang telah menurunkan Islam secara sempurna.
Jangan nodai nama cinta dengan mengatas namakan cinta atas pekerjaan nafsu. Karena cinta berbeda dengan nafsu. Cinta tak akan pernah menginginkan yang dicintai menjadi sengsara dan susah. Jangan katakan cinta apabila ia tahu perbuatannya akan mengantarkan yang dicintainya ke api neraka sementara ia tetap melakukannya. Bukan cinta bila lebih mementingkan ajaran lain selain ajaran nabi Muhammad saw.
Ya Allah, sesungguhnya banyak sekali salah dan khilaf kami kepada-Mu. Kami tahu api neraka itu panas, tetapi tetap saja kami melakukan yang dilarang oleh-Mu. Kami tahu surga itu ni’mat tapi kami tidak berusaha dan bersegera meraihnya. Kami terkadang sombong dengan karunia-Mu, padahal semua yang kami punya dapat Engkau ambil kapanpun Engkau menginginkannya. Kami jarang sekali berbuat baik kepada kedua orangtua kami, seringkali kami membentaknya, memarahinya, memakinya, padahal kami tau ridha orangtua kami adalah ridha-Mu, dan murka orangtua kami adalah murka-Mu.
Ya Allah jadikanlah mereka berumur panjang agar kami dapat sedikit membalas kebaikan-kebaikan mereka yang tak akan bisa kami balas. Jangan jadikan kami orang yang menyesal dan baru menyadari semua kesalahan kami justru pada saat mereka tiada. Ampunilah pada kedua orangtua kami dosa-dosa yang pernah mereka lakukan karena Engkaulah Maha Pemberi Taubat dan Maha Penyayang. Ya Allah kami lemah, tidak memiliki apapun untuk membahagiakan mereka, maka jadikanlah kami anak yang shalih dan shalihah, karena inilah yang baru dapat kami lakukan pada mereka. Rabbana atiina fi ad-dunya hasanah, wa fi al-akhirati hasanah, wa qiina adzab an-naar. wa al-hamdulillahi rabb al-alamin. Wallahua’lam bi ash-shawab.

Dampak Negatif Budaya Pacaran di Kalangan Remaja : Cermin Masa Depan

Soal pacaran di zaman sekarang, tampaknya menjadi gejala umum di kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film, dan syair lagu. Sehingga terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk bertukar cerita dan berbagi rasa. Di masa remaja juga proses pencarian jati diri seseorang berlangsung, karena bergaul pula, kita akan bisa saling mengenal satu dengan yang lain, mulai dari nama, kebiasaan atau hal-hal yang disukai oleh orang yang kita ajak bergaul. Ada pula yang mengatakan dengan istilah ‘Tak Kenal, Maka Tak Sayang’, karena belum saling kenal maka tak saling tahu bahkan saling menyayangi. Tapi jangan lantas jadi tebar pesona. Dan pada proses itulah banyak para remaja yang terjebak ke dalam pergaulan bebas “PACARAN” tersebut karena tidak mengetahui dampak buruk bagi dirinya sendiri. Pacaran di kalangan remaja saat ini telah mencapai titik kekhawatiran yang sangat tinggi atau cukup parah, terutama seks bebas dan banyaknya melakukan perbuatan zina yang merupakan dosa besar.
Dampak Negatif Pacaran
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan sesuatu jalan yang buruk.” (TQS. Al-Isra [17] : 32).
Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa saat ini tidak aneh jika banyak dikalangan remaja banyak yang melakukan aktivitas pacaran, sehingga mengakibatkan banyaknya melakukan perbuatan zina dan dosa besar. Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS, serta wanita terutama dari kalangan remaja/anak sekolah yang hamil di luar nikah. Bahkan sekarang pelakunya bukan saja mahasiswa dan anak SMA saja, namun sudah merambat sampai ke anak SMP. Sepanjang tahun 2011 lalu, tercatat ada 148 kasus seks pranikah, 30 kasus infeksi saluran reproduksi, 30 kasus infeksi menular seksual (IMS), 220 kasus kehamilan tidak diinginkan atau di luar nikah, serta 325 kasus persalinan remaja baik karena menikah di usia dini maupun di luar nikah.
“Kasus tertinggi ada di Kecamatan Banjarmasin Selatan, khususnya SMP,” ujar Kepala Dinkes Kota Banjarmasin, Diah R Praswasti. Dari beberapa penelitan yang dilakukan sejak tahun 2006, sebanyak 62,7 persen remaja SMP tidak perawan dan 21,2 persen remaja mengaku pernah aborsi. Seksual aktif di kalangan remaja adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri. Kebanyakan remaja mengaku awalnya coba-coba dan penasaran.
Namun tak jarang, banyak sekali orang-orang yang melakukan perbuatan keji dan tidak berkeprimanusiaan untuk menutupi aib nya, yaitu dengan melakukan aborsi. Padahal mereka tahu akibat aborsi sangat berbahaya bagi kesehatan tubuhnya sendiri dan keselamatannya secara fisik. Bahkan bukan hanya pada kesehatan dirinya sendiri, tetapi juga sangat berdampak hebat bagi keadaan mental seseorang yang melakukan aborsi tersebut. Namun demi menutupi aib yang ia timbulkan sendiri, ia rela mempertaruhkan nyawanya sendiri. Oleh karena itu jika tidak secepatnya di atasi, akibat pergaulan bebas dari pacaran ini akan sangat membawa dampak negatif dan efek yang buruk bagi perkembangan zaman.
Solusi Islam
Dalam kehidupan Islam sebagaimana yang dapat kita baca dalam sejarah Rasulullah SAW, atau buku-buku yang menggambarkan kehidupan Islam pada masa Rasulullah SAW, aktivitas kaum lelaki dan wanita terpisah, kecuali dalam beberapa aktivitas khusus yang diperbolehkan syariat.
Misalnya, Islam menggariskan bahwa perempuan harus menutup aurat di hadapan lelaki yang bukan mahramnya, pun sebaliknya. Memerintahkan perempuan maupun lelaki untuk menundukkan pandangan, serta menjaga kehormatan dan kemuliaannya di hadapan non mahram. Oleh karena itu, sebagai remaja harus membiasakan berfikir panjang ke depan sebelum melakukan sesuatu hal, apalagi yang belum kita ketahui dampak baik dan buruknya bagi diri kita, keluarga, dan orang lain. Dengan memperbanyak mengenal ilmu agama dan mengetahui adab-adab dan norma-norma hukum agama sehingga kita dapat mempraktekannya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan itu dapat mencerminkan kehidupan generasi penerus masa depan yang baik dan berakidah Islam.

