Ada yang nggak pede untuk aktif dalam dakwah karena ngerasa pribadinya aja belon bener. Ini masih mending ya, coba mengukur kapasitas diri sebelum unjuk gigi. Ada yang lebih parah komentarnya untuk urusan dakwah. “Diri loe aja belon tentu bener, udah belagunya benerin orang lain. Ngaca dong!” Waduh!
Kesempurnaan pribadi sering dijadikan
ukuran untuk menilai apakah seseorang itu layak aktif dalam dakwah atau
nggak. Seolah mereka yang penampilannya gaul dan cenderung ‘amburadul’
belon pantas ngasih tausyiah. Atau yang usianya masih muda dianggap anak
bawang yang belon banyak pengalaman sehingga nggak pantas mengingatkan
yang lebih tua. Apalagi seorang ulama.
Terkait kesempurnaan pribadi ini, kita layak merenungi pesan dari Imam Hasan al-Bashri. Simak yo!
Imam Hasan al-Bashri rahimahullah,
beliau berkata, “Wahai manusia, sesungguhnya aku tengah menasehati
kalian, bukan berarti aku orang terbaik di antara kalian, bukan pula
orang yang paling shalih di antara kalian. Sungguh, akupun telah banyak
melampaui batas terhadap diriku. Aku tidak sanggup mengekangnya dengan
sempurna, tidak pula membawanya sesuai dengan kewajiban dalam menaati
Rabb-nya. Andaikata seorang muslim tidak memberi nasehat kepada
saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya
tidak akan ada para pemberi nasehat. Akan menjadi sedikit jumlah orang
yang mau memberi peringatan dan tidak akan ada orang-orang yang
berdakwah di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala, tidak ada yang mengajak
untuk taat kepada-Nya, tidak pula melarang dari memaksiati-Nya.Namun
dengan berkumpulnya ulama dan kaum mukminin, sebagian memperingatkan
kepada sebagian yang lain, niscaya hati orang2 yang bertaqwa akan hidup
dan mendapat peringatan dari kelalaian serta aman dari lupa dan
kekhilafan.Maka terus-meneruslah berada pada majelis2 dzikir (majelis
ilmu), semoga Allah Subhanahu wa ta’ala mengampuni kalian. Bisa jadi
(ada) satu kata yg terdengar (di sana) dan kata itu merendahkan (diri
kita) namun sangat bermanfaat (bagi kita). Bertaqwalah kalian semua
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benar taqwa dan
janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan muslim.” (Mawai’zh lil Imam
Al-Hasan Al-Bashri, hal. 185-187)
Rasul juga meminta sahabatnya untuk
bersegera menyampaikan risalah Islam ke yang lain tanpa menunggu mereka
sempurna.Kebayang nggak, apa jadinya kalo setiap orang menunggu sempurna
pribadinya baru berani mengingatkan orang lain. Bisa-bisa, nggak akan
ada pengemban dakwah. Karena sebagai manusia, tak luput dari kesalahan
dan lupa. Nobody is perfect. Kecuali mereka yang melabeli dirinya
‘NOBODY’. Hehehe… Unsubscribe aja deh jadi muslim kalo cuman mikirin
diri sendiri!
Sehingga untuk memperbaiki orang lain,
tak harus menunggu diri sendiri baik terlebih dahulu. Idealnya keduanya
dilakukan BERIRINGAN bukan BERURUTAN. Sambil kita ikut ngaji untuk
memperbaiki diri kita juga aktif berdakwah demi meraih ridho illahi.
Doubel pahalanya. Sehingga satu sama lain bisa saling MENGINGATKAN dan
MENGUATKAN. Yuk kita ngaji dan dakwah yang wajibnya sama seperti
menunaikan shalat lima waktu atau puasa Ramadhan. Pantaskan diri jadi
penghuni surga dengan aktif ngaji dan dakwah. Sampai nanti sampai mati.
Mulai hari ini. Jangan tunggu malaikat Ijroil datang menghampiri!.