Senin, 27 Oktober 2014

Pro Kontra PP Aborsi

Presiden SBY menerbitkan PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Pada tanggal 21 Juli lalu. PP ini di antaranya mengatur masalah aborsi bagi perempuan hamil yang diindikasikan memiliki kedaruratan medis dan atau hamil akibat pemerkosaan.
Pelegalan aborsi tersebut mengacu pada Undang-Undang Kesehatan Nomor 36/2009, khususnya pasal 75 ayat (1) yang ditegaskan, bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis, dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
“Aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab,” bunyi pasal 35 ayat (1) PP ini.
Praktik aborsi yang dilakukan dengan aman, bermutu, dan bertanggung jawab itu, menurut PP ini, meliputi: a. dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar; b. dilakukan difasilitasi kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan; c. atas permintaan atau persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; e. tidak diskriminatif; dan f. tidak mengutamakan imbalan materi.
Peraturan Pemerintah ini mendapat pertentangan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti mengatakan PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Sementara Ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah juga menyatakan ketidaksetujuannya terhadap PP tersebut. Menurutnya, PP ini akan sangat mungkin dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Perempuan yang melakukan seks bebas akan sangat mungkin mengaku diperkosa sehingga menuntut dilakukannya upaya aborsi.
Anggota Komisi IX DPR, Indra mengatakan, DPR akan memanggil kementerian kesehatan terkait aturan ini. Anggota komisi IX DPR tersebut mengkhawatirkan kalau aborsi atas nama perkosaan diperbolehkan nanti bisa menjadi pintu lain untuk melakukan aborsi legal.
Ya, PP ini memberikan peluang kepada orang yang tidak bertangguang jawab untuk melakukan tindak aborsi, dengan dalih aborsi telah dilegalkan.
Sementara Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi menyatakan, aborsi tetap merupakan praktik terlarang berdasarkan undang-undang. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi menurut dia tetap membatasi bahwa aborsi hanya bisa dilakukan dalam kondisi darurat medis dan kasus pemerkosaan.
Menkes menyatakan bahwa masalah aborsi ini telah dibahas selama 5 tahun. Baik Undang-Undang maupun PP mengatakan, aborsi dilarang, kecuali untuk dua keadaan, (yakni) gawat darurat medik dan kehamilan akibat pemerkosaan. Dia menegaskan, PP ini adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Nafsiah mengatakan, kondisi perlunya aborsi untuk kasus darurat medis mensyaratkan pembuktian dari tim ahli. Adapun dalam kasus pemerkosaan, kata dia, usia janin pun tak boleh lebih dari 40 hari, terhitung sejak hari pertama dari haid terakhir.
Kementerian Kesehatan, kata Nafsiah, akan menyiapkan peraturan menteri kesehatan untuk menyediakan tim ahli yang dipersyaratkan untuk persetujuan aborsi dalam kasus darurat medis. Targetnya, menurut dia, peraturan tersebut akan rampung sebelum masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir.
Menurut Nafsiah, Kementerian Kesehatan juga akan menggelar pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk bisa memberikan konseling secara tepat.
Sementara itu, Nafsiah mengaku belum tahu bahwa ada penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) atas penerbitan PP Nomor 61 Tahun 2014.
Anggota Komisi IX DPR, Okky Asokawati mengakui memang ada kekhawatiran PP nomor 61 tahun 2014 tentang aborsi disalahgunakan bagi kehamilan di luar nikah.
Okky pun menekankan, PP Aborsi hendaknya dibaca secara menyeluruh dan dilihat payung hukum UU Kesehatan, sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga. Dikatakannya pula, ketika mendengar kata “aborsi” maka yang terlintas adalah kehamilan di luar nikah. Padahal, lanjut dia, PP itu justru melindungi kualitas hidup perempuan karena di antaranya akibat korban perkosaan. Mengingat, saat-saat ini banyak perempuan korban pelecehan seksual.
Aborsi, Fenomena Gunung Es
Aborsi merupakan fenomena gunung es, yang terlihat di permukaan hanya sedikit namun jumlah kasus yang sebenarnya sangat banyak. Data BKKBN menyebutkan bahwa kasus aborsi di Indonesia diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa setiap tahunnya. Artinya 2,4 juta jumlah nyawa bayi tak berdosa dibunuh setiap tahun di Indonesia.