Remaja dan Pemilu

Ritual lima tahunan Pemilu dalam kampanyenya menjadi ajang tebar pesona, tebar janji para caleg. Padahal semua juga sudah tahu kalo janji mereka lima tahun yang lalu aja belum terealisasi. Kampanye parpol dan para calegnya, hanya dijadikan oleh masyarakat sebagai ajang cari kaos sampe cari amplop. Bisa jadi aktivitas nyoblos di hari H Pemilu, akan tergantung siapa yang paling besar ngasih amplop.
Bisa jadi fenomena kayak gitu juga yang bikin teman remaja ‘emoh’ kalo diajakin ngomong politik. Padahal kita bisa hidup di negeri ini diatur dengan politik. Kita bisa bertetangga dengan negara lain juga diatur dengan politik. Harga beras, kopi, gula di negeri ini sampai biaya kamu sekolah juga ditentukan dengan kebijakan politik. Lalu kenapa kita masih emoh ngobrol politik?
Menghalau Virus EGP
Sobat, semoga kamu bukan orang yang anti ngobrolin politik lagi. Kalo emang sobat masih anti dengan politik, jangan-jangan emang udah keserang ama virus EGP.
Lho, kita mau ngobrol politik koq ngebahas virus, sih ? Eiitt… jangan salah sobat, virus ini bukan sembarang virus. Gara-gara virus EGP (Emang Gue Pikirin), banyak remaja muslim kena penyakit individualis. Mereka paling ogah kalo diajak mikirin kondisi negeri zamrud khatulistiwa ini. Boro-boro mikir mahalnya biaya pendidikan atau tingginya jumlah pengangguran, dikasih tugas ama guru untuk bikin artikel atau kliping  aja, mereka pasti langsung semaput…
Ups.. ini bukan tuduhan, lho. Tapi emang kondisi kebanyakan remaja sekarang kayak gitu, kalo disuruh mikir yang “berat” (menurut kategori remaja saat ini) otak mereka langsung ngebul persis air di panci yang mendidih, apalagi kalo mikir politik, dijamin bukan lagi ngebul, tapi udah kebakaran..He..he..he..
Sobat, kita tuh hidup di negeri ini, bukan di negeri dongeng, negeri awan, atau negeri impian. Itu berarti baik-buruknya kondisi negeri ini akan banyak mewarnai hidup kita. Kebayang kan gimana kalo sikap cuek itu mewabah, nggak hanya individu, tapi kalo kompakan, se-kampung, se-desa, se-kabupaten, se-propinsi dan akhirnya bisa satu negara kompakan untuk EGP.
Rasulullah Saw, sudah menggambarkan kalo sikap cuek dipelihara akan mengakibatkan malapetaka, seperti yang terjadi pada penumpang sebuah kapal. Sabdanya :
“Perumpamaan orang yang menjaga dan menerapkan aturan Allah adalah laksana kelompok penumpang kapal yang mengundi tempat duduk mereka. Sebagian mereka mendapat tempat duduk di atas dan sebagian yang lain di bawah. Penumpang bagian bawah, jika butuh air, maka harus melewati atas. Mereka (yang di bagian bawah) berkata: “Bagaimana jika kami lubangi saja bagian bawah (untuk mendapatkan air), toh hal itu tidak menyakiti bagian atas”. Jika kalian biarkan mereka berbuat menurut keinginan mereka itu, maka binasalah mereka dan seluruh penumpang kapal itu. Tetapi Jika kalian cegah mereka, akan selamatlah mereka dan seluruh Penumpang yang lain” (HR Bukhari)
Seandaianya kecuekan ini terus berlangsung, alamat kehancuran yang akan didapat. Makanya harus bin wajib untuk menghadirkan sikap kritis bin peduli dalam diri kita terhadap kondisi yang ada di sekitar kita. Itulah bagian dari dakwah, bagian juga dari aktivitas politik yang didefinisikan sebagai ri’ayatus su’unil ummah, melayani urusan umat.
Hajatan Pemilu
Sob, kalo kita ngomongin pemilu yang sebentar lagi digelar, dalam  Pemilu 2014 akan bertarung 15 parpol, dimana 12 partai nasional dan 3 lainnya partai lokal. Pertanyaan pentingnya adalah, apakah partai politik tersebut bisa membuat rakyat percaya? Mereka bisa memegang mandat untuk mewakili aspirasi rakyat?
Kayaknya rakyat di seantero negeri ini sudah ‘ngeh’ deh.  Coba ingat-ingat, dari pemilu ke pemilu rasanya emang belum ada partai yang layak untuk menjadi tempat menggantungkan harapan bagi rakyat.
Sory, bukan apatis, tapi coba perhatikan aja. Dari berbagai survey, ada kecenderungan umat sudah apatis dan apriori alias tidak peduli terhadap elit penguasa. Tingkat kepercayaan mereka terhadap institusi partai begitu rendah.
Hasil survei nasional Juni 2013, yang digelar Indikator Politik Indonesia “Dari 58 persen responden menyatakan tak percaya partai politik, disusul dengan responden yang tak percaya politisi, menteri-menteri, DPR, dan presiden,” kata Direktur Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi di Hotel Kempinski, Jakarta, Selasa (23/7/2013, okezone.com).
“Apatisme sebagian besar dari rakyat terhadap partai politik adalah akibat parpol yang hanya berorientasi bagaimana merebut dan melanggengkan kekuasaan semata,” tutur Din Syamsudin, Kamis (6/9/2013), seperti dikutip tribunnews.com
Katanya pemilu itu pesta rakyat. Bener ga sih? Apakah layak dikatakan sebagai pesta rakyat ketika rakyat hanya jadi bulan-bulanan para pejabat? Jangan-jangan pemilu itu sebenarnya pesta pejabat. Faktanya para pejabat dalam sistem demokrasi memang memanfaatkan momen ini untuk “menghipnotis” rakyat agar mau mencoblos mereka.
Status Hukum Pemilu
Sobat, Pemilu legislatif (pileg) yang akan digelar di Indonesia awal April ini ditujukan untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPR-DPRD. So, kita kudu tahu hukumnya memilih wakil rakyat. Ternyata, dalam pandangan hukum Islam,  memilih wakil rakyat merupakan salah satu bentuk akad perwakilan (wakalah). Hukum asal wakalah adalah mubah alias boleh. Dalilnya antara lain: hadis sahih penuturan Jabir bin Abdillah ra. yang berkata: “Aku pernah hendak berangkat ke Khaibar. Lalu aku menemui Nabi saw. Beliau kemudian bersabda: Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah olehmu darinya lima belas wasaq” (HR Abu Dawud).
Wakalah itu sah kalo semua rukun-rukunnya dipenuhi. Rukun-rukun tersebut antara lain adanya akad (ijab-qabul); dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl); perkara yang diwakilkan; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat tawkîl). Semuanya tadi harus sesuai dengan syariah Islam.
Nah kalo kaitannya dengan memilih wakil rakyat, maka yang menjadi sorotan utamanya adalah “perkara yang diwakilkan”. Dengan kata lain, apakah aktivitas para wakil rakyat itu sesuai dengan syariah Islam atau tidak. Kalo sesuai dengan syariah Islam maka wakalah tersebut boleh dilakukan. Sebaliknya, kalo nggak sesuai maka wakalah tersebut tidak boleh dilakukan. Karena itu, hukum wakalah dalam konteks membuat peraturan yang tidak bersumber pada hukum Allah, jelas tidak boleh.
Harapan Ada Pada Syariah
Lalu kemana sebenarnya, keinginan masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya? Ternyata ada kecenderungan di kalangan umat bahwa masa depan politik Indonesia ada pada syariah Islam. Buktinya, beberapa survey menunjukkan dukungan masyarakat terhadap penerapan syariah Islam meningkat.
Hasil survei yang dipublikasikan Pew Research Center, penerapan hukum syariah memiliki dukungan cukup besar, di Mesir (74 persen), Indonesia (72 persen), Nigeria (71 persen), Palestina (89 persen) dan Afganistan (99 persen). “Dari 38 ribu respons di 39 negara diketahui bahwa umat Islam lebih nyaman dengan penerapan hukum syariah,” seperti dikutip Reuters (republika.co.id).
Begitu juga yang disampaikan Dr Kusman Shadik salah satu peneliti SEM Institute ketika merilis survey terbarunya di tahun 2014 “Kami melibatkan semua elemen masyarakat dalam survey kami, dan 72 persen diantaranya yakin solusi masalah Indonesia hanya dengan tegaknya syariat Islam,” (arrahmah.com).
Sobat, tentu saja hasil apresiasi masyarakat yang menginginkan penerapan syariah bukan tanpa proses. Itu artinya Pertama, selama ini telah terjadi proses edukasi terhadap kewajiban dan pentingnya syariah Islam sebagai solusi bagi negeri ini dan juga masyarakat dunia. Dan aktivitas ini tidak dilakukan oleh partai-partai Islam yang selama ini duduk di parlemen, tapi dilakukan oleh partai Islam Ideologis.
Kedua, juga karena umat sudah muak dengan praktik Kapitalisme dan Sekularisme dengan berbagai dampak yang selama ini harus mereka alami. Fenomena golput yang terus meningkat dalam Pilkada juga membuktikan hal yang sama. Rakyat sudah paham betul, bahwa proses perubahan yang terjadi melalui pemilihan langsung, nyatanya nggak ngaruh sedikit pun bagi nasib mereka.
Umat udah nggak bisa dikibulin, bahwa pergantian orang tidak akan mengubah apa-apa. Kini mereka cuman pengin menuntut satu hal, agar sistem sekuler yang selama ini membuat sengsara hidup mereka juga harus diganti. Gantinya adalah sistem yang berasal dari Sang Pencipta, yakni sistem Syariah- Khilafah. Allahu Akbar !
Karena itu sobat, kita juga wajib sadar kalo dalam pemilu itu nggak cuma bolongin kertas suara. Tapi ada tanggung jawab yang kita pikul di hadapan Allah terhadap pilihan kita. Di sinilah pentingnya kita mengetahui partai yang ada, agar kita bisa mengetahui kesesuaiannya dengan syariat Islam serta ketulusannya dalam memperjuangkan tegaknya Islam. So, jadilah remaja politisi yang cerdas dan syar’i.