Data di atas sangat mungkin akan membengkak ketika aborsi menjadi legal dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 61 tahun 2014 ini, meski dengan dalih darurat medis dan korban perkosaan, Karena sangat mungkin terjadi penyelewengan sebagaimana yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Pemberdayaan Perempuan, Tutty Alawiyah.
Kasus aborsi semakin mencolok di kota-kota besar. Yang paling mencengangkan adalah lebih dari separuh pelaku aborsi adalah anak di bawah umur. Anak-anak ini baru berumur kurang dari 18 tahun. Praktik aborsi yang paling dominan, sekitar dilakukan 37 persen pelakunya adalah dengan cara kuret atau pembersihan rahim, 25 persen melalui oral dengan meminum pil tertentu dan pijatan, 13 persen dengan cara suntik, dan 8 persen dengan cara memasukkan benda asing ke dalam rahim. Selain itu juga ada cara jamu dan akupuntur.
Melonjaknya angka abrosi, terutama yang melibatkan anak-anak di bawah umur tak bisa dilepaskan dari maraknya tayangan yang berbau pornografi. Dengan tayangan ini, anak-anak teransang untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah. Akibat dari perbuatan ini si anak perempuan akhirnya hamil di luar nikah. Jika sudah demikian, untuk menutupi aib tersebut, aborsi kemudian dianggap solusi.
Data Komnas PA menyebut maraknya tayangan pornografi ini, diperkirakan ada sekitar 83,7 persen anak kelas IV dan V sudah kecanduan nonton film biru. Survey lain menyebut 62,7 persen remaja Indonesia sudah tidak perawan. Remaja itu rata-rata usia SMP dan SMA. Bahkan, 21,2 persen remaja putri di tingkat SMA pernah aborsi. Sebanyak 15 juta remaja puteri mengalami kehamilan dan 60 persen diantaranya berusaha aborsi.
Aborsi merupakan problem yang lahir dari penerapan sistem kehidupan kapitalistik. Aborsi tumbuh subur dalam Sistem yang membiarkan seks bebas merajalela, bahkan difasilitasi.
Dalam Negara kapitalistik, sarana-sarana yang menghasilkan keuntungan ekonomi, apapun itu, akan dibiarkan dan dilindungi, meski sarana-sarana tersebut merusak generasi masa depan. Sarana yang merangsang, seperti tayangan-tayangan seks, buku-buku dan majalah-majalah seks, sinetron-sinetron percintaan, film-film impor yang sarat dengan seks dibiarkan menyerang dan membunuh karakter generasi pemimpin bangsa ini. Terlebih lagi, negara memfasilitasi alternatif pemenuhan seks yang bisa diakses oleh masyarakat. Sebut saja lokalisasi perzinahan dilegalkan di beberapa daerah, pemberian ijin pembangunan dan beroperasinya tempat-tempat maksiyat seperti diskotik, klub malam, pub, bar, cafe, hotel-hotel yang menyediakan fasilitas kemaksyiatan. Na’udzubillah.
Dalam kehidupan kapitalistik, pelaku seks bebas (perzinahan) tidak diberikan hukuman. Pelaku seks bebas yang kemudian hamil, dimana kehamilannya tidak dikehendaki, untuk menutupi aib maka aborsi menjadi pilihan. Pelaku seks bebas tersebut akan sangat bisa mengaku diperkosa agar tindakan aborsi bagi dirinya menjadi legal.
Ketika para pelaku seks bebas dan pelaku aborsi tidak dikenai sanksi, mereka akan semakin keranjingan seks bebas karena jika hamil toh mudah untuk melakukan aborsi.
Hal lain yang berkontribusi terhadap maraknya kasus aborsi dan seks bebas adalah adanya kebijakan tekanan kekuatan internasional seperti dalam konvensi kependudukan kesehatan reproduksi, Hak Asasi Manusia, dan sebagainya.
Inilah gaya kapitalis sesungguhnya, membiarkan aborsi menjadi bagian dari budaya bangsa ini. Jika aborsi tetap dibiarkan apalagi dilegalkan, apa jadinya bangsa ini ke depannya? Mau dibawa kemana negeri ini?
Tegakkan Khilafah
Menghilangkan fenomena seks bebas dan aborsi dari kehidupan saat ini adalah suatu hal yang mustahil jika sistem kapitalisme tetap dibiarkan tegak. Oleh karena itu, solusi yang harus dilakukan adalah mengganti sistem kapitalisme yang rusak dan merusak dengan sistem yang akan memanusiakan manusia. Sistem yang memanusiakan manusia adalah sistem yang berasal dari Pencipta manusia, Allah SWT, yaitu Sistem Islam yang telah terbukti keampuhannya dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan.