Sabtu, 08 November 2014

Remaja NgomPol (Ngomongin Politik)

Remaja sejatinya merupakan pilar penting kemajuan negeri. Namun bila kita lihat seperti apa kondisi remaja saat ini, ternyata sangat memprihatinkan. Remaja merokok, minum miras, narkoba, pacaran, seks bebas hingga menggunungnya kasus remaja hamil di luar nikah yang sudah menjadi rahasia umum dan masih banyak lagi prilaku buruk lainnya. Bahkan yang terbaru adalah kasus geng motor yang sering meresahkan warga yang baru-baru ini berhasil ditangkap oleh polisi, di depan mini market Jln. Pangeran Kornel, Sumedang Selatan. Usia diantara 15 remaja tersebut adalah 13-16 tahun. (wwww.lodya.web.id). Apakah layak yang seperti ini menjadi generasi penerus bangsa? Betapa sangat mengerikan sekali kehidupan sebagian besar remaja saat ini.
Remaja hidup semau gue, tidak mau diatur dengan aturan yang benar, bebas sebebas-bebasnya dan tidak memperdulikan orang lain. Apalagi jika disodorkan masalah politik, mereka pasti langsung menolak karena mereka masih merasa tabu sehingga tidak mau memikirkan masalah politik. Jika kondisi remaja saat ini terus seperti ini bagaimana bisa menjadi pilar penting kemajuan negeri?
Mungkin politik yang saat ini diketahui oleh kebanyakan orang adalah politik dalam rangka perebutan kekuasaan. Bahkan ada yang beranggapan bahwa politik itu kotor karena banyak para pelaku politik negeri ini yang melakukan korupsi dll. Sistem politik yang seperti itu adalah sistem politik ala Demokrasi Kapitalis. Lantas politik yang sebenarnya itu yang seperti apa?
Islam memandang bahwasanya politik itu adalah Riayah Su’unil Ummah (mengurusi urusan umat/masyarakat). Dalam Islam aktivitas politik merupakan kewajiban bagi seluruh muslim termasuk di dalamnya adalah remaja. Bahwasanya politik Islam tidak hanya dibebankan kepada ustadz/ustadzah tetapi remaja pun sama, baik itu laki-laki atau perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat secara umum. Dalam hal ini Allah SWT. telah berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” (TQS. Ali-Imran: 110)
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan aktivitas politik Islam yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan. Karena dari aktivitas tersebut kita peduli terhadap orang lain untuk saling mengingatkan dalam kebaikan, mengkoreksi penguasa yang dzolim juga merupakan aktivitas politik remaja. Maka dari itu remaja harus melek politik, harus mampu melihat fakta yang terjadi saat ini, mengetahui letak masalah dan juga memahami solusinya.
Dari pemahaman politik yang benar (berpolitik Islam) disana akan muncul kesadaran untuk merubah kondisi yang buruk menjadi lebih baik sehingga akan didapati kepantasan bahwa remaja sejatinya merupakan pilar penting kemajuan sebuah Negeri. Wallahua’lam bi ash showab.

Remaja Semakin Brutal

Seorang remaja, idealnya menjadi mutiara harapan di masa mendatang. Namun harapan ini seolah semakin menipis bahkan jauh dari pandangan mata dan sirna. Bagaimana tidak, semakin hari semakin banyak ulah remaja dari yang sedikit nakal hingga brutal.
Banyak diberitakan remaja di kota Bandung yang belum memiliki SIM di jalan raya seringkali membahayakan diri sendiri ataupun pengendara lainnya. Seperti Nurjanah (16), penduduk Moh. Sari RT 04/RW 02 Kel. Sindang Jaya, Kec. Mandalajati, Kota Bandung (2 Mei 2014) dan pelajar, Wafa Amali Fauzan (15) tewas dalam kecelakaan di Jalan Raya Batujajar, Cimahi, Jawa Barat. Wafa yang saat kejadian mengendarai sepeda motor mengalami kecelakaan saat sedang menyalip truk yang ada di depannya (www.klik-galamedia.com, 2014). Beberapa hari sebelumnya polisi melakukan pengejaran terhadap remaja-remaja yang sedang asyik melakukan balap liar di jalan raya Jatinangor-Sumedang.
Tingkah laku liar remaja juga tampak pada seratusan pelajar SMK dari Lebak, Banten. Mereka diamankan polisi karena terlibat tawuran di kawasan terminal Kadubanen dengan pelajar SMK Pertanian, di Polres Pandeglang, Banten, Sabtu (26/4/2014). Dari tangan mereka ditemukan gir rantai, senjata tajam dan bom Molotov (www.metrotvnews.com,2014). Bahkan kini kasus tawuran sudah tidak lagi menjadi barang langka di berbagai belahan Nusantara.
Kisah geng motor pun tak habis-habisnya. Di bulan Maret diantaranya ada geng motor yang merusak mobil dan memuukuli seorang guru di Bendungan Hilir serta ulah geng motor yang memanah Ajudan Kapolrestabes Makassar. Sedangkan di bulan April kisah tragis akibat geng motor dialami seorang wartawan di Makasar juga dialami seorang polisi di Dumai hingga babak belur (www.liputan6.com).
Sedangkan di Makassar, Metrotvnews.com memberitakan tim khusus gabungan berantas geng motor berhasil menangkap seorang anggota geng motor dengan sejumlah anak panah di jalan Veteran Utara, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/4/2014).
Kebrutalan remaja pun semakin berwarna. Metrotvnews.com (25/4/2014) melansir berita tentang pembobolan ATM Bank Muamalat di Desa Sumberejo, Kecamatan Banyuputih oleh seorang siswa salah satu SMK di Situbondo, Jawa Timur. Pelajar ini melakukan aksinya dengan cara mematikan aliran listrik sebelum transaksi ATM selesai dan mampu membobol uang dari mesin ATM sebesar Rp. 370 juta.
Itulah secuil potret remaja masa kini, yang tampak buram dan menghitam. Seperti pernyataan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Amir Syamsuddin di Pekanbaru bahwa data yang diperoleh sampai pada Maret 2014 sebanyak 3.323 anak yang berumur kurang dari 16 tahun menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia karena terlibat berbagai tindak pidana (ANTARA News,2014). Menurut beliau, kondisi tersebut menggambarkan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak sudah sangat mengkhawatirkan. Untuk itu, diperlukan upaya penanganan yang sangat serius terhadap kejahatan yang dilakukan oleh kalangan anak.
Amir Syamsuddin menawarkan solusi untuk mengatasi kriminalitas remaja ini dengan keadilan restoratif dan proses diversi. Menurut beliau masalah keadilan restoratif merupakan suatu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan semua pihak untuk bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya lebih baik dengan menekankan pemulihan kembali pada pelaku kejahatan golongan anak. “Kembalikan sifat mereka seperti semula dan bukan malah pembalasan. salah satu bentuknya adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana atau yang dikenal dengan proses diversi,” kata dia.
Sepintas solusi ini logis dan manusiawi. Tetapi permasalahannya adalah batasan remaja itu sendiri masih kurang jelas. Selama ini remaja dianggap sebagai usia transisi antara anak-anak dan dewasa. Dalam Wikipedia disebutkan Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Akan sangat aneh bila seorang remaja dengan usia 21 tahun melakukan kriminal atau 16 tahun yang selama ini diberlakukan karena belum memiliki KTP dianggap seperti anak-anak? Pantaskah mereka disejajarkan dengan anak? Mereka dikatakan bukan anak-anak tapi mengapa tindakan yang dilakukan terhadap mereka perlakuan untuk anak-anak? Padahal sebagian besar dari mereka dipastikan sudah baligh dan berakal.
Baligh dan berakal adalah batasan yang jelas yang diberikan oleh Allah Sang Maha Pencipta. Dalam Ensiklopedia Islam disebutkan akil baligh adalah seseorang yang sudah sampai pada usia tertentu untuk dibebani hukum syariat (taklif) dan mampu mengetahui atau mengerti hukum tersebut. Orang yang berakal adalah orang yang sehat sempurna pikirannya, dapat membedakan baik dan buruk, benar dan salah, mengetahui kewajiban, dibolehkan dan yang dilarang,serta yang bermanfaat dan yang merusak.