Penerapan Sistem Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan mengeliminasi setiap pemikiran yang rusak dan merusak seperti halnya paradigma yang mendasari munculnya seks bebas dan aborsi yaitu liberalisme dan sekularisme.
Hanya saja, penerapan sistem Islam memerlukan upaya yang keras dari kaum muslim untuk menyadarkan umat tentang urgensi penerapan Sistem Islam dalam bingkai Negara, yaitu Negara Khilafah Islamiyah. Karena hanya Negara Khilafah Islamiyah saja yang akan mampu menggerus setiap pemikiran yang rusak dan merusak, memberikan sanksi bagi para pelaku seks bebas dan aborsi serta bagi pihak-pihak yang berkontribusi terhadap munculnya seks bebas dan aborsi. Negara Khilafah akan menghilangkan sarana yang akan merangsang, menerapkan UU yang akan melibas tuntas seks bebas dan aborsi, menerapkan sanksi yang tegas, dan membebaskan diri dari tekanan global.
Maka, tegaknya Khilafah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Terlebih lagi, menegakkan Khilafah merupakan kewajiban kaum muslim. Wallahu a‘lam.[]Oleh : Lilis Holisah (Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten)

Inilah 10 Manfaat Bagi Wanita yang Berhijab


Seorang wanita merupakan sebuah kewajiban untuk menutup aurat. Dengan menggunakan hijab (Jilbab dan Kerudung), aurat seorang wanita akan tertutup. Maka dari itu, mau atau pun tidak mau kita harus menggunakan hijab. Kalau pun awalnya kita merasa terpaksa, tapi hal itu akan terbiasa bila kita rutin menggunakannya.
Allah SWT memerintahkan sesuatu pasti ada manfaatnya. Begitu pula dengan penggunaan hijab ini. Terdapat 10 keuntungan bagi seorang wanita yang mengenakan hijab, di antaranya:
  1. Rambut muslimah yang berhijab terlindung dari sengatan panas matahari dan terlindung dari debu serta polusi. Sehingga ketika hijabnya dibuka, rambutnya tampak selalu bersinar. Rambut indahnya hanya diperlihatkan untuk orang-orang yang berhak melihatnya.
  2. Terjaga dari pandangan pria nakal. Muslimah yang berhijab tidak mengumbar tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Oleh karena itu, pria pun terbatas memandangnya.
  3. Pria segan menggoda apalagi melecehkan. Biasanya, pria segan mendekati apalagi menggoda wanita berhijab, kecuali kalau peluang itu diciptakan oleh wanita itu sendiri.
  4. Termotivasi untuk terus menuntut ilmu dan mengamalkannya. Muslimah yang berhijab merasa dirinya menjadi alat ukur kebaikan dan kesuksesan. Tuntutan ini sangat bagus karena memacu dirinya untuk senantiasa berlomba meraih prestasi, kebaikan, dan sekuat mungkin menghindari kesalahan-kesalahan yang dapat mencemarkan nama baik Islam oleh perbuatan dosa dan tercela.
  5. Terjaga kehormatannya. Wanita berhijab akan selalu menjaga kehormatannya seiring dengan ilmu yang dimilikinya. Karena mereka mengetahui dan dapat membedakan perilaku yang harus dilakukan dengan perilaku yang harus dihindari. Wanita berhijab dan berilmu merasa selalu diawasi Allah dari segala kemaksiatan.
  6. Jika Anda tergesa-gesa harus keluar rumah dalam keperluan mendadak, darurat dan Anda tidak sempat sama sekali buat mendandani wajah maka menggunakan kerudung instan terbuat dari kaos itu solusi terbaik. Ini berlaku juga saat ada tamu dan kita perlu cepat-cepat untuk membukakan pintu.
  7. Jika Anda ingin memberikan asi pada bayi Anda di tempat umum (bagi yang menikah), Insya Allah dengan kerudung Anda dengan bebas bisa memberikannya di tempat umum karena aurat Anda tetap tertutup.
  8. Jika Anda memiliki kelemahan dari rambut, hijab sebagai pentup aib tersebut. Anda tetap percaya diri dan beraktivitas penuh semangat.
  9. Terhindar dari godaan untuk bersikap centil dan tidak sopan, biasanya jilbab bisa jadi alat kontrol kepribadian wanita yang menggunakannya.