Adapun tanda-tanda baligh, pertama, apabila seorang anak perempuan telah berumur sembilan tahun dan telah mengalami haidh (menstruasi). Artinya apabila anak perempuan mengalami haidh (mentruasi) sebelum umur sembilan tahun maka belum dianggap baligh. Dan jika mengalami (haidh) mentruasi pada waktu berumur sembilan tahun atau lebih, maka masa balighnya telah tiba. Kedua, apabila seorang anak laki-laki maupun perempuan telah berumur sembilan tahun dan pernah mengalami mimpi basah (mimpi bersetubuh hingga keluar sperma). Artinya, jika seorang anak (laki maupun perempuan) pernah mengalami mimpi basah tetapi belum berumur sembilan tahun, maka belum dapat dikata sebagai baligh. Namun jika mimpi itu terjadi setelah umur sembilan tahun maka sudah bisa dianggap baligh. Ketiga, apabila seorang anak baik laiki-laki maupun perempuan telah mencapai umur lima belas tahun (tanpa syarat). Maksudnya, jika seorang anak laki maupun perempuan telah berumur lima belas tahun, meskipun belum pernah mengalami mimpi basah maupun mendaptkan haid (menstruasi) maka anak itu dianggap baligh (www.nu.or.id,2014)
Seseorang yang sudah baligh dibebani hukum syarak apabila ia berakal dan mengerti hukum tersebut. Orang bodoh dan orang gila tidak dibebani hukum karena mereka tidak dapat mengerti hukum dan tidak dapat membedakan baik dan buruk, maupun benar dan salah.
Rasulullah SAW bersabda, “Diangkatkan pena (tidak dibebani hukum) atas tiga (kelompok manusia), yaitu anak-anak hingga baligh, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh.” (HR Abu Dawud).
Jadi jelaslah justru seharusnya dilakukan peradilan pidana bagi seorang yang dianggap remaja yang sudah baligh dan berakal. Bukan dengan keadilan restoratif dan proses diversi yang akan membuat pelaku kriminal tidak jera dan asyik terus melakukan kejahatannya.

Remajaku Sayang, Remajaku Malang

Salah satu alasan mengapa Gubernur Surabaya, Jawa Timur menutup lokalisasi Dolly karena prihatin dengan anak-anak yang tinggal di sekeliling tempat prostitusi tersebut. Alasan Risma ini tentu ada sebabnya. Banyaknya temuan kasus remaja yang terjebak narkoba, seks bebas sampai menjadi mucikari, rata-rata semuanya hampir tinggal di lingkungan yang berdekatan dengan prostitusi. Hal ini dibuktikan Risma ketika melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah yang berdekatan dengan area prostitusi, dan ternyata kebanyakan para remaja bisa terjebak ke dalam bisnis seks tersebut diakibatkan permasalahan ekonomi (Republika.co.id).
Berdasarkan data survey Komnas Perlindungan Anak yang bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Anak di 12 Kota besar, pada tahun 2013 menyebutkan ada 102 kasus seksual remaja untuk tujuan komersil. Ini menandakan bahwa remaja kita saat ini tengah terjebak sebagai pekerja seks komersial. Rata-rata tempat prostitusi di Indonesia sendiri, pekerjanya adalah para remaja yang bahkan masih ada yang duduk di bangku sekolah. Latar belakang mereka untuk menjadi PSK memang rata-rata karena kondisi ekonomi, tetapi gaya hidup yang hedonis juga turut serta mempengaruhi perilaku mereka yang ingin ‘hidup mewah’ sehingga akhirnya nekat untuk menjajakan dirinya.
Permasalahan ini sebenarnya sudah tidak boleh dianggap remeh lagi. Karena hal ini menyangkut generasi masa depan bangsa. Jika para remaja sekarang sudah banyak yang bermasalah, bagaimana nantinya mereka bisa memipin bangsa ini ke depannya? Maka dari itu diharapkan kepada Pemerintah untuk segera bertindak cepat. Tidak cukup hanya dengan menutup area prostitusi saja, tapi seluruh aspek yang memicu terjadinya tindakan zina, seperti memblokir situs-situs pornografi, melarang semua bentuk pornografi baik itu dari media cetak (seperti majalah, komik, dll) maupun elektronik (seperti tayangan sinetron ataupun acara yang mengumbar aurat), pengaturan pergaulan antara laki-laki dan wanita, dan pemberian sanksi tegas bagi pelaku zina.
Solusi ini pun tidak bisa berjalan sempurna tanpa adanya dukungan dari ketakwaan individu dan kontrol masyarakat yang baik. Maka, pentingnya pembinaan Islam di tengah-tengah mereka sudah sepatutnya dilakukan. Oleh karenanya, sudah sepatutnya kita kembali kepada bagaimana Allah mengatur, yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam segala aspek. Insya Allah dengan diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh, akan mampu menghasilkan generasi-generasi cemerlang pengisi peradaban seperti pada zaman keemasan Islam dulu. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Dahsyatnya Do’a Seorang Ibu


Mungkin sebagian orang masih tidak sadar bahwa kemungkinan kesuksesan-kesuksesannya selama ini adalah buah dari doa seorang ibu kepada Allah tanpa ia ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya.
Barangkali juga kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena terlalu fokus dengan secuil kekurangan orang tua dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini.
Di luar sana mungkin ada orang-orang di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua.
Bersyukurlah jika masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada mereka yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup.
Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu, ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, tidak ada lagi tangan yang bias kita cium. Jika tidak punya ibu mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang. Jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna. Jika kita tidak punya ibu barangkali kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya.
Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negatif ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar sukses dunia dan akhirat.
Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat.
Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita? Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan? Oleh karena itu maka berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu. Karena masa depan kita ada di desah doa-doanya setiap malam. Dan ingat perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti.
Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. maka muliakanlah ibumu.

Jumat, 07 November 2014

Membabat Cabe-cabean

Istilah “cabe-cabean” akhir-akhir ini semakin marak terjadi di Jakarta. Awalnya “cabe-cabean” merujuk pada gadis belia dengan pakaian ketat dan minim, sering nongkrong dan kerap menjadi bahan taruhan di arena balap liar. Sekarang maknanya lebih mengarah kepada gadis belia yang sering menjajakan dirinya. Fenomena “cabe-cabean” ini merupakan bentuk perubahan perilaku seksual remaja. Perilaku tersebut dapat memicu seks pranikah serta mengundang problem sosial lainnya seperti hamil di luar nikah, tindakan aborsi, tindak kriminalitas, juga mengundang penyakit HIV dan AIDS.
Fenomena “cabe-cabean” seperti penyakit menular yang bisa cepat menular kepada remaja lainnya bila terus dibiarkan tanpa penanganan yang komprehensif dari berbagai pihak mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara. Disinilah titik kritisnya, ketiga komponen tersebut harus bahu membahu menangani fenomena ini. Namun, ketika permisif sudah diterima sebagai bentuk kewajaran, maka norma-norma akan mengalami perubahan atau kehilangan fungsinya. Miris rasanya ketika kita mendengarnya. Sebagai seorang ibu, penulis sangat khawatir sekali. Apa jadinya Bangsa ini jika generasi penerusnya saja memiliki perilaku seperti itu? Apakah kita akan terus berpangku tangan?
Akar Masalah
Adapun penyebab fenomena “cabe-cabean” ini Penulis sepakat dengan Seksolog dan Spesialis Androlog, Prof. Wimpie Pangkahila yang menyatakan “bahwa sikap masyarakat yang permisif mungkin menjadi dasar dari perubahan perilaku seksual tersebut. Masyarakat pasti tahu ada perubahan perilaku seks di sekitarnya, namun tidak benar-benar ingin melenyapkannya” (kompas.com, 04/04/14).
Sikap permisif merupakan turunan dari ide liberalisme yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Paham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang termasuk remaja belia sekali pun bebas menjalin hubungan dengan siapa saja termasuk hubungan seks asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.
Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide liberalisme. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan pernikahan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Faktor usia pun dapat menghalangi pihak berwenang untuk mengamankan pelaku “cabe-cabean”. Kalau pun ditangkap, sanksi yang diberikan tidak memberi efek jera pada pelaku.
Pemerintah yang seharusnya menjadi ujung tombak “Pembabat” fenomena “cabe-cabean” ini sepertinya kurang serius berupaya menyelesaikan masalah ini. Hal tersebut terlihat dari sikap pemerintah seperti pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengaku tak bisa berbuat banyak melihat remaja Jakarta terjerumus dalam lingkaran hitam itu. Sebab, penangkapan kepada anak tersebut bakal melanggar aturan “ya nangkepnya gimana? Itu bisa mendahului KUHP-nya polisi” tandas Ahok (Liputan6.com, 04/04/14).
Islam Membabat “Cabe-cabean”
Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami istri. Adapun seks diluar nikah seperti fenomena “cabe-cabean” sudah jelas keharaman dan bahayanya. Islam telah mewajibkan keluarga, masyarakat, dan negara melindungi semua anggotanya termasuk gadis remaja belia. Dalam keluarga, selain wajib menjamin kebutuhan anak-anak mereka, seorang ayah dan ibu juga wajib menjadi teladan yang baik. Orang tua juga wajib mendidik anak-anak mereka agar memiliki kepribadian Islam sehingga mereka memiliki sifat taqwa yang mampu membentengi diri pribadi remaja tersebut dari perubahan perilaku seks seperti “cabe-cabean” ini.
Allah SWT. telah berfirman “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (TQS. At-Tahrim [66]:6)
Masyarakat juga wajib mengawasi dan mencegah terjadinya kemaksiatan. Masyarakat jangan cuek membiarkan pelaku “cabe-cabean”. Seperti telah dipaparkan di atas, perilaku ini bisa cepat menular seperti halnya penyakit, boleh jadi hari ini anak orang lain yang melakukan cabe-cabean, besok lusa siapa yang bisa menjamin anak kita tidak tertular? Naudzubillah!. Satu kemaksiatan terjadi sama dengan merusak tatanan sosial dan mengundang kemurkaan Allah SWT, apalagi perbuatan seks bebas atau zina telah jelas diancam azab Allah SWT. “Jika telah Nampak zina dan riba di satu negeri, maka sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan bagi diri mereka sendiri azab Allah” (HR. Hakim)
Menyelamatkan remaja tidak akan berjalan bila negara tidak mengambil peran. Negara berperan besar menjaga moral masyarakat. Negara juga harus menegakkan hukum agar nilai-nilai akhlak masyarakat terjaga misalnya dengan memberi sanksi pidana pada remaja yang telah baligh apabila terbukti melakukan “cabe-cabean”, menutup situs porno yang memang berperan melahirkan perilaku “cabe-cabean” ini, memberi regulasi yang jelas kepada lembaga Penerangan agar tidak lembek dalam menyaring semua konten yang berbau pornografi dan pornoaksi. Namun apa daya bila sekulerisme dan liberalisme masih terus menggurita, fenomena “cabe-cabean”, “terong-terongan” atau perubahan perilaku seksual remaja lainnya akan terus terjadi.” Wallahu a’lam bishowab”.