  10. Sangat dihormati dan dihargai lawan jenis disekitar Anda, laki-laki merasa segan dan malu untuk mengganggu Anda.

Kritik Kesalahan Jilboobs, Inilah Seharusnya Muslimah Berpakaian


Di tengah booming busana Muslimah, muncui fenomena jilboobs yang kini sedang menjadi perbincangan. Istilah tersebut dipopulerkan sebuah akun media sosial. Kata-kata itu merupakan gabungan kata jilbab dan boobs yang diartikan (maaf) payudara. Jadi, jilboobs adalah julukan untuk perempuan yang menutup aurat tetapi berpakaian super ketat, terutama bagian dadanya yang menonjol.
Foto-foto candid para jilboobers itu sendiri, ada di blog sejak 2009 dan nangkring di Facebook sejak Januari 2014. Kini, di twitter juga ada beberapa akun sejenis.
Nah, foto-foto Muslimah berpakaian ketat ini dipajang sehingga menimbulkan komentar pro dan kontra. Tentu saja, melihat foto Muslimah berkerudung lalu dadanya nyeplak, perutnya nongol atau pantatnya ngintip, muncullah komentar- komentar bernada mesum. Miris. Para Muslimah menjadi bahan olok-olok, dinilai perempuan bermoral buruk. Duh, miris!
Korban Latah
Sejatinya kita menghargai upaya para Muslimah yang belakangan ini rame-rame menutup aurat. Walaupun banyak – sekali yang cara menutup auratnya belum benar, boleh jadi, itulah “proses” mereka untuk berusaha menjalankan syariat agama.
Sayangnya, niat itu tidak dibarengi ilmu. Mereka tampaknya hanya sayup- sayup mengerti bahwa menutup aurat itu wajib bagi Muslimah, tapi tidak mendalami dan mengkaji serius bagaimana tata cara menutup aurat yang benar kepada ahlinya. Mereka absen mengaji.
Justru mereka merujuk cara berhijab pada desainer, fashionista, atau artis, bukan pada ahli agama, ustazah atau daiyah. Buktinya, akun-akun media sosial para artis, desainer atau hijaber itu memiliki ribuan, puluhan ribu dan bahkan jutaan follower. Para orang top itu menjadi inspirasi dalam bergaya dan berbusana. Padahal sebagian orang terkenal itu masih mengenakan busana lamanya yang antilonggar. Akibatnya, mereka menutup aurat sekadar ikut- ikutan. Para Muslimah yang baru mengenal hijab pun, trial and error. Habis-habisan berusaha meniru gaya mereka.
Di sisi lain, pola pikir mereka masih disetir pemahaman sekuler-kapitalis. Mereka terjajah pemikiran bahwa “berbusana harus terlihat trendy, up to date dan menonjolkan kecantikan.” Khas pemikiran ideologi sekuler-liberal dalam mendefinisikan apa itu busana, penampilan dan kecantikan.
Para jilboobs itu, berusaha keras tidak ketinggalan mode busana apapun yang sedang trend, padahal juga ingin menutup aurat. Akhirnya dikombinasikanlah pakaian ala sekuler dengan kerudung penutup kepala. Sebab, dalam hati kecilnya, mereka tidak rela 100 persen meninggalkan pakaian sekulernya seperti jeans, legging, tank top, dress dan sejenisnya.
Jadilah seorang Muslimah memakai celana pensil dipadu t-shirt, lalu kepala dibungkus kerudung. Ada pula yang memakai tank top, manset tangan, rok mini dipadu legging, lalu dibungkus rambutnya dengan turban.Yang lain pakai dress kutung bahan nyeplak, tambah blazer ketat di tangan, dipadu jeans belel dan rambut dibungkus selendang lilit leher. Tentu saja cara seperti itu belum memenuhi kaidah busana syar’i. Sayangnya, mereka tidak menyadari kekeliruan tersebut. Bahkan, merasa tetap keren, moderen dan up to date.
Haram Antilonggar
Fenomena jilboobs mudah- mudahan menjadi otokritik bagi para Muslimah itu sendiri.Tanggapan berbagai pihak, semoga didengar para Muslimah yang dicap jilboobs tersebut. Kemudian, tentu saja, mereka rame-rame membetulkan cara berbusananya. Apalagi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan penilaian tentang keharaman jilboobs.
Para Muslimah yang berpakaian tapi masih ketat harus menyadari bahwa cara seperti itu telah mengundang pelecehan terhadap busana Muslimah khususnya, perempuan Muslimah umumnya dan bahkan pelecehan terhadap Islam itu sendiri. Cara berpakaian ketat sama sekali bukan ajaran Islam, bahkan bertentangan dengan Islam. Cara berpakaian pressbody itu adalah ajaran sekuler, karena sekali lagi, pakaian bagi mereka adalah identitas untuk menonjolkan bagian tubuh.
Lihat saja bagaimana desainer-desainer kondang atau figur publik di pusat mode dunia Barat – yang kemudian ditiru industri fashion Indonesia-, selalu mendesain busana yang pas badan. Tidak boleh longgar satu milimeter pun. Makin pas badan, makin mahal dan makin keren.
Bahkan belakangan ini sedang trend busana transparan-kalau tidak boleh disebut telanjang—yang dikenakan para selebriti dan sosialita dunia Barat. Anggota tubuh paling privat pun bahkan dibiarkan ngintip di sela-sela busananya. Makin kelihatan, makin menarik perhatian.
Sebaliknya, dalam Islam, pakaian haruslah antiketat alias longgar, antitransparan alias tidak tipis, sederhana, tidak tabaruj dan tidak menarik perhatian. Sebab, pakaian adalah identitas ketakwaan, penutup bagian tubuh yang sejatinya memalukan.
Hijab Syar’i
Munculnya jilboobs menunjukkan pentingnya sebuah “keseragaman” dalam mendefinisikan apa itu pakaian Muslimah yang syar’i. Apa itu hijab, jilbab dan kerudung (khimar). Sebab, ternyata kriteria pakaian Muslimah yang terlalu umum seperti: tidak ketat dan tidak transparan, bisa diterjemahkan beragam rupa. Akibatnya, tampilan busana Muslimah muncul dengan 1001 macam gaya. Terkadang malah terkesan lebay, nyeleneh dan bahkan menjijikkan.
Nah, “keseragaman” itu sebenarnya sudah dirancang oleh Allah SWT, Dzat Yang Maha Tahu pakaian seperti apa untuk kebaikan manusia. Allah SWT memerintahkan Muslimah untuk mengenakan hijab yang sempurna yaitu: jilbab (QS: Al Ahzab 59), khimar (QS AnNur 23) dan tidak tabaruj (QS: Al Ahzab 33)
Desain basic busana Muslimah adalah: pertama, jilbab, yakni pakaian yang terulur ke seluruh tubuh, longgar tanpa potongan dan menutup hingga ke dasar kaki. Nah, kalau tubuh sudah ditutup jilbab longgar tanpa terputus dari pundak sampai tanah bak terowongan ini, niscaya bagian tubuh yang menonjol-menonjol tidak akan terekspos.
Kedua, khimar, yakni kerudung penutup kepala sampai juyub (bukaan baju di bagian dada); Kerudung ini bukan pembungkus kepala atau pembungkus rambut, tapi penutup kepala yang diulurkan sampai dada. Khimar juga bukan pengganti rambut yang bisa dimodal-model agar tampak menawan. Nanti jatuhnya tabaruj.
Ketiga, tidak tabaruj. Yakni, tidak menonjolkan kecantikan sehingga menarik perhatian. Dan perlu diperhatikan, sebelum mengenakan jilbab dan khimar, pakaian rumah (mihnah), tetap dikenakan. Jadi, jilbab adalah pakaian luar yang melapisi pakaian rumah. Nah, kalau basic-nya tetap syar’i, soal model, warna, motif dan desainnya tidak jadi masalah. Islam tidak kaku dan tidak melarang kreativitas Muslimah untuk menata busananya seindah dan senyaman mungkin. Yang penting, tidak diniatkan untuk menarik perhatian. Apalagi menginspirasi pelecehan.
Berhijab dengan jilbab dan khimar syar’i, mampu menutup bagian-bagian seksi perempuan dengan sempurna. Dan, kewajiban ini harus segera ditunaikan tanpa alasan, tanpa penundaan. Tidak pula karena alasan sedang berproses metamorfose, dari pakaian sekuler yang nyaris telanjang, jadi pakaian serba tertutup yang lebih sopan, meningkat lagi jadi jilboobs dulu, baru hijab syar’i. Tidak! Tak ada toleransi dalam menjalankan syariat Islam. Apakah kewajiban shalat yang kita terima juga kita lakukan dengan bertahap dan berproses? Tidak, bukan? Dengan begitu, semoga tidak ada lagi Muslimah yang berpakaian ala jilboobs.