3 + 4 = 7

Berapa 3+4? Tentu 7! Dan tentu semua orang yang pernah sekolah mampu menjawabnya, ini kemampuan yang sangat mendasar yang dipelajari dalam logika Matematika.
Kebenaran itu adalah suatu hal yang dapat dibuktikan, sesuatu hal yang memiliki dasar. Bila dasarnya cukup kuat dan tidak dapat dibantah, maka dengan sendirinya kebenaran itu tidak dapat dibantah.
Namun, walau kita hidup di abad  segala sesuatu yang serba teknologi ini, terkadang kita masih saja tidak bisa menjangkau suatu logika sederhana, yaitu menerima kebenaran. Seringkali kita malah menolak kebenaran, padahal telah jelas bukti dan dasarnya bagi kita.
Kebenaran tidak bisa ditolak, tapi kebenaran bisa dibuat relatif, salah satunya adalah dengan menyerang orang yang menyampaikan kebenaran padanya. Bahasa ilmiahnya ad hominem.
Misalnya,
Profesor          : “Dari teori ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 3+4 = 7”
Murid               : “Berarti 3+4 pasti samadengan 7?”
Profesor          : “Begitulah menurut hukum Matematika”
Murid      : “Anda salah Prof, di dunia ini tidak ada yang pasti kecuali ketidakpastian itu sendiri, Anda saja bercerai, anak Anda saja menderita narkoba, lalu bagaimana Anda bisa memastikan 3+4 = 7?”
Orang bijak selalu mencari kebenaran baginya dalam sebuah nasihat, sementara orang yang pandir selalu menyalahkan orang yang menasihatinya. Padahal kebenaran tidak akan berubah sepandai apapun dia mengelak dan seburuk apapun celaannya pada penasihat. Nasihat yang benar tetap berharga siapapun yang menyampaikannya. Sebagaimana permata tetap berharga walau datang dari seorang penjahat.
Kebenaran juga bisa dikaburkan dengan mengalihkan pembahasan dari pembahasan yang sebenarnya
Profesor           : “Dari teori ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 3+4 = 7”
Murid                : “Berarti 3+4 pasti samadengan 7?”
Profesor           : “Begitulah menurut hukum Matematika”
Murid            : “Anda salah Prof, 3+4 tidak selalu samadengan 7, bila 3+4 lalu dikurangi 2 jadinya malah 5, malahan 7 juga bisa didapat dari 9 dikurangi 2.
Orang pandir selalu mencari alasan untuk mendebat, karena yang mereka inginkan bukanlah kebenaran tapi mendebat kebenaran. Mereka sulit menjalani kebenaran, lalu megalihkan kebenaran itu menjadi sesuatu yang relatif yang tampaknya masuk akal. Padahal apa yang disampaikan tidak ada hubungan sama sekali dengan pembahasan.
Pernah mendengar ungkapan semisal diatas?
Ustadz            : “Alhamdulillah, dari QS 24:31 dan QS 33:59 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah mewajibkan hijab bagi setiap Muslimah dan telah memberikan ketentuan bagaimana hijab yang syar’i dalam kedua ayat ini”
Liberalis        : “Berarti dalam Islam Muslimah berhijab itu wajib?”
Ustadz            : “Begitulah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits”
Liberalis        : “Anda salah Tadz, itu kan penafsiran Anda? Belum tentu yang lain memiliki penafsiran seperti itu, itu kan hanya budaya orang-orang Arab saja. Kalau begitu anda terlalu men-judge orang lain, apa bedanya Anda dengan Hitler kalau begitu? Lagipula orangtua Anda juga masih Non-Muslim, seharusnya Anda dakwah dulu sama mereka, bukan sama orang-orang Muslim. Bahasa Arab saja baru belajar, sudah sok mendakwahi orang!”
Atau yang begini,
Ustadz            : “Alhamdulillah, dari QS 24:31 dan QS 33:59 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah mewajibkan hijab bagi setiap Muslimah, hijab itu adalah ketaatan, dan setiap ketaatan adalah baik”
Liberalis        : “Berarti Muslimah berhijab itu pasti baik?”
Ustadz            : “Begitulah menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits”
Liberalis       : “Anda salah Tadz, belum tentu orang yang berhijab itu lebih baik daripada yang tidak berhijab. Saya kemarin melihat ada orang yang berhijab tapi justru lisannya kasar dan kotor, sebaliknya ada orang yang tidak berhijab tapi sopan dan sedekahnya banyak. Anda terlalu men-judge! Kebaikan bukan ditentukan oleh pakaian, tapi lebih dari hati, nggak perlu berlebihan dalam segala sesuatu, Allah tidak suka yang berlebih-lebihan”
Lihat alasan-alasan semisal ini, lalu renungkanlah firman Allah Swt.
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jika Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS Al-An’am [6]: 112)
Syaitan itu sifat yang bisa mewujud pada jin ataupun manusia. Bisikan-bisikan syaitan memang indah, terkadang berdalil pula atas nama Allah, namun semua keindahan itu adalah tipuan palsu nan menyesatkan, karena pada ujung dari bisikan-bisikan itu, mereka ingin mengajak manusia untuk mengerjakan perbuatan yang keji dan munkar.
Tidakkah kita belajar dari Adam dan Hawa tatkala ditipu syaitan? Syaitan berkata ingin menasihati keduanya, seolah-olah menginginkan kebaikan pada keduanya, seolah-olah dia adalah hamba Allah yang memberi bisikan kebaikan, padahal tidak sama sekali.
Padahal Allah telah menurunkan para Nabi dan Rasul-Nya untuk menjelaskan mana yang baik dan mana yang buruk. Namun syaitan mengelabui seolah-olah perbuatan buruk itu seperti terlihat baik, sehingga manusia bukan lagi mengikuti petunjuk dari Allah, namun malah menjadikan bisikan syaitan sebagai penentu.
Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih. (QS An-Nahl [16]: 63)
Bila syaitan sudah tidak mampu lagi menipu manusia dengan penyesatan dan penipuan seperti dua cara yang mereka lakukan diatas, maka mereka akan mencoba cara yang ketiga, yaitu menakut-nakuti dengan sesuatu yang belum pasti. Terutama dengan harta dan anak.
“Lihat saja para ustadz dan para ustadzah, semua dari mereka miskin-miskin. Itu yang terjadi kalau kamu terlalu dalam mempelajari ilmu agama, fanatik dengan hijabmu. Hijab tidak bisa memberimu makan, taat tidak bisa membuatmu kenyang!”
Padahal yang kita cari di kehidupan ini ada ridha Allah Swt, dan ridha Allah bisa didapatkan baik oleh orang yang kaya ataupun yang miskin selama mereka menaati Allah Swt. Rasulullah saw malah memilih hidup menjadi seorang yang miskin walaupun beliau sangat mungkin menjadi kaya-raya. Lebih daripada itu, kehidupan bukan hanya di dunia bagi yang meyakininya, dunia ini hanya persiapan untuk kehidupan yang panjang setelahnya. Jadi letak pembahasannya bukan kaya atau miskin namun taat atau tidak taat.
Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Baqarah [2]: 268)
“Kalau kamu berhijab, lantas bagaimana dengan pekerjaanmu nanti? Kantormu tidak akan mentolerir simbol-simbol Islam, dan kamu harus ingat bahwa kamu punya anak dan keluarga yang harus diberi makan. Allah pasti mengerti kok, Allah pasti memaklumi!
Padahal dalam keimanan kita sudah jelas bahwa Allah-lah yang memberikan rezeki kepada setiap manusia, hewan, bahkan semua yang ada di dunia ini, bukan manusia. Namun syaitan menakut-nakuti manusia dengan kesusahan-kesusahan di dunia yang belum pasti terjadi, dan membuat maksiat di dunia menjadi aman, dan kesengsaraan akhirat terasa ringan. Syaitan juga merinci janji-janji yang bukan datang dari Allah, mengatakan perkataan yang tidak ada dalilnya, mengadakan kebohongan kepada Allah, seolah-olah Allah mentolerir kemaksiatan hamba-Nya.
Dan hasutlah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka. (QS Al-Israa [17]: 64)
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS Ali Imraan [3]:  175)
Padahal pada setiap insan beriman yang meyakini Allah dan janji-Nya untuk menolong kaum Muslim. Maka Allah mewajibkan diri-Nya menolong orang-orang yang beriman.
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang cukup), lalu Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS Ar-Ruum [30]: 47)
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS Fathir [35]: 5)
Hal seperti ini ramai kita temukan dalam alasan-alasan seseorang yang enggan menetapi kebenaran. Tapi yakinlah bahwa alasan semisal ini hanya ada di dunia, dan tidak akan terpakai di hadapan Allah Swt.
Bagi saya, kebenaran Islam itu sama seperti 3+4 = 7. Memiliki bukti dan dasar yang sangat kuat yang tidak bisa tergoyahkan. Karenanya apapun yang tertulis di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits pastilah suatu kebenaran yang tak hilang kebenarannya walau banyak yang mendebat.
Khususnya bagi Muslimah yang sedang berusaha menetapi jalan Allah Swt dengan ketaatan-ketaatan mereka, halangan dan alasan pasti silih berganti dan bisikan syaitan pasti membanjiri dada. Namun berfikirlah jernih, alasan tidak bisa menghilangkan kebenaran yang ada.
Berhijab dan berdakwah itu wajib, Allah yang menjaminnya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jangan sampai karena manusia kita meninggalkannya, apalagi kita sekarang memahami bahwa syaitan tidak ada kuasa sama sekali, melainkan Allah yang Maha Kuasa.
Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Sesungguhnya syaitan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syaitan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. (QS An-Nahl [16]: 98-100)
audzubillahi binasysyaithani rajiim
3+4=7.